Kompas.com
Jumat, 3 Mei 2024

Rayakan Perbedaan

TAG

Etnografer: Pendekatan Budaya Perlu untuk Papua

Kamis, 18 Agustus 2016 | 19:51 WIB
KOMPAS.COM/RODERICK ADRIAN MOZES Festival Danau Sentani 2016 yang digelar di Kabupaten Jayapura, Papua, 19-23 Juni 2016.

JAKARTA, KOMPAS.com--Pendekatan budaya merupakan salah satu cara yang perlu dilakukan untuk meningkatkan hubungan yang lebih baik dengan masyarakat di Papua dan suku-suku lain di Indonesia, kata seorang pelaku etnografer, Evi Aryati Arbay di Jakarta, Rabu.

Sebagai suatu bangsa yang mempersatukan banyak suku-suku selama 71 tahun, Indonesia adalah negara yang luar biasa, kata Evi, salah seorang pelaku ekowisata yang sudah menjelajah berbagai pelosok negeri selama sekitar 15 tahun, dalam pendapatnya mengenai perngatan kemerdekaan Republik Indonesia.

Perempuan yang menjadi anak angkat warga suku Dani dengan mendapat nama marga Mabel itu menegaskan bahwa pendekatan budaya terbukti mampu mendorong kedekatan hati antar orang Papua dan pendatang.

"Bukan pendekatan politis atau ekonomi semata," ujar penulis buku "Dani the Highlanders" itu.

Ia juga berharap warga Indonesia di luar Papua tidak lagi menerima pendapat yang menyebut bahwa orang Papua rata-rata adalah pemalas, karena kenyataannya mereka adalah orang-orang yang hidup dengan penuh perjuangan.

Penduduk yang bermukim di pegunungan menghadapi tantangan alam yang keras dan dalam budayanya mereka mengenal kebiasaan berperang antarsuku, sedangkan postur tubuh dan penampilannya terkesan keras.

"Tetapi tutur bahasa mereka halus, tidak seperti yang diduga bila hanya dengan melihat penampilan luar," kata Evi, yang sudah diangkat sebagai warga kehormatan Suku Dani.

Sebagai operator ekowisata, Evi kerap membawa tetamu mancanegara dan dalam negeri untuk mengunjungi Papua antara lain ke lingkungan suku Dani dan suku Asmat yang tinggal di dataran rendah rawa-rawa.

Menurutnya banyak orang asing yang tertarik dan menikmati perjalanan ke Papua serta membaur dengan warga setempat.

Dalam tiga tahun terakhir minat orang Indonesia untuk berwisata ke pelosok negeri meningkat, alih-alih mengunjungi obyek wisata yang sudah mapan.

Wisatawan tertarik ke daerah-daerah Papua, Nias, Mentawai, Kalimantan, Flores serta Sumba untuk mengagumi keindahan alam dan kekayaan budaya yang beraneka ragam.

"Media sosial ikut mendorong orang Indonesia untuk berwisata di dalam negeri," ujarnya.

Namun Evi menyayangkan bahwa justru kehadiran pemerintah, dalam hal ini pejabat dari instansi terkait, belum banyak dirasakan di tempat-tempat tersebut.

"Contohnya festival Lembah Baliem dan Festival Asmat yang sudah berlangsung puluhan tahun serta menjadi peristiwa yang dinanti-nanti oleh orang asing justru belum dihadiri oleh pejabat tinggi dari instansi terkait," kata Evi dengan nada keluh.

Kehadiran pemerintah menurut dia, sangat perlu dirasakan untuk wilayah Papua antara lain dalam bentuk fasilitas pendidikan dan kesehatan yang selama masih dirasakan kurang terutama dalam bentuk komitmen petugas.

"Indonesia sangat indah dan sangat beragam, rasanya tidak ada habisnya untuk mencari tempat-tempat yang perlu dilihat," ujar Hermandari Kartowisastro, seorang wisatawan yang sudah menjelajah hampir seluruh wilayah Indonesia.

"Dari semua provinsi di Indonesia yang belum saya kunjungi adalah Bengkulu, Gorontalo dan Kalimantan Utara," ujar perempuan berusia 73 yang gemar memotret pemandangan itu.

"Pesona bawah laut Indonesia merupakan daya tarik yang sangat mengagumkan dan membuat saya memutuskan untuk belajar menyelam di usia senja," kata Hermandari yang juga sudah menjelajah dunia.

Hermandari berharap pemerintah Indonesia dapat menjaga kekayaan dan mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi.

Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:

Penulis: Jodhi Yudono
Editor : Jodhi Yudono