Kompas.com
Senin, 6 Mei 2024

Rayakan Perbedaan

TAG

Tak Ada Tempat, Belajar Agama Hindu di Pelataran Rumah

Selasa, 11 Oktober 2016 | 02:23 WIB
Parisada Hindu Dharma Indonesia Ilustrasi para pelajar beragama Hindu

Purwakarta, KOMPAS.com--Pengajar agama Hindu di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, yang biasa mengajar agama untuk pelajar beragama Hindu menjalani kegiatan belajar dengan meminjam pelataran rumah warga.

"Dalam sepekan, kami mengajari pelajar yang beragama Hindu satu kali dengan durasi 120 menit setiap pertemuan," kata pemuka agama Hindu sekaligus guru bagi pelajar Hindi Purwakarta, I Made Kandi, Senin.

Ia mengaku tidak memiliki tempat khusus untuk mendidik atau mengajarkan agama para pelajar di Purwakarta yang beragama Hindu. Tapi hanya menggunakan tempat pelataran rumah warga yang bersedia meminjami untuk digunakan belajar.

Dikatakannya, hingga saat ini tidak ada pengajar agama Hindu di Purwakarta. Pihaknya sudah mengajukan pengajar PNS kurikulum Hindu ke Kementerian Agama, namun tidak ada.

"Jadinya saya yang dituakan untuk mengajar 25 siswa. Belajarnya di pelataran rumah warga," kata dia.

Sementara itu, para pengajar agama Katolik di Purwakarta yang biasa mengajar agama bagi siswa Katolik di sekolah-sekolah pemerintah, ternyata tidak memiliki penghasilan tetap.

Yohannes Baptis Sutarno, pengajar agama Katolik di Purwakarta mengatakan, kebetulan dirinya merupakan pengajar Katolik bagi seluruh siswa beragama Katolik di Purwakarta. Selama ini tidak ada honorarium karena ini sifatnya pelayanan gereja.

Ia mengatakan, pelajaran Katolik diajarkan dua minggu sekali di Purwakarta, setiap Sabtu dan Minggu.

Sutarno mengaku mengajari 185 siswa dari jenjang SD hingga perguruan tinggi, sekaligus melaksanakan kurikulum pelajaran Katolik dari Kementerian Agama.

"Di Purwakarta tidak ada guru PNS Kementerian Agama yang secara khusus mengajarkan Katolik sesuai kurikulum. Seharusnya memang ada, di daerah lain ada cuma di Purwakarta tidak ada," kata.

Pendeta Efori Guli dari Badan Kerjasama Gereja (BKG) Purwakarta mengatakan, selama ini para pengajar guru agama Kristen rata-rata relawan gereja yang tidak mendapat honor tetap.

"Tidak ada penghasilan tetap, paling-paling setahun tidak lebih dapat Rp 200 ribu dari sumbangan jemaat," katanya.

Sementara itu, Pemkab Purwakarta mengalokasikan anggaran sekitar Rp10 miliar untuk honor guru mengaji di sekolah, sebagai bentuk pengembangan kurikulum kultural yang digagas pemerintah daerah setempat.

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengatakan, anggaran sekitar Rp10 miliar yang telah dialokasikan itu tidak hanya untuk guru mengaji Al-quran. Tapi juga dialokasikan untuk guru-guru agama Kristen, Budha, Hindu, dan lain-lain.

Para guru ngaji atau guru agama yang khusus mengembangkan kurikulum kultural di Purwakarta itu sendiri akan diseleksi oleh tim seleksi yang ditentukan Pemkab Purwakarta. Nantinya, mereka akan mendapatkan honor Rp1,5 juta per orang.

Pengembangan kurikulum kultural berbasis agama yang digagas Pemkab Purwakarta tersebut akan dimulai pada 1 Desember 2016.

"Untuk lokasi dan waktu belajarnya itu bisa disesuaikan dan diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing guru," kata Dedi.

Pengembangan kurikulum kultural berbasis agama yang digagas Pemkab Purwakarta akan menurunkan sekitar 582 guru ngaji dan kitab untuk agama Islam, Kristen, Budha dan Hindu.

"Anggaran itu sebelumnya dialokasikan untuk subsidi pendidikan tingkat SMA Negeri, kini dialihkan pengalokasiannya untuk honor guru mengaji di sekolah," bupati.

Ia mengatakan, sebelumnya pengelolaan SMA Negeri merupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Tapi sekarang, kewenangannya dialihkan ke Pemprov Jawa Barat.

Karena itu, anggaran yang sebelumnya dialokasikan untuk subsidi pendidikan SMA Negeri itu digeser untuk alokasi anggaran honor guru mengaji di sekolah, sebagai bentuk pengembangan kurikulum kultural. Feru Lantara

Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:

Penulis: Jodhi Yudono
Editor : Jodhi Yudono
Sumber: ANTARA