Sidang Praperadilan, KPK Beberkan Peran Novanto dalam Kasus e-KTP

Jumat, 22 September 2017 | 17:46 WIB

Kepala Biro Hukum KPK, Setiadi dalam sidang praperadilan yang diajukan Ketua DPR RI Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (22/9/2017).KOMPAS.com/AMBARANIE NADIA Kepala Biro Hukum KPK, Setiadi dalam sidang praperadilan yang diajukan Ketua DPR RI Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (22/9/2017).

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menegaskan bahwa pihaknya mengantongi lebih dari dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka.

KPK membantah anggapan tim pengacara Novanto dalam praperadilan yang meragukan keabsahan penyidikan oleh KPK.

Kepala Biro Hukum KPK Setiadi membeberkan sejumlah peranan Novanto dalam kasus e-KTP, sebagaimana sudah terungkap dalam persidangan dengan terdakwa dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto.

"Pemohon Setya Novanto merupakan orang yang turut serta mewujudkan sempurnanya delik. Bersama Irman, Sugiharto, Diah Anggraini (mantan Sekjen Kemendagri) dan Andi Agustinus (pengusaha)," ujar Setiadi dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (22/9/2017).

(Baca juga: KPK Anggap Keberatan Novanto dalam Praperadilan Masuk Materi Perkara)

Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Novanto sudah empat kali diperiksa sebagai saksi untuk tersangka lain dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.

Ia juga pernah dihadirkan sebagai saksi dalam sidang Irman dan Sugiharto.

Setiadi mengatakan, dalam pemeriksaan di penyidikan dan persidangan, sejumlah saksi menyampaikan peran-peran Novanto dalam proses pembahasan anggaran hingga pengadaan.

Bahkan, dalam sidang, pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong menyebut Novanto sebagai kunci anggaran proyek e-KTP.

"Keterangan saksi saling berkesesuaian dan secara konaisten disampaikan dalam seluruh tahap pemeriksaan," kata Setiadi.

Misalnya, kata dia, Diah Anggraini menyatakan bahwa pada 2010 dirinya pernah menghadiri pertemuan yang diinisiasi Andi Agustinus. Pertemuan itu dihadiri oleh Irman, Sugiharyo, dan Novanto.

Saat itu, Novanto mengingatkan bahwa ada proyek e-KTP di Kemendagri yang sedang dibahas di DPR. Ia meminta agar proyek tersebut dikawal bersama-sama.

(Baca juga: Jaksa KPK: Andi Narogong Representasi Setya Novanto)


Ketua DPR RI Setya Novanto dalam sebuah acara diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (31/3/2017)KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Ketua DPR RI Setya Novanto dalam sebuah acara diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (31/3/2017)
Masih pada tahun yang sama, Novanto mengarahkan Irman agar mengikuti perkembangan pembahasan anggaran e-KTP melalui Andi.

Padahal, Novanto tahu akan terjadi konflik kepentingan jika Andi sebagai pihak pelaksana proyek dilibatkan dalam pembahasan.

Novanto juga mempertemukan Andi dengan Ketua Komisi II saat itu, Chairuman Harahap. Pertemuan ditindaklanjuti Andi dengan bertemu di ruangan Chairuman agar pembahasan anggaran e-KTP berjalan lancar.

Andi kemudian memberi uang 1,2 juta dollar untuk anggota Komisi II melalui Sugiharto.

"Pemohon dengan menggunakan pengaruhnya sebagai ketua fraksi dengan pengaruhnya melibatkan pengusaha untuk melancarkan pembahasan anggaran," kata Setiadi.

Di samping itu, kata Setiadi, Novanto juga mengintervensi proses pengadaan barang dan jasa dengan menemui vendor yang diperkenalkan Andi. Ia turut menentukan jenis dan barang harga sehingga terjadi pemahalan harga dalam pengadaan.

(Baca juga: KPK Duga Novanto Gunakan Andi Narogong dalam Proyek E-KTP)

Novanto juga ditengarai punya konflik kepentingan dalam proyek e-KTP. Ia merupakan pemilik PT Murakabi Sejahtera, salah satu konsorsium pemenang lelang proyek e-KTP.

Novanto dan Andi juga pernah bertemu dengan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan mantan Bendahara Umum Demokrat Muhammad Nazarudin.

Dalam pertemuan itu, Anas minta realisasi commitment fee sebesar 35 persen dari keuntungan bersih. Novanto menyanggupinya dan menjanjikan 3 juta dollar AS.

"Sebagai kompensasi, pemohon Setya Novanto sepakat dengan Andi bahwa pemohon (Novanto) akan mendapatkan fee dari proyek. Pemohon juga pernah minta fee ke anggota konsorsium," kata Setiadi.

Fee tersebut bersumber dari keuangan negara yang seharusnya dialokasikan untuk proyek e-KTP. Oleh karena itu, Novanto dianggap turut serta melakukan perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan kerugian negara 2,3 triliun.

"Dapat disimpulkan terjadi kerjasama erat dan secara sadar antara pemohon (Novanto) dengan pelaku lain dalam penganggaran dan pengadaan proyek e-KTP. Adanyanya kesatuan kehendak dan kesatuan perbuatan fisik yang mendukung satu sama lain dalam mewujudkan delik," kata Setiadi.

Kompas TV Diah Anggraini merupakan mantan Sekjen Kemendagri menyatakan, diajak salah satu terpidana kasus korupsi KTP elektronik untuk bertemu Setya Novanto.




Penulis : Ambaranie Nadia Kemala Movanita
Editor : Bayu Galih