Rahasia Irfan Melawan Serangan Begal

By Aiman Witjaksono - Senin, 4 Juni 2018 | 11:38 WIB
Pemuda yang menewaskan pembegal, Mohamad Irfan Bahri dan Ahmad Rafiki, mendapat piagam penghargaan dari Kapolres Metro Bekasi Kota Kombes Indarto di Lapangan Mapolres Metro Bekasi Kota, Kamis (31/5/2018).
Pemuda yang menewaskan pembegal, Mohamad Irfan Bahri dan Ahmad Rafiki, mendapat piagam penghargaan dari Kapolres Metro Bekasi Kota Kombes Indarto di Lapangan Mapolres Metro Bekasi Kota, Kamis (31/5/2018). (KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D)


MUHAMMAD Irfan Bahri (MIB), pemuda berusia 20 tahun, berhasil mematahkan serangan kelompok pembegal di Jembatan Summarecon, Bekasi, Jawa Barat, pekan lalu. Padahal, Si Begal siap menerkam Irfan dan rekannya dengan celurit tajam!

Apa yang dilakukan Irfan kala itu sehingga serangan berbalik tertuju kepada Si Begal?

Kasus ini terkesan perampokan biasa seperti yang kerap terdengar di sejumlah media massa dan media sosial. Padahal ada yang berbeda dari kasus ini.

Pertama, kasus ini sempat membuat heboh karena awalnya polisi justru menetapkan korban begal, Irfan Bahri, sebagai tersangka pembunuh. Padahal, Irfan membunuh karena terdesak.

Kedua, kasus ini juga tidak biasa karena pembegal tewas di tangan korbannya. Biasanya, pembegal tewas karena dikeroyok massa yang main hakim sendiri.

Sehari tersangka, lalu direvisi

Saya mulai dari poin pertama.  Saya mewawancarai khusus Kapolres Bekasi Komisaris Besar Polisi Indarto atas peristiwa ini.

Pertanyaan saya, mengapa korban begal Irfan Bahri sempat ditetapkan sebagai tersangka sebelum akhirnya direvisi sebagai saksi?

Kapolres menjelaskan, ada slip of tongue alias salah memberikan pernyataan oleh Kasatreskrim Polres Bekasi AKBP Jairus Saragih atas kasus ini.

Ia pun meminta maaf atas kekhilafan ini seraya mengatakan bahwa ia bertanggung jawab atas apa yang terjadi dengan jajarannya.

Menurut Indarto, awalnya kasus ini sumir. Pasalnya, baik korban dan pelaku sama-sama terluka. Setelah mendapat perawatan di rumah sakit berbeda, keduanya mengaku sebagai korban begal alias perampokan yang disertai dengan kekerasan.

Saat pembegal mengaku sebagai korban

Polisi sempat menduga ada dua kasus pembegalan. Namun, setelah dilakukan penyelidikan, ternyata hanya ada satu kasus. Pertanyaan berikutnya, siapa korban dan siapa pelaku?

Polisi kembali mengembangkan penyelidikan hingga sampailah  pada kesimpulan: Irfan adalah korban. Ceritanya, Irfan dan rekannya sedang melakukan swafoto alias selfie di jembatan Summarecon, Bekasi, sekitar pukul 1 dini hari, Rabu (23/5) pekan lalu.

Keduanya kemudian didatangi oleh dua orang yang mengendarai 1 sepeda motor dan membawa celurit. Kedua orang yang baru datang ini kemudian meminta telepon seluler (ponsel) Irfan dan temannya.

Alhasil pergulatan terjadi. Irfan sempat terluka meski akhirnya berhasil merebut kembali ponsel miliknya dan temannya.

Tidak hanya itu, Irfan juga berhasil melukai kedua pelaku. Satu pelaku terluka parah. Setelah melewati masa perawatan 12 jam, pelaku yang terluka parah ini akhirnya tewas.

Pembelaan dan penghakiman massa

Selain mengarah kepada pelaku begal, penyelidikan juga mengarah ke Irfan karena menyebabkan kematian.

Blunder status hukum sempat terjadi. Irfan Bahri, korban begal, sempat ditetapkan tersangka meski sehari kemudian direvisi dan justru diberi penghargaan karena tindakannya dianggap membantu Polisi memberantas kejahatan.

Apa yang dilakukan Irfan dianggap sebagai bela paksa yaitu melakukan perlawanan demi membela diri. Soal ini bela paksa ini diatur dalam Pasal 49 KUHP. Ayat satu Pasal 49 KUHP berbunyi:

"Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum."

Baca juga: Dua Pemuda yang Melawan Begal di Bekasi Dapat Penghargaan dari Polisi

Jangan disamakan membela diri dengan penghakiman massa. Itu dua hal berbeda.

Pembelaan harus memenuhi unsur tidak ada niat jahat (mens rea) dan yang melakukan pembelaan harus dalam kondisi terancam.

Berbeda jika ada banyak orang lain yang mencoba membantu dan tidak dalam keadaan terancam lalu melakukan penganiayaan terhadap pelaku. Itu namanya pengeroyokan, bukan pembelaan. Hati-hati dengan batasan ini.

Program AIMAN yang tayang Senin (4/6/2018) pukul 8 malam di KompasTV membahas detail soal batasan ini.

Rahasia Irfan

Lalu, apa rahasia Irfan sehingga lihai melawan begal?

Irfan adalah seorang santri asal Pamekasan, Madura, Jawa Timur. Ia sedang berlibur ke rumah pamannya di Bekasi, Jawa Barat.

Sejak 4 tahun silam, ia rajin menggeluti olah raga bela diri di pesantren tempat asalnya di Madura. Senjata tajam celurit pun kerap kali jadi latihan silat yang ia tekuni.

Rupanya ia terbiasa melakukan simulasi pertarungan di tempat latihan. Nahas, kedua begal itu tidak tahu siapa yang sedang dilawannya.

Kepada saya, Irfan mengungkapkan permohonan maaf mendalam kepada keluarga pelaku begal. Dengan terbata, sambil tertunduk, ia mengatakan bahwa di pesantren ia diajarkan bela diri, tapi tak pernah diajarkan membunuh.

Meskipun statusnya membela diri, perasaan berkecamuk di dada Irfan tak terelakkan akibat kematian seseorang. Jika Irfan tidak membela diri, ia bisa saja tewas di tangan pembegal.

Saya Aiman Witjaksono
Salam…

Editor : Heru Margianto
Artikel Terkait


Close Ads X