Mengenal Pesilat Hanifan YK, Peraih Medali Emas Asian Games 2018

By Kontributor Bandung, Dendi Ramdhani - Senin, 3 September 2018 | 16:47 WIB
Pesilat Hanifan YK saat berfoto bersama Dewi Yulianti (Ibu) dan Dani Wisnu (ayah) di Gor Padjadjaran, Bandung, senin (3/9/2018).
Pesilat Hanifan YK saat berfoto bersama Dewi Yulianti (Ibu) dan Dani Wisnu (ayah) di Gor Padjadjaran, Bandung, senin (3/9/2018). (KOMPAS.com/DENDI RAMDHANI)

BANDUNG, KOMPAS.com - Karir pesilat asal Jawa Barat, Hanifan Yudani Kusuma melejit setelah berhasil meraih medali emas pada Asian Games 2018.

Namanya kian melambung setelah aksinya memeluk Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto di podium mendapat apresiasi besar dari masyarakat.

Namun siapa sangka, pria berusia 20 tahun itu sempat ingin menjadi pebalap motor dan pemain Persib.

Ketertarikannya pada bidang sepak bola ditularkan sang kakek, Achmad Kosasih yang merupakan mantan kiper Persib era 60-an.

"Dulu saya suka balap motor, saya juga cinta Persib karena kakek saya juga mantan kiper Persib tahun 1960," ucap Hanif saat ditemui di Gor Padjadjaran, Bandung, Senin (3/9/2018).

Namun, pencak silat sudah terlanjur mendarah daging. Sebab, ibu dan bapaknya merupakan atlet pencak silat nasional yang bernaung di perguruan Tadjimalela.

"Tapi yang kenalin pencak silat ibu dan bapak saya. Karena mereka juga mantan atlet, jadi sudah mendarah daging," ujarnya.

Baca juga: Bisikan Hanifan, Peraih Emas Asian Games, Saat Peluk Jokowi dan Prabowo

Kendati menyukai Persib, ia tak bisa lepas dari pencak silat. Ia mengaku sedari kecil sudah diikutsertakan dalam berbagai kejuaraan.

"Dari kelas 1 SD sudah ikut latihan, nonton pertandingan bapak dan ibu atau nonton pelatnas. 2011 mulai serius ikut kejuaran Tadjimalela Cup di UIN saat itu kelas 6 SD itu pertama kali dan dapat perak," ungkapnya.

Latihan tendangan sejak SD

Proses perjalanan Hanif menjadi seorang pesilat sukses tak lepas dari didikan ayahnya, Dani Wisnu yang merupakan pesilat nasional. Dani mengatakan, teknik dasar silat sudah ia tanamkan kepada Hanif sejak usia sekolah dasar.

"Proses perjalanan panjang, dulu dia tiap pagi disuruh latihan nendang 10 kali kaki kiri dan 10 kali kaki kanan sejak kecil. Awalnya saya yang nyuruh, lama-lama kebiasaan," ucap Dani.

Seiring berjalannya waktu, Dani pun jeli melihat potensi anaknya. Ia pun mulai fokus menggodok Hanif agar jadi atlet besar. Selain diikutkan dalam beberapa kejuaraan, ia pun sering ikut menyaksikan kejuaraan pencak silat level internasional.

"Saya sengaja waktu Sea Games 2015 di Singapura dia diajak ke sana. Biar nonton bagaimana suasana pertandingan internasional. Saat itu dia bukan siapa-siapa, 2017 dia sudah Timnas. Meningkatkan moral dan mental itu penting, tak hanya teknik," kata dia.

Hanif pun mulai terbentuk sebagai pribadi yang disiplin. Selain giat berlatih, aktivitas Hanif tak pernah luput dari pengawasan orangtuanya.

"Hanif seperti remaja umumnya, hanya dia punya fokus dalam soal latihan, punya jadwal sendiri. Dia tahu kapan belajar, istirahat, latihan, dia atur sendiri," ujar Dani.

"Kita memberi ruang untuk berimajinasi mengeksplor pikiran dan perasannya, tapi tetap disiplin. Saya hanya ingatkan kalau ingin jadi juara hiduplah sebagai seorang juara, pergaulan, permainan, ingat waktu. Itu sudah jadi proses yang panjang. Itu yang terberat. Dukungan orangtua harus ful," tambahnya.

Dani bercerita, air matanya tak terbendung saat melihat anaknya dikalungkan medali emas. Namun, ia mengaku lenih terharu saat melihat anaknya secara spontan memeluk Jokowi dan Prabowo.

"Ya, otomatis namanya orangtua lihat anaknya berprestasi sangat bangga sekali. Tapi lebih terharu lagi ketika dia naik podium. Itu momentum enggak disangka-sangka dia akan melakukan hal seperti itu (memeluk Prabowo dan Jokowi). Itu betul-betul spontan dan di luar dugaan. Saya pikir bukan hanya saya, masyarakat Indonesia juga terharu, melihat dia dapat medali nangis, melihat momentum pelukan itu tambah nangis lagi," tutur Dani.

Atlet berpendidikan

Dewi Yanti Kosasih, ibunda Hanif, menyadari anakanya tengah berada di puncak karirnya. Ia pun terus mewanti-wanti agar anaknya tetap rendah hati serta fokus belajar.

Dewi memang ingin karir akademik Hanif tetap berjalan meski menjadi seorang atlet. Hanif masih tercatat sebagai mahasiswa di STKIP Cimahi dan Universitas Pasundan Bandung.

"Jadi pesilat kan harus sinkron antara pendidikan dan prestasi karena di pencak silat banyak yang sekolahnya S2, S3," ujar Dewi.

Baca juga: Bonus Besar Asian Games Pesilat Hanifan YK untuk Berangkatkan Haji Orangtua

Dewi pun berharap agar Hanif tak terjun ke dunia entertainmen. Menurutnya, menjadi atlet sudah cukup untuk menjadi modal kehidupanya.

"Kalau untuk main film atau keartisan saya tak ada ke arah sana. Saya hanya ingin dia jadi pesilat sejati, berpendidikan yang baik. Karena saya rasa dengan pendidikan yang baik sudah bisa dipakai modal untuk kehidupannya," ujarnya.

Dewi juga sangat ketat dalam mengelola keuangan Hanif, mengingat ia mendapat bonus besar atas prestasinya. Ia tak ingin Hanif senasib dengan beberapa atlet yang punya cerita kelam di masa tuanya.

"Kebetulan yang kelola uang saya sebagai ibunya, dia percayakan kepada saya. Dia juga belajar bisnis kaos nama brandnya HYK. Jersey olahraga begitu lah, konveksian ada kerja sama dengan saudara," jelasnya.

Kompas TV Bagi para pengikut atau pendukung kedua politisi tersebut, sehausnya momentum ini bisa dijadikan panutan.



Editor : Farid Assifa
Artikel Terkait


Close Ads X