Kata Kepala PPATK soal Kasus E-KTP

Jumat, 24 Maret 2017 | 22:03 WIB

Fachri Fachrudin Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin usai Diskusi bertajuk “Tipologi Kejahatan TPPU & TPPT” yang digelar Direktorat Pemeriksaan dan Riset PPATK di Hotel Aston Bogor, Kamis (23/3/2017).

BOGOR, KOMPAS.com - Kasus dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) bergulir dengan mengungkap sejumlah nama yang diduga terlibat. 

Dalam dakwaan dua terdakwa, yakni mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman, yang dibacakan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (9/3/2017), banyak nama yang disebut menerima uang hasil korupsi.

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin menanggapi proses hukum kasus yang merugikan negara senilai Rp 2,3 triliun itu. 

PPATK, kata dia, mendukung proses hukum kasus tersebut. Namun, sedianya pengusutan tetap mengedepankan asas-asas hukum yang berlaku.

(Baca: Cerita Mantan Pimpinan KPK yang Enggan Buat E-KTP)

"Kami itu sebagai FIU (Financial Intelejen Unit), sesuai dengan kewenangan yang diberikan dalam undang-undang, maka kami diminta ataupun tidak diminta akan mendukung aparat penegak hukum, tentunya dengan mengedepankan prinsip praduga tak bersalah," ujar Badaruddin di Bogor, Jumat (24/3/2017).

Menurut Badaruddin, jikapun kasus tersebut dianalisis oleh PPATK, hasilnya tidak serta merta bisa disampaikan ke KPK.

Selain itu, juga tidak bisa dipastikan bahwa orang-orang yang disebutkan dalam dakwaan bisa dibuktikan kesalahannya.

Sebab, bisa jadi langkah penyelidikan yang ditempuh KPK berbeda dengan PPATK.

"Itu belum tentu cocok dengan strategi penyelidikan ataupun penyidikan yang akan dikembangkan oleh pihak penyidik. Jadi kami belum bisa menjelaskan orang-perorangnya," kata dia.

(Baca: Pimpinan KPK Pastikan Tak Ada Saksi yang Ditekan dalam Penyidikan Kasus E-KTP)

Selain itu, jikapun PPATK menganalisis kemudian menemukan indikasi siapa saja orang yang turut terlibat, pihaknya juga tidak bisa menyampaikan secara terbuka. Sebab, undang-undang telah mengatur hal tersebut.

"Kami tidak bisa menyampaikan itu, karena itu tidak sesuai dengan undang-undang," ujarnya.

Seperti diketahui, banyak nama yang disebut dalam surat dakwaan kasus korupsi e-KTP.

Sejumlah anggota Komisi II DPR periode 2009-2014, disebut menerima fee dari uang yang dianggarkan dalam proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun.


Penulis : Fachri Fachrudin
Editor : Krisiandi