Kompas.com
Kamis, 2 Mei 2024

Rayakan Perbedaan

TAG

Pelajar Bawakan Gundul-Gundul Pacul di FLG

Jumat, 22 Juli 2016 | 21:57 WIB
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA Kelompok kesenian dari sejumlah desa menampilkan tarian khas mereka masing-masing saat memeriahkan Festival Lima Gunung XIV di Dusun Mantran Wetan, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

MAGELANG, KOMPAS.com--Puluhan pelajar SMP Santa Maria Banyutemumpang, Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, memainkan musik kolaborasi gamelan untuk mengiringi garapan lagu dolanan Jawa "Gundul-Gundul Pacul" saat pentas di Festival Lima Gunung XV/2016 di kawasan antara Gunung Merapi dan Merbabu, Jumat.

Tembang populer Jawa di kalangan anak-anak itu digarap dalam berbagai irama dengan iringan beberapa perangkat gamelan dan alat musik modern, seperti drum, keyboard dan gitar listrik. Pengiring lainnya yang juga alat musik tradisional, seperti terbang dan kentongan.

Para pelajar saat pementasan di Festival Lima Gunung XV/2016 di Dusun Keron, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang itu mengenakan pakaian dengan aksesoris berbahan alam. Selain melantunkan lagu dolanan, mereka juga melakukan gerakan-gerakan tarian secara sederhana.

Masyarakat dari berbagai desa di sekitar lokasi festival dan para tamu dari beberapa kota lainnya, menonton pementasan mereka.

"Memang hanya satu lagu yang kami suguhkan, lagu 'Gundul-Gundul Pacul', tetapi kami garap lagu itu menjadi sejumlah performa irama musik dan tembang, yang kami harapkan memikat penonton," kata Kepala SMP Santa Maria Banyutemumpang L. Sutikno.

Sejumlah guru sekolah yang letaknya relatif dekat dengan arena festival tahunan yang secara mandiri diselenggarakan oleh seniman petani Komunitas Lima Gunung (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh) Kabupaten Magelang itu, juga mendampingi murid-murid mereka saat tampil dalam acara kebudayaan petani tersebut.

Ia menjelaskan tentang makna penting dan edukatif atas tembang "Gundul-Gundul Pacul" yang merupakan warisan leluhur masyarakat Jawa itu.

"Syair tembang itu penuh makna simbolis, tetapi setidaknya membawa pesan tentang pentingnya kewaspadaan generasi muda agar selalu berhati-hati dalam berperilaku dan bersikap supaya beroleh keberhasilan dalam hidupnya. Kalau tidak hati-hati bisa menghadapi berbagai kesulitan hidup," ucapnya.

Festival Lima Gunung hari keempat, antara lain mementaskan tarian "Grasak" (Dusun Kopen, Sawangan), sendratari "Kidung Karmawibangga" (Dusun Cebongan, Windusari), tarian "Soreng Penangsang" (Gejayan, Pakis), tari "Djoeng" (Yogyakarta), tari "Sigrak" (Yogyakarta), tari "Gambyong" (guru SD Sawangan), "Fragmen Putri Cindy" (Liwa, Lampung Barat), tari "Sri Manganti" (SMP Negeri 2 Sawangan), dan tari "Warok Bocah" (Sanggar Saujana Keron).

Sekitar 50 grup kesenian dari berbagai kelompok di Komunitas Lima Gunung, desa-desa sekitar lokasi festival, dan sejumlah grup lainnya dari beberapa kota yang berjejaring dengan komunitas itu menggelar pementasan tarian tradisional dan kontempor, pentas musik, pameran seni rupa dan instalasi dalam Festival Lima Gunung XV selama 19-24 Juli 2016.

Agenda lainnya dalam festival tersebut, yakni prosesi ritual dan doa pembukaan festival di Candi Gunung Wukir Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Selasa (19/7), sedangkan puncak acara kebudayaan itu pada Minggu (24/7), antara lain ditandai dengan kirab budaya para seniman petani, pidato kebudayaan oleh para tokoh, serta pementasan berbagai kesenian lainnya.

Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:

Penulis: Jodhi Yudono
Editor : Jodhi Yudono
Sumber: ANTARA