Peluh Bercucuran Demi Etape 1 Tambora Bike

By WAP, Selasa, 14 April 2015 | 18:12 WIB
KOMPAS.com/Wahyu Adityo Prodjo Salah satu pesepeda Tambora Bike mengacungkan jempol pada awal menempuh jalur Etape 1, Kamis (9/4/2015). Etape 1 Tambora Bike dimulai dari Alun-Alun Mataram menuju Desa Utan, Kecamatan Utan, Kabupaten Sumbawa.
WARNA jingga dengan corak hitam melengkapi hijau sawah di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, siang itu, Kamis (9/4/2015). Satu persatu peserta Tambora Bike mulai mengayuh pedal menyusuri rute sepeda. Mengawali perjalanan pukul 06.00 Wita, peluh-peluh bercucuran dari sekujur tubuh para peserta. Semua kehausan. Bahkan ketika berhenti di pinggir jalan Desa Pemepek, Kecamatan Pringgarata, Lombok Tengah saat pagi hari, mobil pengangkut logistik diserbu.

Sengatan matahari tampak menembus baju. Sang penguasa siang sedang berada di puncak amarahnya. Beberapa peserta Tambora Bike berkelakar matahari siang ini berjumlah 7 buah. Perlahan kayuhan melambat. Rombongan yang tadinya rapat, kini satu persatu mulai menjauh. "Mau minta air dong," kata salah satu peserta yang kehausan.

Bukan tanpa alasan mereka kehausan, rute dari Lombok Tengah menuju Lombok Timur tergolong ekstrem. Rute yang dilewati menanjak cukup terjal. Berdasarkan pantauan KompasTravel, Kamis (9/4/2015),  elevasi jalan yang dilewati oleh para sepeda mencapai 60 derajat dengan terik matahari yang memancar. Salah satu peserta dari Lombok, Ade Bandesa mengatakan ini termasuk paling panas. Bahkan ketika ia bersepeda Mataram-Bima, cuaca tidak sepanas ini.

KOMPAS.com/Wahyu Adityo Prodjo Para peserta Tambora Bike mengayuh mencoba melewati jalur menanjak di Jalan Negara Mambendaya, Desa Mambendaya, Kecamatan Selong, Kabupaten Lombok Timur, Kamis (9/4/2015). Jalan menanjak merupakan salah satu tantangan bagi para pesepeda Tambora Bike selain cuaca yang panas.
Cuaca panas memang menjadi salah satu tantangan terberat selain jalur yang menanjak. Wajah para pesepeda terlihat mulai terbakar. Putaran roda juga semakin melambat mendekati waktu makan siang. Paparan sinar matahari langsung siap menghadirkan bahaya dehidrasi. Jika tidak ditangani, dehidrasi bahkan dapat menyebabkan kematian.

Lain halnya jika berpergian untuk berwisata. Wisatawan yang gemar fotografi akan mendapatkan foto-foto yang bagus. Cuaca terik adalah satu keuntungan untuk mengeksplor obyek wisata dan menghasilkan foto dengan pencahayaan yang cukup. Langit akan berwarna biru sempurna dan tumbuhan hijau terlihat lebih segar. Awan hanya akan sedikit terlihat atau bahkan tak terlihat.

Pada hari pertama saat menuju Pelabuhan Kayangan, 11 pesepeda terpaksa dievakuasi karena cuaca terik yang menghajar selama perjalanan. Panitia langsung tanggap menangani kejadian medis ini. Jarak dari tempat evakuasi  menuju Kayangan sebenarnya tinggal berjarak sekitar 10 kilometer. "Kebanyakan dehidrasi karena panasnya medan. Kita evakuasi pakai mobil kru," kata Radi Abadi, salah satu tim medis Tambora Bike kepada KompasTravel di Lombok Timur, Kamis (9/4/2015).

Saat matahari sedang berada hampir persis di atas kepala, penanganan secara medis pun segera dilakukan. "Kita berikan minuman elektrolit," katanya. Dokter yang juga rajin bersepeda ini juga memberikan tips agar jangan banyak berhenti karena tubuh akan sulit menyesuaikan suhu kembali. Pun dengan cara mengayuh sepeda. "Pelan tapi stabil untuk mencegah cedera otot," Radi.

