Korupsi Massal Legislator Kota Malang Dinilai Rusak Nilai Demokrasi

By Reza Jurnaliston - Selasa, 4 September 2018 | 11:30 WIB
Salah satu anggota DPRD Kota Malang dari 22 anggota DPRD Kota Malang yang resmi ditahan usai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mereka sebagai tersangka baru  terkait kasus dugaan suap pembahasan APBD-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015, Senin (3/9/2018).
Salah satu anggota DPRD Kota Malang dari 22 anggota DPRD Kota Malang yang resmi ditahan usai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mereka sebagai tersangka baru terkait kasus dugaan suap pembahasan APBD-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015, Senin (3/9/2018). (KOMPAS.com/DYLAN APRIALDO RACHMAN)

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menuturkan, dugaan korupsi yang dilakukan secara “bancakan” oleh anggota legislatif merupakan tragedi bagi demokrasi di Indonesia.

Hal itu dikatakan Lucius menanggapi penetapan tersangka dan penahanan 41 anggota DPRD Kota Malang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Tentu saja tragedi di Malang ini menjadi begitu luar biasa, karena dari sisi manapun sulit rasanya memahami bagaimana mayoritas legislator secara kompak terjebak dalam permainan kotor. Bagaimana bisa hampir semua legislator punya sikap yang sama-sama buruknya dari semua aspek, etis dan yuridis,” ujar Lucius saat dihubungi Kompas.com, Selasa (4/9/2018).

Baca juga: Kasus DPRD Kota Malang, Korupsi Massal yang Mengkhawatirkan...

Lucius berpendapat, bukan perilaku koruptif oknum legislatif saja, melainkan sistem demokrasi yang dijalankan selama ini perlu dipertanyakan dan dikritisi.

“Praktek korupsi berjamaah seperti di Malang ini nampaknya bukan sekadar karena hasrat akan kemewahan pada diri legislator. Saya melihatnya sebagai efek dari budaya persekongkolan jahat yang secara sistematis dipelihara dari waktu ke waktu,” tutur Lucius.

Menurut Lucius, dalam konteks demokrasi saat ini hanya sebatas dimaknai secara prosedural dan pragmatisme.

Lucius menuturkan, hampir semua partai politik dan kader-kader parpol menjiwai kehidupan politik dengan semangat yang serba pragmatis dan transaksional.

“Pembahasan program untuk rakyat antar DPRD dan Pemerintah memakai sudut pandang pragmatisme tersebut. Semua pihak yang terlibat sebagai pembuat keputusan sama-sama mencari untung sesaat dari jasa yang mereka berikan berkat jabatannya,” tutur Lucius.

Sehingga, pembahasan anggaran tak bisa mulus, karena masing-masing pihak berupaya mencari untung dari anggaran tersebut.

“Usulan anggaran pemerintah sebaik apapun tak bisa begitu saja diterima jika anggota DPRD tak bisa langsung mendapatkan keuntungan dari situ. Sementara eksekutif juga dijangkiti semangat yang sama,”kata Lucius.

Sementara itu, menurut Lucius Parpol perlu bertanggung jawab atas perilaku korupsi para kader-kadernya.

“Keogahan parpol melakukan kaderisasi dan internalisasi nilai-nilai etis menjadi pintu masuk kehadiran semua wakil rakyat yang pikiran dan tindakannya serba pragmatis ini,” ujar Lucius.

“Lembaga legislator merupakan representasi kesemrawutan parpol, bahkan identitas parpol yang korup dan miskin integritas,” Lucius menambahkan.

Diberitakan sebelumnya, sebanyak 41 dari total 45 anggota DPRD Kota Malang periode 2014-2019 ditetapkan sebagai tersangka korupsi.

Baca juga: Datangi KPK, Mendagri Konsultasikan Kebijakan Diskresi terkait DPRD Kota Malang

Itu setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan 22 anggota DPRD Kota Malang sebagai tersangka kasus dugaan suap pembahasan APBN-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015.

Penetapan tersangka ini merupakan hasil pengembangan penyidikan KPK. Sebelumnya, dalam kasus yang sama, KPK sudah menetapkan 19 tersangka anggota DPRD Kota Malang.

"Penetapan 22 anggota DPRD Kota Malang tersebut merupakan tahap ketiga. Hingga saat ini, dari total 45 anggota DPRD Kota Malang, sudah ada 41 anggota yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK," papar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Senin.

Kompas TV Sekda kota Malang diminta melaporkan kondisi terkini pemerintahan kota Malang, terutama yang memerlukan fungsi anggota dewan.



Editor : Krisiandi
Artikel Terkait


Close Ads X