JAKARTA, KOMPAS.com — Secara terang-terangan,
Kementerian Perhubungan meminta Kementerian Kominfo untuk memblokir aplikasi penyedia layanan
ride sharing Uber dan Grab Car melalui surat yang dilayangkan pada Senin (14/3/2016).
Namun, layanan ojek motor GoJek yang serupa dengan
Uber dan Grab Car, yaitu layanan transportasi berbasis aplikasi, tidak disebut dalam surat permohonan tersebut.
Sebenarnya, Kemenhub secara tidak langsung juga menunjuk GoJek, tetapi dengan bahasa yang disamarkan.
Dalam surat permohonannya di nomor 2 butir c, Kemenhub menulis: "
Melarang seluruh aplikasi sejenis selama tidak bekerja sama dengan perusahaan angkutan umum yang mempunyai izin resmi dari pemerintah."
Jika ditelaah lebih lanjut, GoJek memenuhi kriteria di atas karena moda transportasi yang dipakai adalah kendaraan roda dua dengan pelat nomor hitam (kendaraan pribadi), serupa dengan
Uber yang juga menggunakan kendaraan berpelat hitam.
Bedanya, GoJek yang memang asli Indonesia sudah memiliki kantor resmi dan telah menjadi badan usaha tetap (BUT), sesuai permintaan pemerintah selama ini.
Gara-gara Jokowi?Menteri Perhubungan
Ignasius Jonan sebelumnya memang pernah menandatangani surat pelarangan operasi taksi dan ojek berbasis
online pada Kamis (17/12/2015) lalu.
Pelarangan tersebut tertuang dalam Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015 tertanggal 9 November 2015.
Namun, belum sampai 24 jam peraturan tersebut ditandatangani, Presiden RI
Joko Widodo meminta Kemenhub untuk meninjau ulang peraturan tersebut.
Menurut Jokowi, ojek tersebut hadir dan berkembang karena dibutuhkan masyarakat.
"Itu yang namanya ojek, yang namanya GoJek, ya ini kan hadir karena dibutuhkan oleh masyarakat. Itu yang harus digarisbawahi," kata Jokowi di Istana
Bogor,
Jawa Barat, Jumat (18/12/2015).
Karena itu, kata Jokowi, keberadaan ojek berbasis aplikasi jangan dibenturkan oleh peraturan apa pun yang dibuat kementerian terkait.
Jokowi meminta agar penegakan aturan dilakukan dengan memberikan waktu penyesuaian sampai moda transportasi publik lebih memadai.
"Jangan karena adanya sebuah aturan, ada yang dirugikan, ada yang menderita. Aturan itu yang buat siapa sih? Kita kan," ucapnya.