Keluarga Korban Peristiwa Priok Protes Try Sutrisno Jadi Pengarah UKP Pancasila

Senin, 11 September 2017 | 17:42 WIB

Anak korban peristiwa Tanjung Priok 1984, Wanma Yetty dalam jumpa pers di Kantor Amnesty International, Jakarta, Senin (11/9/2017).KOMPAS.com/IHSANUDDIN Anak korban peristiwa Tanjung Priok 1984, Wanma Yetty dalam jumpa pers di Kantor Amnesty International, Jakarta, Senin (11/9/2017).

JAKARTA, KOMPAS.com - Keluarga korban peristiwa berdarah Tanjung Priok memprotes langkah Presiden Joko Widodo menunjuk Try Sutrisno sebagai salah satu dewan pengarah Unit Kerja Presiden Pemantapan Ideologi Pancasila (UKP-PIP).

Try Sutrisno dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab atas peristiwa yang terjadi pada 12 September 1984 itu.

Saat itu, 1500 orang yang berdemonstrasi menuntut pihak militer untuk membebaskan empat orang yang ditahan. Namun, pasukan bersenjata menembaki mereka hingga menewaskan paling tidak 23 orang tewas dan lainnya ditahan serta disiksa.

Wakil Presiden Republik Indonesia ke-6, Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno.Dok Bank Indonesia Wakil Presiden Republik Indonesia ke-6, Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno.
"Sampai hari ini, kejelasan pertanggungjawaban dari pelaku yang satu-satunya masih hidup sampai sekarang adalah Try Sutrisno, itu pun tidak tersentuh, tidak terseret, dan bahkan dilindungi," kata Wanma Yetty, yang ayahnya terbunuh dalam peristiwa Priok.

(Baca: Kata Try Sutrisno soal Unit Kerja Pembinaan Pancasila Bentukan Jokowi)

Memperingati 33 tahun peristiwa Priok, Wanma Yetty dan sejumlah aktivis hak asasi manusia berkumpul di kantor Amnesty International, Jakarta, Senin (11/9/2017).

Mereka menuntut Presiden Joko Widodo untuk menuntaskan peristiwa yang diduga menyebabkan sedikitnya 23 orang tewas itu.

"Saya menyesalkan kenapa Jokowi setiap pelaku itu diberi ruang untuk kedudukan yang sangat penting," kata Yetty.

Selain Try Sutrisno, Yetty juga menyebut nama lain seperti Wiranto, yang diduga terlibat sejumlah pelanggaran ham masa lalu namun ditunjuk sebagai Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan.

"Apa Jokowi tidak tahu masa lalu?" ucap Yetty.

(Baca: Ketika Try Sutrisno Muncul Lagi)

Yetty mengakui bahwa pengadilan hak asasi manusia ad-hoc untuk menuntaskan kasus Tanjung Priok sudah selesai. Namun, pengadilan tersebut tidak memuaskan korban. Pasalnya, 14 orang tersangka dinyatakan tak bersalah dan dibebaskan oleh Mahkamah Agung.

Jaksa Agung juga tidak menuntut pemberi komando sebagai pihak bersalah sesuai laporan Komnas HAM.

"Itu tidak menyentuh kepuasan korban. Yang dirasakan korban itu pengadilan militer atau rekayasa, karena kita sebagai korban tak bisa bicara apapun," ucapnya.

Kompas TV Komnas HAM Gelar Konferensi Pers Soal Kriminalisasi Ulama




Penulis : Ihsanuddin
Editor : Sabrina Asril