Perppu Ormas dan Lika-liku Perppu di Indonesia

Kamis, 13 Juli 2017 | 15:53 WIB

Menteri Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Wiranto saat konferensi pers mengenai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Ormas di Gedung Kementerian Polhukam, Jakarta, Rabu (12/7/2017). Wiranto memberikan penjelasan mengenai penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017, sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.KOMPAS.com/ANDREAS LUKAS ALTOBELI Menteri Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Wiranto saat konferensi pers mengenai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Ormas di Gedung Kementerian Polhukam, Jakarta, Rabu (12/7/2017). Wiranto memberikan penjelasan mengenai penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017, sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.


PEMERINTAHAN
Presiden Joko Widodo kembali menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu), yaitu Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Perppu tersebut ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 10 Juli 2017.  Sesuai namanya, Perppu Nomor 2 Tahun 2017 merupakan perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.

(Baca juga: Ini Tiga Pertimbangan Pemerintah Menerbitkan Perppu Ormas)

Salah satu bagian krusial dari perppu ini adalah perluasan definisi dari paham yang disebut bertentangan dengan Pancasila, lewat penambahan frasa "paham lain yang bertujuan mengganti/mengubah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945".

Perluasan definisi tersebut termaktub di bagian Penjelasan Pasal 59 Perppu Nomor 2 Tahun 2017.

(Baca juga: Kontroversi Isi Perppu Ormas, Bukti Keberanian atau Jalan Pintas? )

KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI Perppu Ormas

Lika-liku perppu

Perppu Nomor 2 Tahun 2017 jelas bukan perppu pertama yang lahir di tataran ketatanegaraan di Indonesia. Joko Widodo juga bukan Presiden Indonesia yang pertama kali menerbitkan perppu.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, misalnya, menerbitkan belasan perppu selama dua periode menjabat. Perppu bahkan sudah terbit pada 1946, baru setahun setelah Indonesia merdeka.

Merujuk data Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (DJPP) Kementerian Hukum dan HAM, pada 1946 saja sudah ada 10 perppu terbit. Perppu yang pertama adalah soal susunan Dewan Pertahanan di daerah istimewa.

Sejak itu, perppu juga terus bermunculan. Setidaknya, DJPP mencatat ada 187 perppu terbit, terhitung sampai Perppu Nomor 1 Tahun 2017.

Wah, peraturan pengganti saja kok banyak?

Apa itu perppu?

Peraturan ini memiliki payung hukum tertinggi di Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), tepatnya pada pasal 22 ayat (1).

Bunyinya, “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang”.

Definisi perppu dijabarkan kembali pada UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pada Pasal 1 Angka 4 UU tersebut, tertera, “Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa”.

Di mana kedudukan perppu dalam struktur peraturan perundang-undangan?

Kedudukan perppu diterangkan dalam Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011. Merujuk klausul tersebut, jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut:

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
  3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
  4. Peraturan Pemerintah;
  5. Peraturan Presiden;
  6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
  7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Pasal 7 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 menyatakan, hierarki di atas sekaligus menunjukkan urutan kekuatan hukum dari setiap peraturan perundang-undangan tersebut.

Apa yang membedakan perppu dari UU?

Perbedaan bisa ditemukan dalam definisi masing-masing. UU Nomor 12 Tahun 2011 menyebutkan, UU adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPR dengan persetujuan bersama Presiden. Adapun perppu adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan memaksa.

Apa maksud dari “kegentingan memaksa”?

Penjelasan mengenai frasa “kegentingan memaksa” antara lain dapat ditemukan di Pertimbangan Hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009.

Di situ, Mahkamah Konstitusi menafsirkan frasa “kegentingan memaksa” yang dimaksud konstitusi sebagai prasyarat perlu dibuat sebuah perppu adalah:

  1. Ada kebutuhan  mendesak  untuk  menyelesaikan  masalah hukum secara cepat  berdasarkan Undang-Undang
  2. UU yang dibutuhkan belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau ada UU tetapi tidak memadai
  3. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan


Sampai kapan Perppu berlaku?

Merujuk Pasal 52 UU Nomor 12 Tahun 2011, Perppu harus diajukan ke DPR pada masa persidangan berikutnya setelah penerbitan perppu sebagai rancangan UU (RUU) penetapan perppu. Di sini, DPR hanya akan menyetujui atau tidak menyetujui perppu tersebut dalam rapat paripurna.

Ilustrasi rapat paripurna DPRKOMPAS.com/DANI PRABOWO Ilustrasi rapat paripurna DPR

Bila DPR memberikan persetujuan, perppu akan ditetapkan sebagai UU. Sebaliknya, bila pengajuan persetujuan ditolak, perppu akan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Proses pencabutan perppu dalam hal DPR tidak memberikan persetujuan, harus dilakukan lagi lewat pengajuan RUU tentang pencabutan perppu dimaksud untuk kemudian ditetapkan di sidang paripurna DPR.


Penulis : Palupi Annisa Auliani
Editor : Amir Sodikin