Dua Terdakwa Kasus Suap Pejabat Bakamla Hadapi Vonis Hakim

By Abba Gabrillin - Rabu, 17 Mei 2017 | 09:39 WIB
Dua terdakwa mantan pegawai PT Melati Technofo Indonesia, Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (5/5/2017).
Dua terdakwa mantan pegawai PT Melati Technofo Indonesia, Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (5/5/2017). (KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN)

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua terdakwa mantan pegawai PT Melati Technofo Indonesia, Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus, akan menghadapi vonis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (17/5/2017). Keduanya merupakan terdakwa dalam kasus suap empat pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla).

Adami dan Hardy dituntut 2 tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keduanya juga dituntut membayar denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Dalam pertimbangannya, jaksa menilai perbuatan kedua terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme.

Meski demikian, jaksa menilai keduanya bersikap kooperatif selama persidangan. Keduanya telah mengakui perbuatan dan merasa menyesal.

(Baca: KPK Dikritik Tak Mampu Tangkap Pelaku Utama Kasus Bakamla)

Selain itu, hal lain yang meringankan tuntutan, kedua terdakwa mau membantu penegak hukum dalam mengungkap pelaku lain yang memilki peran lebih besar. Atas hal tersebut, kedua terdakwa diberikan status sebagai justice collaborator.

Menurut jaksa, Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta terbukti menyuap empat pejabat Bakamla. Keempatnya yakni, Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerjasama Bakamla Eko Susilo Hadi sebesar 100.000 dollar Singapura dan 88.500 dollar AS, dan 10.000 Euro.     

Eko juga sebagai Sekretaris Utama Bakamla dan kuasa pengguna anggaran (KPA) Satuan Kerja Bakamla Tahun Anggaran 2016.

Kemudian, Bambang Udoyo, selaku Direktur Data dan Informasi pada Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerjasama Bakamla sebesar 105.000 dollar Singapura. Ia juga merangkap sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK).

(Baca: Penyuap Pejabat Bakamla Diberi Status "Justice Collaborator" )

Selanjutnya, Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan sebesar 104.500 dollar Singapura, dan Tri Nanda Wicaksono selaku Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sestama Bakamla sebesar Rp 120 juta.

Menurut jaksa, pemberian itu dilakukan agar PT Melati Technofo Indonesia yang dimiliki Fahmi Darmawansyah, dimenangkan dalam kegiatan pengadaan monitoring satelit di Bakamla.

Dalam nota pembelaan (pleidoi) yang dibacakan, Senin (15/5/2017), keduanya mengakui bersalah kepada majelis hakim. Keduanya juga meminta maaf dan menyatakan rasa penyesalan.

Keikutsertaan perusahaan milik Fahmi diawali kedatangan politisi PDI Perjuangan Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi. Ali Fahmi yang merupakan staf khusus Kepala Bakamla Arie Soedewo datang ke Kantor PT Merial Esa di Jalan Imam Bonjol, Jakarta.

Dalam pertemuan itu, Ali Fahmi menawarkan Fahmi Darmawansyah untuk bermain proyek di Bakamla. Namun, Fahmi diminta untuk mengikuti arahan Ali Fahmi, dan memberikan fee sebesar 15 persen dari nilai pengadaan.

Kompas TV Mantan Deputi Bakamla Jalani Sidang Perdana di Tipikor



Editor : Sabrina Asril
Artikel Terkait


Close Ads X