Setelah Setya Novanto, Siapa Aktor Besar yang Dapat Giliran Berikutnya?

By Abba Gabrillin - Rabu, 25 April 2018 | 07:25 WIB
Setya Novanto saat menghadiri sidang vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (24/4/2018). KPK menduga Setya Novanto melakukan perbuatan melawan hukum dan atau penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara terkait pengadaan proyek KTP elektronik.
Setya Novanto saat menghadiri sidang vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (24/4/2018). KPK menduga Setya Novanto melakukan perbuatan melawan hukum dan atau penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara terkait pengadaan proyek KTP elektronik. (KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)

JAKARTA, KOMPAS.com — Perjalanan kasus hukum mantan Ketua DPR Setya Novanto berakhir di tangan lima anggota majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Mantan Ketua Fraksi Partai Golkar itu divonis 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.

Dalam sidang putusan yang digelar pada Selasa (24/4/2018), majelis hakim juga mewajibkan Novanto membayar uang pengganti senilai Rp 66 miliar.

Tidak cuma itu, Novanto juga diganjar dengan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama lima tahun setelah menjalani pidana pokok.

Hukuman terhadap Novanto memang tergolong paling besar di antara tiga terdakwa sebelumnya.

Baca juga: Setya Novanto: Saya Sangat Syok

Bukan hanya karena jumlah uang yang diperolehnya, melainkan juga karena statusnya yang tergolong sebagai aktor besar di balik korupsi pengadaan e-KTP pada 2011-2013.

Novanto terbukti menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau kedudukannya selaku anggota DPR sekaligus Ketua Fraksi Golkar.

Menurut hakim, Novanto terbukti terlibat sejak awal pembahasan proyek e-KTP. Keterlibatan itu dalam mengoordinasikan anggaran serta melakukan pertemuan dengan pihak Kementerian Dalam Negeri dan pengusaha.

Menurut hakim, Setya Novanto selaku ketua fraksi memiliki pengaruh lebih dibandingkan dengan anggota DPR lainnya. Novanto berwenang mengoordinasikan anggota Fraksi Golkar di setiap komisi dan alat kelengkapan Dewan.

Anggota Divisi Investigasi dan Publikasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun, saat ditemui di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (17/6/2015).
Anggota Divisi Investigasi dan Publikasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun, saat ditemui di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (17/6/2015). (KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN)
Salah satunya Komisi II DPR yang bermitra dengan Kementerian Dalam Negeri dan terlibat dalam proyek pengadaan e-KTP.

Baca juga: Keterangan Novanto soal Anggota DPR Penerima Uang E-KTP Tak Dipertimbangkan Hakim

Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun mendesak agar KPK menindaklanjuti nama-nama yang muncul dalam persidangan Setya Novanto.

"ICW mendorong agar KPK menelurusi dan menindaklanjuti informasi terkait sejumlah nama yang kembali disebutkan," kata Tama dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa.

Novanto diduga bukan satu-satunya aktor besar dalam kasus ini. Hal itu diakui sendiri oleh Novanto dalam persidangannya.

Kepada majelis hakim, Novanto pernah menyebut sejumlah nama anggota DPR yang memiliki kaitan dengan proyek e-KTP dan ikut menerima uang dari para pengusaha.


Mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera, Irvanto Hendra Pambudi, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/11/2017).
Mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera, Irvanto Hendra Pambudi, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/11/2017). (KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN)
Nyanyian Setya Novanto

Novanto menyebut pemberian kepada anggota DPR dilakukan oleh pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong melalui keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.

Menurut Novanto, pada Rabu (21/3/2018), sehari sebelum sidang pemeriksaan terdakwa, ia dikonfrontasi dengan Irvanto oleh penyidik KPK.

Saat itu, menurut Novanto, Irvanto mau mengakui bahwa ia digunakan sebagai kurir untuk mengantar uang kepada anggota DPR.

Orang yang diberikan uang adalah Olly Dondokambey, Tamsil Linrung, Mirwan Amir, Melchias Markus Mekeng, Arif Wibowo, Ganjar Pranowo, dan M Jafar Hafsah.

Baca juga: Menurut Hakim, Setya Novanto Terbukti Memperkaya Diri, Orang Lain, dan Korporasi

Menurut Novanto, sesuai keterangan Irvanto, setiap anggota DPR mendapat 500.000 dollar Amerika Serikat. Adapun total seluruhnya 3,5 juta dollar AS.

Selain itu, Novanto juga menyebut mantan Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap menerima uang dari pengusaha Andi Narogong.

Kemudian, dalam konfrontasi lainnya di gedung KPK, menurut Novanto, Irvan menyebut ada uang yang diberikan kepada Ketua Komisi II DPR Agun Gunandjar Sudarsa.

Irvan menemani pengusaha Made Oka Masagung saat menyerahkan uang 500.000 dollar Singapura untuk Komisi II DPR. Pemberian melalui Agun Gunandjar di Senayan City.

Baca juga: Hakim Cabut Hak Politik Setya Novanto

Kemudian, menurut Novanto, sebagian uang yang diberikan oleh Made Oka Masagung, 1,4 juta dollar AS, diberikan kepada Agun Gunandjar. Uang itu juga ditujukan kepada Komisi II DPR.

Mereka yang diperkaya menurut hakim.

Majelis hakim dalam sidang putusan juga memastikan bahwa Novanto terbukti memperkaya diri, orang lain, dan korporasi. Sejumlah nama pejabat disebut hakim.

Beberapa di antaranya Gamawan Fauzi selaku mantan Menteri Dalam Negeri. Menurut hakim, Gamawan melalui adiknya, Azmin Aulia, diperkaya Rp 50 juta serta mendapat sebidang tanah dan sebuah ruko.

Baca juga: Setya Novanto Divonis Bayar Uang Pengganti Sekitar Rp 66 Miliar

Kemudian, politisi Partai Hanura, Miryam S Haryani, 1,2 juta dollar AS. Dua politisi Golkar, Markus Nari dan Ade Komarudin, masing-masing 400.000 dollar AS dan 100.000 dollar AS.

Selain itu, mantan Ketua Fraksi Demokrat M Jafar Hafsah 100.000 dollar AS dan mantan Sekretaris Jenderal Kemendagri Diah Anggraini 500.000 dollar AS dan Rp 22 juta.

Sejumlah anggota DPR periode 2009-2014 sebesar 12,8 juta dollar AS dan Rp 44 miliar.

Namun, dari beberapa nama tersebut, baru Markus Nari yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Kompas TV Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis Novanto 15 tahun penjara.
Editor : Sabrina Asril
Artikel Terkait


Close Ads X