Pabrik Toyota Indonesia Lumpuh

Jumat, 21 November 2014 | 16:51 WIB
KOMPAS/HERU SRI KUMORO Perakitan mobil di Toyota Motor Manufacturing Indonesia, Karawang, yang memproduksi kijang innova dan fortuner Senin (3/12/2012). Selain pasar domestik, kendaraan yang diproduksi juga diekspor ke 28 negara dalam bentuk mobil jadi atau completly build up. Hingga Oktober 2012, TMMIN telah memproduksi sebanyak 129.720 unit, 79.042 unit innova dan fortuner 50.678 unit.

Jakarta, KompasOtomotif — Toyota Indonesia sedang terpukul karena demo buruh, yang menuntut kenaikan upah minimum kabupaten (UMK) dinaikkan menjadi Rp 3,6 juta. Masalahnya, aksi para buruh ini cukup sporadis, sampai melakukan sweeping di pabrik Toyota, Karawang, Jawa Barat, Jumat (21/11/2014), mengakibatkan suplai komponen dari perusahaan pemasok terhambat.

Dampaknya, kinerja pabrik perakitan mobil tersebut kini terganggu dan membuat kapasitas produksi jadi "byarpet". Berdasarkan informasi dari sumber internal PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) yang mengetahui kejadian ini, Toyota selalu menjaga stok komponen pada level nol. Artinya, jika ada gangguan pada alur pasokan dari perusahaan komponen, maka produksi akan terganggu.

"Aksi ini sudah berlangsung sejak kemarin, lantas berlanjut hari ini. Sejak pagi, para buruh dari perusahaan pemasok sudah tidak kerja lagi. Jadi, kondisinya cripple (lumpuh)," ujar sumber itu kepada KompasOtomotif, Jumat (21/11/2014).

Sumber itu menjelaskan, meski semua pekerja TMMIN masih bekerja di pabrik, dengan kondisi alur pasokan komponen tersendat, maka prosesnya otomatis terganggu. Menurut dia, kerugian perusahaan pemasok komponen dalam kejadian seperti ini bisa mencapai Rp 50 miliar per hari karena mereka tidak berproduksi.

"Masalahnya, setiap perusahaan itu kan wajib memenuhi kontrak pasokan komponen ke mitra kerja di Indonesia. Belum lagi kalau sampai terhambat ekspor, perusahaan justru bisa kena denda karena terlambat mengirim," ujar sumber itu lagi.

Ketika dikonfirmasi, Bob Azam, Direktur Administrasi TMMIN, mengatakan, memang ada gangguan di pabrik karena aksi buruh. Namun, Bob masih belum mau menjelaskan ketika ditanya mengenai potensi kerugian Toyota.

"Sekarang ini belum ada hitungan resmi, tetapi kerugian terbesar terjadi kalau sampai terkait ekspor. Nama baik Indonesia bisa tercoreng di mata negara tujuan ekspor dan iklim investasi yang tidak aman," beber Bob kepada KompasOtomotif.

Belum diketahui sampai kapan aksi ini akan berlangsung. Pastinya, para buruh menuntut kenaikan UMP menjadi Rp 3,6 juta dari posisi saat ini, Rp 2,4 juta. Padahal, hitungan Rp 2,4 juta sudah merupakan hasil survei kebutuhuan hidup layak (KHL) yang dilakukan dengan melibatkan Dewan Pengupahan, mulai dari serikat buruh, Apindo, hingga Pemerintah Kabupaten Karawang.

Penulis : Agung Kurniawan
Editor : Azwar Ferdian