KPK "Ancam" Jemput Paksa Bupati Halmahera Timur untuk Jadi Saksi

By Abba Gabrillin - Kamis, 9 Februari 2017 | 19:24 WIB
Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Selasa (7/2/2017).
Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Selasa (7/2/2017). (KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN)

JAKARTA, KOMPAS.com -  Bupati Halmahera Timur Rudi Erawan diperingatkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk hadir sebagai saksi dalam persidangan bagi terdakwa mantan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary.

KPK mengancam akan menjemput paksa Rudi apabila tidak juga hadir dalam pemanggilan yang ketiga.

"Kalau tidak hadir dalam pemanggilan ketiga ini, akan dipertimbangkan untuk melakukan panggilan paksa," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Kamis (9/2/2017).

Rudi Erawan telah dua kali dipanggil dan tidak datang memenuhi panggilan. Jaksa KPK telah melakukan penjadwalan ulang dan meminta agar Rudi hadir dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 13 Februari 2017.

Menurut Febri, pemanggilan tersebut dilakukan atas perintah ketua majelis hakim yang memimpin persidangan terhadap Amran.

Bupati Halmahera Timur Rudi Erawan disebut menerima uang Rp 6,1 miliar secara bertahap. Hal itu dikatakan Imran S Djumadil, tangan kanan Amran HI Mustary, saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/1/2017).

(Baca: Bupati Halmahera Timur Disebut Terima Uang Rp 6,1 Miliar)

Imran bersaksi untuk Amran yang didakwa menerima suap dari pengusaha dan memberikan suap kepada sejumlah anggota Komisi V DPR.

"Rp 3 miliar saya serahkan ke Bupati Halmahera Timur," kata Imran kepada majelis hakim.

Menurut Imran, uang Rp 3 miliar tersebut berasal dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir. Awalnya, Abdul Khoir memberikan Rp 6 miliar kepada Amran HI Mustary.

Menurut Imran, uang tersebut tidak berkaitan langsung dengan proyek pekerjaan di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), yang anggarannya diusulkan melalui program aspirasi anggota Komisi V DPR.

Namun, menurut Imran, uang Rp 3 miliar tersebut terkait Rudi Irawan yang merupakan politisi PDI Perjuangan di Maluku Utara.

"Tidak ada hubungan Rudi Erawan dengan Abdul Khoir. Tapi kan Pak Rudi Ketua DPD PDI-P Maluku Utara," kata Imran.

Pemberian kepada Rudi selanjutnya sebesar Rp 2,6 miliar. Menurut Imran, uang diminta Rudi Erawan melalui Amran HI Mustary untuk dana optimalisasi DPR RI.

Pemberian uang diserahkan Imran kepada Rudi Erawan di Delta Spa Pondok Indah, Jakarta.

Kemudian, pemberian ketiga sebesar Rp 500 juta. Pemberian dilakukan secara transfer melalui bank.

"Yang ketiga ini, Pak Rudi telepon sama Amran, minta dibantu untuk dana kampanye. Lalu, Amran telepon saya, ceritakan itu dan tanyakan apakah Abdul Khoir bisa bantu?" Kata Imran.

Selain pemberian secara langsung, menurut Imran, Rudi juga meminta kepada Amran untuk menutup biaya transportasi kader PDI-P yang ingin menghadiri acara partai di Jakarta. Untuk mengurus hal tersebut, Imran menghubungi Abdul Khoir dan pengusaha lain yakni, Alfred.

Dari keduanya, Imran menerima uang Rp 200 juta. Uang tersebut kemudian diserahkan melalui keponakan Rudi Erawan, Ernest. Penyerahan dilakukan di kantin Kantor Kementerian PUPR.

Kompas TV Komisi V DPR Korupsi Berjamaah?



Editor : Bayu Galih
Artikel Terkait


Close Ads X