Mobil Bukan Barang Investasi!

Minggu, 8 Juni 2014 | 11:20 WIB
BOMS Bursa Otomotif Mangga Dua Square (BOMS) nama baru dari Raja Bursa Mobil Bekas Mangga Dua Square.

Jakarta, KompasOtomotif - Sebagian besar warga Indonesia punya karakteristik berbeda. Salah satunya, adalah sudut pandang mengenai membeli mobil sebagai barang investasi. Padahal, pemikiran ini salah besar!

Hal tersebut disampaikan Halomoan Fischer, General Manajer Mobil88, di Cilandak, kepada KompasOtomotif, akhir pekan lalu. Sebagai profesional yang sudah lama berkecimpung di dunia mobil bekas, Fischer melihat, setiap mobil yang dibeli dipastikan akan terus menurun nilainya setiap tahun, bukan sebaliknya.

"Justru, semakin mahal mobil yang Anda beli, semakin besar depresiasi harganya di masa depan," tukas Fischer.

Dalam perhitungan kasar depresiasi nilai mobil baru yang sudah dibeli konsumen, ada tiga kategori utama. Pertama, jenis kendaraan kelas murah sampai menengah seperti LCGC sampai Toyota Avanza, misalnya. Pada tahun pertama pembelian, nilainya sudah turun 7-10 persen dari harga beli.

Kedua, kategori kendaraan menengah sampai atas. Pada kategori ini biasa masuk sedan mini sampai menengah atau sekelas sport utility vehicle (SUV). "Untuk jenis mobil-mobil besar seperti ini, penurunan nilai bisa mencapai 10-15 persen di tahun pertama, terus menerus di tahun-tahun selanjutnya," beber Fischer.

Ketiga, kategori mobil premium, yang biasanya harga beli barunya di atas Rp 1 miliar. Untuk mobil-mobil seperti ini, penurunan nilai kendaraan justru lebih besar, bisa mencapai 20 persen pada tahun pertama.

"Apalagi kalau pedagang mobkas sangat selektif mau membeli mobil premium, biasanya harus di bawah 10.000 km. Kalau di atas, mereka memilih tidak akan membelinya," lanjut Fischer.

Berbeda dengan warga negara-negara maju, membeli mobil adalah membeli sarana transportasi bukan sebagai produk investasi. Pemikiran ini yang perlu diubah konsumen ketika mau beli mobil baru. Mereka harus sudah siap rugi!

Penulis : Agung Kurniawan
Editor : Aris F. Harvenda