China Akan Hukum Pejabat yang Dukung Dalai Lama

Rabu, 5 November 2014 | 17:44 WIB

FABRICE COFFRINI / AFP Dalai Lama duduk di sebelah pendeta Budha asal Perancis, Matthieu Ricard, dalam jumpa pers setelah mengunjungi Parlemen Swiss pada Selasa (16/4/2013), dalam kunjungan enam hari di negeri itu. Sayangnya, kunjungan Dalai Lama ke Universitas Sydney, Australia yang dijadwalkan Juni mendatang dibatalkan pihak universitas. Langkah ini menuai kecaman pedas dari para aktivis dan sejumlah anggota parlemen China.

BEIJING, KOMPAS.com - Pemerintah China akan menjatuhkan hukuman berat bagi pejabat negeri itu yang mendukung Dalai Lama, pemimpin spiritual Tibet di pengasingan. Demikian disampaikan seorang pimpinan Partai Komunis China di Tibet, Rabu (5/11/2014).

Chen Quanguo, pimpinan Partai Komunis Tibet, menegaskan selain menghukum pejabat pendukung Dalai lama, dia juga akan memberantas kelompok separatis di kawasan tersebut. Demikian dikabarkan harian Tibet Daily.

"Anggota partai, terutama kader utama, di semua level harus menjaga persatuan negara," ujar Chen.

"Para kader yang membayangkan soal Dalai Lama, mengikuti kelompok Dalai Lama dan berpartisipasi mendukung aktivitas separatis, akan dijatuhi hukuman berat sesuai hukum dan sanksi internal partai," tambah Chen.

Komentar Chen ini muncul setelah tim anti-korupsi partai mengatakan para pejabat di Tibet harus bekonsentrasi memerangi separatisme dan menjaga stabilitas sosial.

Pemerintah Beijing melabeli Dalai Lama, yang melarikan diri dari Tibet setelah upaya menentang pemerintah China pada 1959 berakhir dengan kegagalan, sebagai seorang teroris.

Beijing menuding Dalai Lama mencoba untuk memisahkan Tibet dari China dan menyulut pemberontakan di kawasan tersebut.

Perjuangan untuk memerdekakan Tibet masih berlangsung hingga sekarang. Sejak 2009, tak kurang dari 130 warga Tibet melakukan aksi bakar diri menentang pemerntah Beijing.

Dalai Lama meraih hadiah Nobel Perdamaian 1989 sekaligus mengantarkan Dalai Lama ke puncak perhatian dunia. Namun, seperempat abad kemudian sejumlah pemimpin Barat meninggalkan Tibet, karena mendapat tekanan dari pemerintah China.


Penulis :
Editor : Ervan Hardoko