JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta
Basuki Tjahaja Purnama (
Ahok) menawarkan kepada
Badan Pengawas Pemilu (
Bawaslu) DKI untuk bekerja sama dengan program Jakarta Smart City untuk meminimalkan penggunaan anggaran.
"Sebenarnya bisa sistem berjalan dengan anggaran yang sangat murah. Kami sudah bicarakan juga dengan Pak Setiaji (Kepala UPT Smart City) agar
Bawaslu bisa memanfaatkan Smart City, seperti aplikasi
Qlue," kata Basuki, di Balai Kota, Senin (31/8/2015).
Nantinya semua warga bisa ikut berperan dan melaporkan pelanggaran yang terjadi saat
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI 2017. Menurut Basuki, tenaga yang dimiliki
Bawaslu juga tidak mencukupi untuk memantau pelanggaran Pilkada.
Melalui aplikasi
Qlue, warga bisa melaporkan serta mengirim foto pelanggaran kampanye yang ditemukan. Nantinya petugas dari
Bawaslu dan
Panitia Pengawas Pemilu (
Panwaslu) bisa mendapat notifikasi pelaporan warga tersebut.
"Nanti langsung ditindaklanjuti. Tahun depan, mereka mau mengajukan dana hibah Rp 98 miliar tapi kami analisis dulu," kata Basuki.
Pada kesempatan berbeda Ketua
Bawaslu DKI
Mimah Susanti mengaku bersepakat dengan tawaran Basuki tersebut.
Ia juga mengakui pihaknya membutuhkan waktu lama untuk bisa menemui warga di 267 kelurahan. Sehingga ia berharap Jakarta Smart City menjadi media yang efektif untuk bersosialisasi.
Mimah mengaku,
Bawaslu DKI mengajukan dana hibah hingga Rp 98 miliar pada Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) 2016.
Namun ia tidak mengetahui apakah usulan tersebut diterima atau tidak. Dana hibah itu berlaku mulai dari Januari 2016 hingga pelaksanaan
Pilkada DKI pada Februari 2017.
"Hibah itu rencananya untuk bayar gaji pengawas pemilu ada 996 personil, kami juga menambah 12.000-an petugas tempat pemungutan suara (TPS)," kata Mimah.