Membedakan Tari Saman dan Tari Semi Urban Ratoh Jaroe

By Kontributor Takengon, Iwan Bahagia - Jumat, 24 Agustus 2018 | 07:49 WIB
Para pelatih penari Tari Saman Massal 10.001 Penari di Gayo Lues, Minggu (13/8/2017).
Para pelatih penari Tari Saman Massal 10.001 Penari di Gayo Lues, Minggu (13/8/2017). (KOMPAS.com/IWAN BAHAGIA)

TAKENGON, KOMPAS.com - Tarian kreasi asal Aceh pembuka Asian Games 2018 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (18/8/2018), yang melibatkan 1.500 penari perempuan, ternyata menjadi pembahasan tersendiri bagi sejumlah kalangan yang ada di bumi Serambi Mekah.

Sebab banyak yang mengira tarian itu adalah Tari Saman, sebuah tari tradisional asal Kabupaten Gayo Lues, Aceh, dan ada pula yang menganggap itu adalah tari kreasi Ratoh Jaroe, yang berkembang di Jakarta sejak tahun 2000.

Adalah Yusri alias Dek Gam, seorang pelatih tari yang mengaku sebagai pencipta Ratoh Jaroe, sebuah jenis tari garapan yang ia ajarkan sejak menginjakan kaki di ibu kota. Dia memberikan perbedaan antara Ratoh jaroe dengan Tari Saman. 

Baca juga: Mengenal Ratoh Jaroe, Tarian Aceh yang Memukau Saat Pembukaan Asian Games

“Ratoh Jaroe berkembang saat saya berangkat ke Jakarta tahun 1999, saya melihat di Jakarta hanya ada tarian duduk bernama Rampai Aceh, dan tidak mengenakan rapai (alat pukul khas Aceh) pengiringnya, hanya vokal. Tarian ini di populerkan almarhum Nurdin Daud dan Marzuki Hasan yang masih ada sampai sekarang,” kata Dek Gam, Kamis (23/8/2018).

Dirinya mengaku pertama kali mengajarkan Tari Saman di SMA 70 pada saat itu. Kemudian berkembang ke sekolah-sekolah lain. Dek Gam kemudian mengembangkan tarian tersebut menjadi tari kreasi yang berbeda dengan menggunakan musik pengiring, terutama rapai, sehingga dinamai Ratoh Jaroe.

“Berjalannya waktu, tarian ini kian diminati sama pelajar perempuan se-DKI terutama, sehingga jadi ekstra kulikuler (Eskul) paling favorit, dan menjadi tarian yang dikompetisikan setiap bulan, bahkan setiap hari kalau sekarang,” ucapnya.

Baca juga: Berita Foto: Megahnya Tari Saman Kolosal di Gayo Lues

Dengan demikian ungkap Dek Gam, tarian ini sepenuhnya berkembang di Jakarta, sehingga rekannya dari Aceh turut serta di hadirkan ke Jakarta untuk melangajarkan tarian tersebut.

“Karena memang di Aceh sendiri saat itu belum berkembang, karena di Aceh sendiri punya tarian duduk seperti Ratoh Duek dari wilayah barat Aceh dan Rateb Meusekat yang diperkirakan berasal dari Nagan Raya. Rateb Meusekat ini hanya vokal, penarinya perempuan tanpa rapai,” sebutnya.

Dilanjutkan Dek Gam, pada saat ia mulai mengajarkan Ratoh Jaroe yang kini kian berkembang pesat di Indonesia tersebut, dirinya belum mengenal Tari Saman secara detail, karena tidak mendapatkan pengetahuan yang cukup mengenai tarian asal Dataran Tinggi Gayo tersebut.

“Saya pernah meminta agar pelatih Tari Saman ke Jakarta, tetapi saat itu tidak ada tanggapan. Pada saat itu ada seminar, sekitar tahun 2014,” Terangnya.

