Santri dan Guru Madin Pasang 1.000 Spanduk Tolak "Full Day School"

Senin, 21 Agustus 2017 | 05:16 WIB

Seusai memasang 1.000 spanduk tolak FDS, santri dan guru Madin asal Kabupaten Pasuruan menggelar orasi yang meminta Presiden Joko Widodo mencabut Permendiknas Nomor 23/2017.KOMPAS.com/Moh Anas Seusai memasang 1.000 spanduk tolak FDS, santri dan guru Madin asal Kabupaten Pasuruan menggelar orasi yang meminta Presiden Joko Widodo mencabut Permendiknas Nomor 23/2017.

PASURUAN, KOMPAS.com - Gelombang penolakan terhadap kebijakan full day school (FDS) kembali terjadi di Kabupaten Pasuruan. Ratusan santri dan guru memasang 1.000 spanduk penolakan FDS di sepanjang jalur Pantura dan jalan protokol, Minggu (20/8/2017).

1.000 spanduk yang dipasang berukuran beragam, dari 3 meter hingga 8 meter persegi. Spanduk yang dipasang di jalan-jalan strategis ini diisi beberapa tulisan, di antaranya  "Pak Jokowi Kami Menolak Lima Hari Sekolah! Selamatkan Madrasah Diniyah dan TPQ".

Lalu ada spanduk bertuliskan "Five Day School dan Permendikbud 23/2017 mematikan Madrasah Diniyah dan TPQ dan Membunuh Karakter Anak Bangsa"; dan "Sahabat Sidogiri Menolak Permendikbud 23/2017". 

Seusai memasang spanduk, sebagian santri dan guru madin berkumpul menggelar orasi di pertigaan Jalan Raya Grati, tepatnya di Pertigaan Semambung Kecamatan Grati. Pada intinya, mereka mendesak pemerintah mencabut Permendiknas Nomor 23 Tahun 2017.

(Baca juga: Pemkab Grobogan Dukung Penolakan Full Day School)

Mereka menilai kebijakan tersebut menjadi biang kegaduhan pendidikan pesantren. Bahkan, akan membunuh eksistensi Madrasah Diniyah (Madin) dan Tempat Pendidikan Qur'an (TPQ).

"Ini adalah pesan kami para santri. Agar Pak Jokowi dan Menteri Pendidikan segera mencabut Permendiknas Nomor 23 Tahun 2017, yang di dalamnya mengatur soal lima hari sekolah dan delapan jam dalam sehari", terang KH Shonhaji Abdussomad, Plt Ketua NU Pasuruan.

Dia menjelaskan, kebijakan FDS mengancam eksistensi TPQ dan Madin yang selama ini menjadi kebutuhan orangtua selain pendidikan formal. Karena pelaksaan Madin biasa dilakukan seusai pulang sekolah hingga sore hari.

"Seperti diketahui, akibat FDS, mereka (santri) tentu tidak bisa mengikuti madin karena pulangnya lebih sore", tambahnya.

(Baca juga: Tolak Full Day School, Ribuan Warga NU Semarang Usung 2 Keranda)

Ketua Lembaga Pendidikan Ma'arif Kabupaten Pasuruan, KH Mujib Imron menilai, secara politik kebijakan, aturan FDS akan membuat madrasah diniyah tidak diperhatikan nasibnya.

"Tentu kebijakan yang sifatnya longgar itu akan merugikan Madin. Untuk itu Pak Jokowi harus tegas, kalau dicabut ya segera dicabut (Permendikbud 23/2017)", tegasnya.

Dia menjelaskan, di Kabupaten Pasuruan, pendidikan Madin dan TPQ menjadi pilihan orangtua untuk menambah pengetahuan agama selain di pondok pesantren. Bahkan Pemkab Pasuruan sudah menerbitkan Perda Khusus Wajib Madin bagi siswa yang beragama Islam.

"Kalau madin kemudian bubar efek dari implementasi FDS tersebut, maka sama halnya juga membunuh pendidikan karakter anak. Karena di Madin juga memberikan pendidikan tentang moralitas anak", pungkasnya.

Kompas TV Unjuk Rasa Tolak Kebijakan Opsional Full Day School




Penulis : Kontributor Pasuruan, Moh. Anas
Editor : Reni Susanti