Persiapan Asian Games 1962, dari Benhil hingga Rawamangun, Pilihan Soekarno Jatuh ke Senayan

By Aswab Nanda Pratama - Jumat, 31 Agustus 2018 | 14:17 WIB
Bung Karno menjelaskan mengenai kompleks Asian Games kepada tamu negara didampingi Menteri Olahraga R Maladi, tahun 1960-an.
Bung Karno menjelaskan mengenai kompleks Asian Games kepada tamu negara didampingi Menteri Olahraga R Maladi, tahun 1960-an. (Dok. KOMPAS)

KOMPAS.com - Terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah Asian Games pada 1962 didapatkan melalui proses yang tak mudah. Ini kali pertama Indonesia terpilih sebagai tuan rumah pesta olahraga se-Asia.


Saat itu, para delegasi yang hadir dalam sidang Federasi Asian Games (FAG) menilai bahwa Indonesia belum siap.

Alasannya, Indonesia belum memiliki stadion utama bertaraf internasional yang bisa dijadikan lokasi untuk menyelenggarakan pertandingan.

Akan tetapi, akhirnya Indonesia mendapatkan suara terbanyak mengalahkan Pakistan.

Dengan terpilihnya Indonesia, pemerintah mendapatkan tantangan untuk mempersiapkan sarana penunjang yang bisa dijadikan pusat kegiatan olahraga.

Baca juga: Kisah Penginapan Para Atlet Saat Asian Games 1962 di Jakarta

Untuk mempersiapkan Asian Games 1962, Presiden Soekarno membentuk Dewan Asian Games Indonesia (DAGI).

DAGI bertugas mempersiapkan segala yang dibutuhkan pada Asian Games sesuai ketentuan Federasi Asian Games (FAG).

Pemilihan lokasi

Gagasan pertama yang muncul adalah membangun lokasi di sekitar Bendungan Hilir (Benhil), Jakarta Pusat, dengan luas areal kurang lebih 300 hektar.

Dalam buku Gelora Bung Karno Ke Gelora Bung Karno karya Julius Pour disebutkan, wacana untuk membangun pusat olahraga di di Benhill tak mendapatkan respons positif dari Gubernur DKI Jakarta, Soemarno Sosroatmodjo.

Gubernur Soemarno berpendapat, lokasi yang tepat adalah Rawamangun karena banyak lahan kosong.

Alasan lain Benhil dianggap kurang cocok karena wilayah itu berpenduduk padat dan dikhawatirkan dana yang dikeluarkan lebih besar.

Presiden Soekarno lebih condong memilih lokasi di pusat kota, yaitu sekitar Jalan Thamrin dan Menteng. Pilihannya adalah sekitar Kampung Karet dan Pejompongan.

Bersama arsitek Frederick Silalaban, Soekarno terbang menggunakan helikopter keliling melihat pemandangan Jakarta dari udara untuk memantau lokasi yang tepat.

Baca juga: Wisma Warta, Media Center Asian Games 1962 yang Kini Jadi Plaza Indonesia

Dari Dukuh Atas, hingga akhirnya berada di kawasan Senayan.

Setelah berkeliling, Soekarno memiliki ide untuk membangun pusat olahraga di wilayah Senayan.

Stadion Utama Gelora Bung Karno adalah sebuah stadion serbaguna diSenayan  Jakarta Pusat yg merupakan bagian dari kompleks olahraga.
Stadion Utama Gelora Bung Karno adalah sebuah stadion serbaguna diSenayan Jakarta Pusat yg merupakan bagian dari kompleks olahraga. (Kompas/MJ. Kasijanto)
Sebuah kompleks olahraga yang akan disatukan dengan sebuah jalan besar lurus yang akan menghubungkan kawasan Monumen Nasional (Monas) dan pusat pemerintahan. Demikian gagasan Soekarno.

Memilih Senayan

Pilihan akhir jatuh ke Senayan. Di sinilah cikal bakal pusat olahraga Ibu Kota dibangun. Kawasan Senayan masih relatif jauh dari pusat Jakarta sehingga dianggap lebih cocok sebagai pusat kegiatan olahraga.

Pada 19 Mei 1959, dimulailah pembebasan tanah dan pembongkaran bangunan.

Warga yang tergusur mencapai 60.000 orang. Namun, mereka memahami tindakan pemerintah karena yang dibangun adalah proyek internasional.

Wilayah Tebet, Slipi, dan Ciledug menjadi lokasi pindah bagi penduduk yang tergusur.

Pada 8 Februari 1960, Soekarno menancapkan tiang pancang pertama sebagai tanda pembangunan awal.

Kemudian, berlanjut pembangunan enam sarana olahraga dan empat tempat akomodasi untuk atlet.

Baca juga: Ikarus, Bus yang Seliweran Angkut Atlet pada Asian Games 1962 di Jakarta

Insinyur berkebangsaan Rusia sebagai perancangnya, dengan pelaksana dari Zeni TNI AD dan para teknisi muda Indonesia.

Harian Kompas, 26 Mei 1006, memberitakan, Istana Olah Raga (Istora) selesai dibangun pada 21 Mei 1961; Stadion Renang, Stadion Madya, dan dan Stadion Tenis pada Desember 1961; Gedung Basket pada Juni 1962, dan Stadion Utama pada 21 Juli 1962.

Untuk akomodasi atlet putra, dibangun Wisma Aneka I dan II, serta woman dormitory yang dinamai Wisma Hasta untuk atlet putri.

Sementara, untuk berkumpulnya wartawan, dibangun juga Wisma Warta.

Pada 21 Juli 1962. Soekarno didampingi oleh Wakil Perdana Menteri Uni Soviet Anastas Mikoyan membuka Stadion Utama pada gladi resik upacara pembukaan Asian Games IV.

Sejak 24 September 1962, pengelolaan kompleks olahraga ini diserahkan kepada Yayasan Gelora Bung Karno (YGBK).

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Bonus Atlet dan Pelatih Berprestasi Di Asian Games 2018

Editor : Inggried Dwi Wedhaswary
Artikel Terkait


Close Ads X