Mengulik Rahasia di balik Keperkasaan China Kuasai Olahraga Asia

By Luthfia Ayu Azanella - Kamis, 30 Agustus 2018 | 13:51 WIB
Tim estafet China dan Korea Selatan didiskualifikasi dalam final nomor 4x100 meter gaya ganti estafet putri di Stadion Akuatik GBK, Jakarta, Kamis malam. Kedua tim terkena hukuman karena atlet mereka dianggap melompat terlebih dulu sebelum perenang terdahulu menyentuh tembok.
Tim estafet China dan Korea Selatan didiskualifikasi dalam final nomor 4x100 meter gaya ganti estafet putri di Stadion Akuatik GBK, Jakarta, Kamis malam. Kedua tim terkena hukuman karena atlet mereka dianggap melompat terlebih dulu sebelum perenang terdahulu menyentuh tembok. (ANTARA FOTO/INASGOC/Rosa Panggabean)

JAKARTA, KOMPAS.com – Ketangguhan China dalam kancah olahraga Asia seakan tak tergoyahkan.

Tiga hari menjelang penutupan Asian Games 2018, China berada di posisi puncak dengan perolehan medali yang jauh dibanding Jepang yang berada satu peringkat di bawahnya.

Hingga Kamis (30/8/2018) pukul 13.35 WIB, China telah mengumpulkan total 224 medali dengan rincian 106 medali emas, 68 medali perak, dan 50 medali perunggu.

Sementara, Jepang di posisi kedua dengan total 163 medali dan Korea 132 medali di posisi ketiga.

Bisa dipastikan, China akan keluar sebagai juara umum pada Asian Games 2018.

Dominasi dan kekuatan olahraga China juga sudah tercatat pada Asian Games sebelumnya. Dalam sejarah Asian Games, China sudah 9 kali keluar sebagai juara umum, sejak Asian Games 1982 di New Delhi, India, hingga Asian Games 2014 di Incheon, Korea Selatan. 

Kemenangan itu tidak pernah terputus, seolah tidak ada kesempatan sedikit pun bagi negara lain untuk merasakan kemenangan menjadi juara umum.

Abdurrahman Naufal Juara Umum Asian Games Jepang dan China

Tak hanya di level Asia, kualitas atlet China juga setara jika bertarung di tingkat dunia.

Apa rahasia di balik ketangguhan China merajai olahraga Asia lebih dari 3 dekade ini?

Sistem negara

Pengamat olahraga dari Universitas Surabaya, Prof. Dr. Hari Setijono, M.Pd, menilai, keperkasaan China menjuarai Asian Games dari tahun ke tahun salah satunya didukung sistem negara yang dianut.

“Kalau di Indonesia kan demokrasi. Lah kalau di sana itu kan beda, Sosialis kan? Semuanya ditentukan oleh negara. Kalau semua ditentukan oleh negara, dari sistem pembinaan sampai penganggaran, sampai model apa yang mau dilakukan itu ditentukan oleh negara memang. Kalau di sini kan masih terpecah-pecah,” ujar Hari saat dihubungi melalui telepon, Kamis (30/8/2018).

Anggaran dana

Menurut Hari, di China, anggaran dana diberikan kepada masing-masing pihak secara langsung oleh negara.

Cara ini dinilai lebih cepat dan efektif tanpa melalui birokrasi yang berbelit-belit.

Hari mengatakan, hal ini juga bisa dilihat dari adanya peningkatan perolehan medali di Indonesia setelah adanya perubahan sistem penganggaran.

Awalnya, Indonesia memberlakukan Program Indonesia Emas (Prima) yang keuangannya masih harus melewati berbagai pihak sebelum sampai di masing-masing cabang olahraga.

“Nah sekarang ini kan diubah dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2017 itu menjadi PPON (Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional) ya. Nah itu dari pemerintah langsung ke Indocabor. Dengan langsung ke Indocabor berati satu sektor itu terhilangkan, sehingga itu lebih cepat ya, lebih efektif,” jelas Hari.

Ia mengatakan, perubahan kebijakan anggaran ini memberikan pengaruh yang signifikan terhadap persiapan di masing-masing cabang olahraga (cabor) dalam menghadapi sebuah event olahraga.

“Dan cabor merasa sekarang ini tidak ada keterlambatan. Jadi kalau mau melakukan sesuatu sudah tidak perlu mikir lagi harus nunggu dulu angkanya di 3 bulan ke depan. Kalau ini kan bisa langsung dia mengoperasionalkan anggaran yang ada,” kata dia.

Proses pembibitan atlet sejak dini

China melakukan proses pembibitan atlet sejak usia dini. Hal ini dinilai menjadikan proses pelatihan di negara tersebut berjalan optimal.

“China itu memulai latihan benar-benar dari junior. Jadi kalau di Indonesia itu agak berbeda, di Indonesia itu kan memang latihannya kalau di sekolah itu kalau diistilahkan masih multilateral. Tapi kalau di China itu sudah terspesifikasi. Sudah terasah sejak usia dini,” kata Hari.

Hari menyebutkan, proses pembibitan atlet di China berjalan lebih matang.

"Sebetulnya Indonesia sudah benar ya, gak salah di dalam sistemnya: terencana, berjenjang, dan berkelanjutan, itu sesuai di undang-undang, itu ada. Cuma di Indonesia itu pelaksanaannya yang belum bisa begitu (seperti China),” ujar Hari.

China di Asian Games 2018

Perolehan medali China di Asian Games 2018 per Kamis (30/8/2018) pukul 13.15 WIB.
Perolehan medali China di Asian Games 2018 per Kamis (30/8/2018) pukul 13.15 WIB. (Asian Games 2018)

Berdasarkan hasil perolehan medali yang ada di situsweb resmi Asian Games 2018, hingga Kamis (30/8/2018) pukul 13.30 WIB, China sudah mendapatkan 224 medali yang terdiri dari 106 emas, 68 perak, dan 50 perunggu.

Prestasi itu berasal dari 33 cabor dari total 55 cabor yang diperlombakan.

Dari 22 cabor yang tersisa, 17 cabor belum menghasilkan medali apa pun untuk China.

Cabor sepi prestasi bagi China itu meliputi bisbol, bola basket, boling, tinju, bola tangan, hoki, jet ski, judo, ju-jitsu, modern pentathlon, paralayang, sepatu roda, rugbi 7 orang, layar, bola voli, triathlon, trampoline gymnastic, sepak takraw, dan squash.

Sementara 5 cabor lainnya: Kabaddi, Kurash, Pencak Silat, Sambo, dan Angkat Besi, China tidak menurunkan kontingennya.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo 5 Negara Peraih Medali Terbanyak Sepanjang Sejarah Asian Games

Editor : Inggried Dwi Wedhaswary
Artikel Terkait


Close Ads X