Modus Koruptor Sembunyikan Aset, dari Jasa "Money Changer" hingga Surat Utang

By Rakhmat Nur Hakim - Minggu, 14 Januari 2018 | 18:19 WIB
Pakar hukum Paku Utama (paling kanan) dalam diskusi pelacakan aset pidana di Cikini, Jakarta, Minggu (14/1/2018)
Pakar hukum Paku Utama (paling kanan) dalam diskusi pelacakan aset pidana di Cikini, Jakarta, Minggu (14/1/2018) (Kompas.com/Rakhmat Nur Hakim)

JAKARTA, KOMPAS.com — Konsultan hukum dan praktisi pelacakan aset pidana, Paku Utama, mengungkapkan, ada sejumlah modus yang digunakan koruptor untuk menyembunyikan asetnya dari kejaran penegak hukum.

Pertama, ia mencontohkan modus yang digunakan mantan Ketua DPR Setya Novanto yang menggunakan jasa money changer untuk menutupi jejak uang yang diterimanya dari perwakilan perusahaan Biomorf, Johannes Marliem.

"Cara dia (Setya Novanto) mindahin duit dari Jakarta ke Mauritius enggak transfer lewat bank dan lain-lain, tapi dia jualan ke money changer dengan harga lebih murah. Ini dikirim untuk menyamarkan," kata Paku dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta, Minggu (14/1/2018).

Ia menambahkan, ada pula modus lain yang kerap dipakai para koruptor untuk mengelabui penegak hukum dalam melacak aset hasil pidana, yakni menggunakan surat utang.

Ia mencontohkan, ada seorang koruptor yang ingin memiliki perusahaan untuk korupsi, tetapi tak menggunakan nama pribadi maupun orang dekat. Caranya, ia mengutangi seseorang yang hendak berbisnis.

Baca juga: "Money Changer" Akui Jadi Perantara Uang dari Perusahaan Johannes Marliem

Dalam klausul utang, seseorang tersebut diwajibkan pula membeli saham perusahaan yang hendak dimiliki koruptor tersebut sehingga nama pemegang saham yang tercantum bukan si koruptor, melainkan orang yang diutanginya.

Dalam klausul utang pula, orang yang berutang pada koruptor dan kini memiliki saham perusahaan wajib meminta persetujuan si koruptor jika hendak menyetujui transaksi Rp 1 miliar atau lebih.

Dengan demikian, pemilik perusahaan yang sesungguhnya ialah si koruptor, meski namanya tak tercatat, sehingga bisa mengelabui saat asetnya dilacak.

"Ini konsep yang terjadi di lapangan," lanjut dia.

Kompas TV Ia juga memprotes penjemputan paksa yang terjadi dalam hitungan kurang dari 24 jam.



Editor : Farid Assifa

Close Ads X