Gerah dengan Lemahnya Penegakan Hukum di Jalan Raya

Senin, 17 Agustus 2015 | 13:31 WIB
KOMPAS.com, Wijaya Kusuma Foto dari warga Yogya: Erlanto Wijoyono saat menghadang konvoi Harley di Perempatan Condongcatur Depok Sleman


Jakarta, KompasOtomotif
– Aksi tiga warga Yogyakarta menghadang konvoi sepeda motor besar (moge) di perempatan Condong Catur, Depok, Sleman menuai kontroversi. Tindakan mereka mewakili rasa “gerah” masyarakat dengan penegakan hukum di jalan raya yang masih lemah.

Pernyataan itu yang juga diungkapkan oleh Edo Rusyanto, Koordinator Aksi Keselamatan Jalan (Jarak Aman) saat berbincang dengan KompasOtomotif melalui sambungan telepon. Edo mengatakan, gesekan horizontal antara pengguna jalan terjadi karena melihat penegakan hukum masih lemah.

Maka dari itu, masyarakat entah dari LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) atau pihak manapun melakukan aksi penindakan terhadap pengendara yang tidak mematuhi peraturan lalu lintas.

“Masyarakat gerah dengan penegakan hukum di jalan raya yang masih lemah. Kenapa terjadi? Karena ada yang lupa, di undang-Undang nomor 22, 2009 itu memperbolehkan konvoi dikawal oleh polisi. Tapi jangan lupa, di atas peraturan itu ada etika, etika inilah yang harusnya menjadi penyeimbang ketika berkendara,” tegas Edo, Minggu (16/8/2015).

Edo melanjutkan, ketika berkendara mendapatkan pengawalan dari kepolisian, peserta konvoi juga tetap mengingatkan petugas agar tetap memetuhi peraturan lalu lintas yang berlaku. Misalnya, seberapa penting dan seberapa genting kondisinya.

“Kalau touring itu kan sifatnya senang-senang, beda dengan ambulans atau pemadam kebakaran yang diperbolehkan menerabas lampu merah karena untuk menolong orang. Seharusnya pengendara moge itu mejadi contoh bagi pengendara lainnya, bahwa moge juga bisa tertib dan berhenti ketika lampu merah menyala,” kata Edo.

Penulis : Aditya Maulana
Editor : Azwar Ferdian