Redenominasi Rupiah Tunggu Pemerintahan Baru

Selasa, 4 Februari 2014 | 08:41 WIB

KOMPAS/PRIYOMBODO Uang lama berbagai pecahan termasuk pecahan kecil ditawarkan oleh pedagang uang di kawasan Pasar Baru, Sabtu (26/1/2013). Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia diharapkan gencar menyosialisasikan rencana redenominasi atau penyederhanaan pecahan rupiah agar masyarakat siap dan redenominasi tidak menimbulkan dampak inflasi.


JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan redenominasi rupiah yang masih mandek dinilai karena kondisi yang belum memungkinkan. Faktor politik dan ekonomi Indonesia menjadi pertimbangan dalam menerbitkan kebijakan penyederhanaan nilai mata uang tersebut.

Managing Director Bank Standard Chartered Indonesia Fauzi Ichsan memandang kebijakan redenominasi rupiah masih menunggu setelah pemerintahan baru pasca pemilu terbentuk. Isu politisasi menjadi hal yang dipertimbangkannya.

"Kelihatannya menunggu setelah pemerintahan baru terbentuk. Kalau misalnya dipaksakan untuk direalisasikan sebelum pemerintahan baru terbentuk atau di saat proses pemilu dikhawatirkan bisa dipolitisasi," kata Fauzi di Jakarta, Senin (2/3/2014).

Meskipun kebijakan tersebut masih harus ditunda, namun proses sosialisasi kepada masyarakat dapat dilakukan sejak saat ini. Sosialisasi dapat berupa pengertian bahwa redenominasi hanya simplifikasi belaka dan bukan pengguntingan nilai uang (sanering) serta bukan devaluasi.

"Jadi misalnya yang tadinya 1 dollar AS sama dengan Rp 12.000. Dengan redenominasi 1 dollar AS misalnya menjadi Rp 1.200 misalnya," ujar dia.

Dilihat dari sisi ekonomi, redenominasi mata uang berkaitan dengan stabilitas mata uang. Kebijakan redenominasi dapat dilakukan apabila rupiah berada dalam kondisi yang baik.

"Redenominasi idealnya diberlakukan sewaktu kurs dollar AS atas rupiah stabil atau rupiahnya menguat. Karena kalau misalnya dilakukan sewaktu rupiab dalam tekanan atau rupiah melemah bisa memicu kepanikan," kata Fauzi.


Penulis : Sakina Rakhma Diah Setiawan
Editor : Erlangga Djumena