Baca juga: Gaura Mancacarita, Pria Australia di Balik Mendunianya Tari Saman

Banyaknya anggapan Tari Ratoh Jaroe sebagai Tari Saman oleh sebagian besar masyarakat menurut Dek Gam, dikarenakan dalam bahasa Aceh, mengajak seseorang menari dengan menggunakan kalimat “Jak ta musamman”, yang artinya ayo kita menari.

Sehingga semua tarian duduk yang berasal dari Aceh diasumsikan oleh masyarakat sebagai Tari Saman.

Menurut Dek Gam, Ratoh Jaroe itu sangat jelas yang menarikan perempuan, dengan jumlah tidak terbatas. Berbeda dengan tarian lain di Aceh, seperti Tari Saman dari Gayo Lues.

"Tari Ratoh Jaroe ini menjadi tarian semi-urban, atau tari pendatang baru di dalam tarian Aceh, tari ini belum menjadi tari tradisional, karena banyak mengadopsi sejumlah tarian duduk yang ada di Aceh, Ratoh Duek, Rateb Meusekat, Rapai Geleng dan Likok Pulo,” tambah Dek Gam, yang artinya Ratoh Jaroe sama sekali tidak menandung unsur Tari Saman.

Kreasi baru

Berbeda dengan penuturan Sastrawan asal Aceh Fikar W Eda, Ratoh Jaroe adalah tari kreasi baru yang hanya hidup di Jakarta. Ratoh Jaroe mengkombinasikan gerakan tari tradisi yang ada di Aceh, seperti Tari Saman, Rateb Meusekat, Ratoh Duek.

Baca juga: SMP Plus Islamic Village - Tari Ratoh Jaroe

Menurut dia, unsur gerakan Tari Saman itu kentara pada gerakan tangan seribu pada Ratoh Jaroe, dan gerakan tangan dalam bentuk yang cepat itu terinspirasi dari gerakan Saman.

Makanya dulu di Jakarta tarian tersebut pernah diprotes karena dinamai Saman, kalau Tari Saman itu tradisi Gayo yang penarinya merupakan laki-laki.

"Tapi pada pembukaan Asian Games itu bukan Tari Saman dan bukan Ratoh Jaroe. Tetapi bersumber dari gerakan tari yang ada di Aceh, salah satunya adalah tari Saman,” ujar Fikar, Kamis (23/8/2018).

Meskipun tidak diakui oleh Dek Gam jika Tari Ratoh Jaroe mengandung unsur Saman, namun Fikar memastikan tidak mempersoalkan itu, karena secara fakta Ratoh Jaroe mengandung unsur tarian yang dikembangkan oleh Syeh Saman tersebut.

Baca juga: Jelang Tari Saman Massal, Hotel di Gayo Lues Penuh

“Jadi soal pengakuan (Dek Gam), ya terserah. Tetapi itu adalah gerakan Saman, gerakan yang berkelebat cepat. Itu hanya ada pada Saman,” jelas Fikar.

“Mungkin koreografer tarian pembuka Asian Games itu terisnpirasi dari Saman dan Ratoh Jaroe,” ungkapnya.

Fikar mengaku sudah pernah mempublikasikan soal profil Dek Gam yang mengembangkan Tari Ratoh Jaroe, dalam tulisan itu jelas dirinya menulis bahwa Ratoh Jaroe memang terinspirasi dari Tari Saman.

Sementara itu berdasarkan informasi yang diperoleh Kompas.com, tarian pembuka Asian Games 2018 18 Agustus yang memukau tamu dari puluhan negara dan ribuan pengunjung Stadion Utama Gelora Bung Karno lalu di namai Tari ‘Garis Indonesia’ oleh sang koreografer, Denny Malik, yang memperkenalkan unsur gerakan tari asal Aceh, dengan kostum mirip pakaian adat Aceh. 

Kompas TV Simak dalam Kompas Petang berikut ini.



Editor : Aprillia Ika
Artikel Terkait


Close Ads X