Kompas.com
Selasa, 7 Mei 2024

Rayakan Perbedaan

TAG

PBB: Isu Jerusalem Bukan Konflik Agama

Selasa, 15 Desember 2015 | 23:05 WIB
Reuters Polisi Israel memeriksa seorang pemuda Palestina sebelum memasuki kota tua Jerusalem untuk melakukan shalat Jumat (23/10/2015).


JAKARTA, KOMPAS.com
--Wakil Ketua Komite Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Palestina (CEIRPP) Desra Percaya menegaskan bahwa isu pendudukan wilayah Jerusalem oleh Israel bukanlah konflik agama, melainkan provokasi Israel.

"Kita harus menyadari fakta ini dan menolak upaya-upaya yang meyakinkan kita untuk menerjemahkan konflik ini dalam pandangan agama," tuturnya dalam penutupan "Konferensi Internasional tentang Jerusalem" di Jakarta, Selasa.

Posisi Jerusalem sebagai Kota Suci bagi umat tiga agama yaitu Islam, Kristen, dan Yahudi, telah dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk menggiring opini publik ke konflik antarumat beragama, sementara Israel terus-menerus menduduki wilayah tersebut.

Menurut Desra, mengubah isu Palestina menjadi konflik agama akan menarik kontribusi kaum fanatik yang ingin merusak dan menyesatkan pikiran umat Muslim di berbagai kawasan seperti Eropa, Asia, dan Amerika.

"Situasi seperti ini akan semakin menjauhkan perdamaian dan pemenuhan hak asasi rakyat Palestina," tutur Wakil Tetap RI untuk PBB itu.

Upaya Israel untuk mengalihkan konflik politik menjadi agama juga ditunjukkan dengan tuntutan dalam proses perdamaian yang salah satu syaratnya yaitu mengakui Israel sebagai negara Yahudi.

Tuntutan itu dengan tegas ditolak oleh Palestina, sementara negara-negara anggota PBB menyatakan bahwa tuntutan tersebut tidak realistis.

"Kalau membawa unsur agama implikasinya akan panjang, orang Islam harus keluar dari Israel padahal faktanya di Israel banyak warga Arab yang beragama Islam," tutur dia.

Untuk itu, PBB menyeru masyarakat internasional mengambil tindakan bersama untuk mendesak Israel mengakhiri provokasi mereka terutama di kompleks Masjid Al-Aqsa di Kota Lama Jerusalem.

Selama beberapa bulan terakhir, kekerasan, terorisme, dan pendudukan ilegal di Jerusalem semakin meningkat dimana warga Palestina diusir paksa dari rumah dan tanah mereka.

Warga Palestina di Jerusalem juga dilarang mengikuti kegiatan politik dan saat ini justru menjadi golongan minoritas di wilayah mereka sendiri.

Padahal, kata Desra, Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa 67/19 pada 29 November 2012 menyatakan Jerusalem Timur adalah Ibu Kota Palestina.

"Perselisihan antara warga Yahudi dan Arab di Jerusalem juga semakin berkembang, ini sangat berbeda dibandingkan sebelum perang 1948 dimana orang-orang berbeda latar belakang agama bisa hidup berdampingan dengan damai," ujar Desra.

Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:

Editor : Jodhi Yudono