Pesepeda mendapatkan sedikit oase ketika memasuki rumah makan. Perut-perut lapar segera diisi. Semua riang tertawa seperti tak membayangkan rute selanjutnya yang akan ditempuh. Sebuah rumah makan dengan bangunan terbuat dari bambu, menampung hampir 130 pesepeda. Pelataran parkir mendadak dipenuhi oleh sepeda-sepeda para penjelajah Lombok-Sumbawa. Untuk dua jam ke depan, para peserta dapat beristirahat sejenak di atas kapal feri penyeberangan Selat Alas.

KOMPAS.com/Wahyu Adityo Prodjo Para pesepeda berfoto di dek atas kapal feri saat menyeberang Selat Alas, Kamis (9/4/2015). Selat Alas merupakan selat yang menghubungkan Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa.
Biru langit dan laut Selat Alas menyihir para pesepeda. Cuaca panas masih setia menemani. Gumpalan awan sedikit berjajar di atas selat yang memisahkan Pulau Lombok dan Sumbawa ini. Beberapa, pesepeda rela terpapar panas matahari demi mendapatkan sekeping kenangan kala menyeberang selat. Namun sebagian besar peserta memilih tidur di dalam kapal feri dibanding keluar di tengah panas terik dan juga bernyanyi.

Riuh ramai pelabuhan mulai terlihat dari atas kapal. Bukit-bukit menghijau menghampar. Etape 1 akan dilanjutkan di Kabupaten Sumbawa. Sementara penumpang sibuk turun ke tempat parkir untuk bersiap. Para pesepeda tak mau kalah gaduh. Sebelumnya banyak yang berfoto sebelum meninggalkan kapal yang hanya digunakan oleh rombongan Tambora Bike. Sepeda dan mobil memenuhi perut kapal.

KOMPAS.com/Wahyu Adityo Prodjo Para pesepeda melanjutkan Etape 1 di Pulau Sumbawa menuju Desa Utan, Kamis (9/4/2015). Etape 1 Tambora Bike dimulai di Alun-Alun Mataram pada pukul 06.00 Wita.
Panas kembali menyerbu para pesepeda ketika mulai menginjakkan kaki di tanah Sumbawa. Roda-roda mulai bergulir. Dengan kembali didampingi marshall, etape 1 dilanjutkan.  Kali ini KompasTravel mulai menjajal sisa rute Tambora Bike sejarak hampir 26 kilometer dari Pelabuhan Pototano menuju Desa Utan. Cuaca panas langsung menusuk kepala seperti dihujani paku.

Jam menunjukkan pukul 15.00 Wita. Atap mobil yang sedari tadi melindungi ketika meliput Tambora Bike sekarang berganti langit lepas. Sapi di kiri dan kanan jalan menyambut kedatangan. Tak hanya itu, anak-anak pun berjajar di pinggir jalan mengulurkan tangan untuk sekedar merasakan sentuhan dengan para pesepeda. "Semangaaaat! Ayo!" teriak mereka. Senyumnya melunturkan lelah yang tersurat di wajah para pesepeda.

Dalam mengatasi panas dalam bersepeda, tim medis Radi Abadi menyarankan untuk menggunakan tabir surya dan dioleskan ke bagian tubuh yang terpapar sinar matahari. Hal itu bertujuan untuk melindungi dari kanker kulit. Sementara untuk mencegah dehidrasi, Radi terus mengingatkan untuk banyak mengkonsumsi air mineral maupun cairan elektrolit.

Sinar matahari mulai menghangat. Sebelum mencapai Desa Utan, tempat kami bermalam, sebagian pesepeda beristirahat di pinggir jalan. "Ini sedikit lagi. Di GPS saya tinggal 5 kilometer lagi," kata Yayak M. Saat, salah satu pesepeda.

Sekitar 20 menit beristirahat, semua kembali meninggalkan tempat istirahat di pinggir sawah. Jalan meliuk-liuk tapi cenderung datar menjadi hadiah di hari pertama. Pukul 17.00 Wita, para marshall memberikan tanda untuk membelokkan kemudi. Tenda militer telah terpasang rapi. Para pesepeda memarkirkan sepeda dan menghabiskan malam di tengah lapang sebelum beristirahat.

Gallery

challenge