Hemas Anggap Sekjen DPD Berpolitik

By Estu Suryowati - Kamis, 18 Mei 2017 | 17:30 WIB
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Gusti Kanjeng Ratu (KGR) Hemas menanggapi pertanyaan awak media usai gelaran sidang uji materi di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (28/2/2017).
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Gusti Kanjeng Ratu (KGR) Hemas menanggapi pertanyaan awak media usai gelaran sidang uji materi di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (28/2/2017). (Fachri Fachrudin)

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas menilai, Sekretaris Jenderal DPD RI Sudarsono Hardjosoekarto sudah berpolitik.

"Sekjen seharusnya memfasilitasi anggota DPD. Tidak (malah) terlibat, ikut berpolitik," kata Hemas dalam sebuah diskusi di kantor FORMAPPI, Jakarta, Kamis (18/5/2017).

Senator asal DIY itu lantas menceriterakan saat sidang paripurna pada awal April lalu, yang membahas dua agenda.

Agenda pertama, yaitu pembacaan putusan Mahkamah Agung (MA) yang meloloskan permohonan pembatalan Tatib Nomor 1/2016 dan Tatib Nomor 1/2017.

Sementara agenda kedua, yaitu agenda lain-lain. (baca: Dana Reses 23 Anggota DPD Dibekukan, Ini Penjelasan Oesman Sapta)

Hemas mengatakan, kubu yang berseberangan dengan pimpinan DPD lama dan pendukungnya memang ingin agar agenda kedua dibahas terlebih dahulu.

"Agenda kedua itu adalah mengesahkan dilangsungkannya pemilihan. Sedangkan kalau agenda pertama disampaikan putusan MA itu, maka otomatis (agenda kedua) tidak bisa dilaksanakan (tidak perlu)," kata Hemas.

"Sekjen pun pada saat kami minta bicara, seakan sudah ter-setting, dia tidak mau bicara. Istilahnya sudah gaduh di bawah. Dia (Sekjen) cuma bisa berdiri di podium, dan tidak mau melaksanakan perintah kami untuk membacakan putusan MA," kata Hemas lagi.

(baca: Anggota DPD yang Tak Akui Kepemimpinan Oesman Sapta Akan Diberi Sanksi)

Selain karena masalah tersebut, Hemas juga melihat Sudarsono bermain politik terkait pembekuan dana reses.

Bagi anggota DPD yang tidak tanda tangan dalam sidang paripurna, maka tidak akan mendapatkan dana reses.

Anggota DPD yang mau tandatangan dalam sidang paripurna itu berarti mengakui kepemimpinan pimpinan DPD yang sekarang ini.

"Saya kira ini perbuatan yang tidak semestinya dilakukan. Dan saya kira sampai dilakukan Sekjen DPD mengedarkan ke seluruh anggota," imbuh Hemas.

Padahal, kata Hemas, dana reses merupakan hak anggota DPD untuk bertemu dengan konstituennya di daerah.

Saat ini, dia menyebut beberapa anggota DPD yang tidak ikut tandatangan tetap turun ke daerah selama reses tanpa dana reses.

"Saat ini ada dua anggota DPD Muhammad Asri Anas dan Nurmawati Dewi Bantilan yang sudah melaporkan Sudarsono Hardjosoekarto ini ke Komisi Aparatur Sipil Negara pada 5 Mei. Jadi harapan saya, memang ini bisa berjalan cepat," pungkas Hemas.

Sudarsono sebelumnya membantah dirinya ikut berpolitik dalam penetuan kebijakan pemberian dana reses bagi anggota DPD.

(baca: Soal Pembekuan Dana Reses Anggota, Sekjen DPD Bantah Berpolitik)

Dalam surat pernyataan tertanggal 8 Mei 2017 oleh Panitia Urusan Rumah Tangga (PURT) dijelaskan bahwa hak keuangan anggota baru dapat diambil jika anggota DPD RI menghadiri sidang paripurna dan kegiatan alat kelengkapan DPD yang dikoordinasikan di bawah kepemimpinan pimpinan DPD yang dilantik pada 4 April 2017.

Mereka kemudian harus menandatangani surat pernyataan serta menyampaikan laporan reses.

"Enggak (berpolitik). Kan Sekjen hanya melaksanakan keputusan rapat paripurna. Politik wilayah anggota," ujar Sudarsono saat ditemui di Pulau Dua Resto, Senayan, Jakarta, Jumat (12/5/2017).

"Saya bersama jajaran hanya menindaklanjuti keputusan politik yang diputuskan di Paripurna," sambungnya.

Ia menyampaikan, hingga saat ini sejumlah 104 dari total 130 anggota telah menandatangani surat pernyataan tersebut.

Sedangkan 26 lainnya belum menandatangani dengan berbagai alasan.

Kompas TV Dualisme Kepemimpinan DPD Belum Berakhir



Editor : Sandro Gatra
Artikel Terkait


Close Ads X