Dedi Mulyadi: Perdebatan Elite Jelang Pilpres Mirip Drama Percintaan

By Kontributor Tasikmalaya, Irwan Nugraha - Jumat, 27 Juli 2018 | 07:30 WIB
Ketua DPD Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi saat diwawancara di rumahnya di Purwakarta, Jumat malam (27/7/2018).
Ketua DPD Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi saat diwawancara di rumahnya di Purwakarta, Jumat malam (27/7/2018). (KOMPAS.com/ IRWAN NUGRAHA)

PURWAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi mengomentari perdebatan yang terjadi menjelang Pilpres 2019. Menurut dia, perang kata-kata melalui media sangat tidak mendidik dan terkesan baper (bawa perasaan).

Fenomena ini menurutnya sekaligus menyalahi pengamalan gagasan pendiri bangsa Indonesia. Para tokoh pendiri bangsa selalu mengedepankan persatuan dan kesatuan, bukan drama melankolis berbasis personal.

“Argumentasi perdebatan harusnya berisi gagasan para pendiri bangsa Indonesia. Jadi, tidak masuk ke ranah pribadi. Gagasan ‘founding fathers’ gak begitu kok,” kata Dedi di kediamannya. Tepatnya di Desa Sawah Kulon, Kecamatan Pasawahan, Purwakarta, Jumat (27/7/2018).

Selain itu, silang wacana mengenai pengamalan ideologi bangsa beserta program nyata untuk masyarakat jauh diperlukan.

“Masuk tidaknya partai ke dalam sebuah koalisi harus diarahkan pada pertimbangan politik kenegaraan dan kebangsaan. Suka atau tidak sukanya didasarkan pada program kerja masing-masing koalisi yang akan dijalankan hari ini. Jangan mengarahkan kepada nalar perasaan. Ini bisa jadi kemunduran kehidupan politik secara nasional,” katanya.

Baca juga: Hubungan SBY dan Megawati Buruk, Elite Dinilai Tak Dewasa Berpolitik

Pandangan politik bernegara, menurut Dedi, tidak boleh berisi gambaran suasana kebatinan individu antar individu. Sebab, Indonesia bukan negara milik orang per orang.

“Setahu saya negara ini milik seluruh warga bangsa Indonesia. Kita harus memberikan contoh kepada masyarakat untuk melihat gambaran Indonesia masa depan. Gambaran itu tercermin dari visi kebangsaan dari masing-masing partai koalisi,” tuturnya.

Mirip drama pencintaan

Fenomena saling sindir antar elite politik menurut mantan Bupati Purwakarta tersebut sudah mirip drama pencintaan. Seharusnya, para elite menghadirkan suasana sejuk yang mencerdaskan segenap anak bangsa.

“Publik harus tercerdaskan melalui momen Pilpres ini. Jadi, urusan perasaan tidak bolehlah dibawa ke ranah politik dan publik. Nanti malah mirip drama percintaan,” katanya.

Baca juga: Megawati Jadi Alasan SBY Enggan Merapat ke Kubu Jokowi

Jika kondisi ini terus berlangsung, Dedi khawatir publik akan kehilangan spirit keteladanan. Karena itu, dia mengajak semua pihak untuk menjalankan cara-cara berpolitik yang penuh keadaban.

“Kita melihatnya kan malu, ini harus disudahi. Kita bangun kembali politik beradab yang telah diajarkan pendiri bangsa. Jangan sampai politik beradab itu hilang dan publik kehilangan keteladanan. Sehingga, spirit luhur kehidupan politik kita kalah oleh politik personal,” ucapnya.

Kompas TV Partai Gerindra menggelar rapat koordinasi teknis di Hambalang.



Editor : Farid Assifa
Artikel Terkait


Close Ads X