Opsi Impor LNG untuk Turunkan Harga Gas Industri Menuai Banyak Kritikan - Kompas.com
Senin, 20 Mei 2024

Kaleidoskop 2016

Kaleidoskop 2016

Simak rangkuman peristiwa, informasi, dan ulasan topik hangat yang terjadi selama tahun 2016..

Opsi Impor LNG untuk Turunkan Harga Gas Industri Menuai Banyak Kritikan

Kamis, 13 Oktober 2016 | 12:38 WIB
dok PGN Pembangunan pipa gas PGN Muara Karang-Muara Bekasi

JAKARTA, KOMPAS.com – Opsi impor gas alam cair (LNG) yang ditawarkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk membuat harga gas industri murah, mendapat kritikan dari beberapa kalangan, bahkan dari internal pemerintah.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, sepertinya opsi impor LNG menjadi jalan keluar untuk memenuhi permintaan Presiden RI Joko Widodo, gas murah untuk industri maksimal enam dollar AS per MMBTU.

“Tetapi kalau impor gas, itu kan harus menyediakan FSRU (Floating Storage Regasification Unit) terminal, atau tangki penampungnya. Jadi artinya, (opsi) ini hanya mengalihkan persoalan (hari ini) ke dua-tiga tahun ke depan,”ucap Airlangga ditemui di sela-sela Trade Expo Indonesia ke-31 di Jakarta, Rabu (12/10/2016).

Airlangga menyampaikan, untuk membangun floating terminal itu dibutuhkan waktu dua hingga tiga tahun. Sementara saat ini infratuktur tersebut masih terbatas.

“Kalau impor kan harus punya tangki terminal. Itu bangunnya dua-tiga tahun, kelamaan,” kata dia. “FSRU Lampung bisa digunakan. Hanya saja kan sekarang pemanfaatannya belum optimum.”

Semakin Kacau

Dihubungi terpisah, ekonom Universtas Indonesia (UI) Faisal Basri juga mempertanyakan hal yang sama, terkait opsi yang disampaikan Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Pandjaitan itu.

“Tambah kacau ini para pejabat. Impor kan perlu fasilitas penampung. Kan tidak bisa disimpan di sembarang tempat,” kata Faisal kepada Kompas.com, Kamis (13/10/2016).

Sementara itu, beberapa pihak juga tidak yakin opsi impor LNG dapat membuat harga gas industri menjadi lebih murah, maksimal enam dollar AS per MMBTU sampai end user.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution adalah salah satu pihak yang tidak yakin opsi impor bisa membuat harga gas industri menjadi murah.

Bahkan dari internal Kementerian ESDM sendiri, yakni Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi IGN Wiratmadja Puja, juga mengakui hal itu.

Wiratmadja mengklarifikasi informasi tidak benar terkait perbandingan harga gas industri dengan beberapa negara.

Berdasarkan harga periode Juni 2016, rata-rata harga gas di tingkat industri Indonesia yaitu 8,3 dollar AS per MMBTU. Angka ini memang lebih tinggi dibandingkan Malaysia yang hanya 6,6 dollar AS per MMBTU.

“Tetapi ingat, di Malaysia itu pemerintahnya tidak mengambil bagian negara, tidak mengambil PNBP, jadi dia subsidi,” kata Wiratmaja.

Namun, harga gas di tingkat industri di Thailand mencapai 7,5 dollar AS per MMBTU, di Singapura 15,6 dollar AS per MMBTU, bahkan di Jepang sampai level 19 dollar AS per MMBTU.

Adapun yang disebut-sebut selama ini bahwa harga gas di negara lain kisaran 4 dollar AS itu sebenarnya adalah harga gas LNG saat masuk ke pelabuhan dan belum diolah (landed price).

Untuk landed price ini, Wiratmaja mengatakan di Indonesia rata-rata harganya 4,2 dollar AS.

Angka tersebut lebih rendah dibandingkan landed price di Belgia 4,3 dollar AS, di China 4,4 dollar AS, di India 4,5 dollar AS, dan di Korea 4,55 dollar AS.

Landed price di Indonesia hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan Malaysia yang di level 4 dollar AS.

“Sehingga kalau ada yang bilang impor LNG saja supaya harga gasnya murah, enggak juga. Karena (LNG) yang ada dalam negeri juga sudah murah (4,2 dollar AS),” ucap Wiratmaja.

Kompas TV Apa Dampak Holding BUMN Energi?



 

Penulis: Estu Suryowati
Editor : Aprillia Ika