Awas Tertipu "Kulit" Sintetis Palsu

Kamis, 6 Maret 2014 | 07:30 WIB
Febri Ardani Logo MBtech di bagian belakang yang membedakan produk asli dengan palsu.

Jakarta, KompasOtomotif – Peredaran pelapis jok, kulit sintetis, tiruan merek-merek terkenal telah lama beredar di masyarakat. Alasan paling kuat kenapa jenis ini semakin marak, karena harganya lebih terjangkau dibanding versi orisinil. Sebenarnya masyarakat punya hak membeli produk yang diinginkan, namun yang paling tersiksa adalah mereka yang tidak tahu telah tertipu.

Salah satu pemain di bisnis pelapis kulit menengah-atas di Indonesia, MBtech menjelaskan, pihaknya tidak terlalu dipengaruhi dampak pemalsuan, namun keprihatinan justru diberikan kepada konsumen. “Kalau memang di pasar terjadi seperti itu, awalnya kita biarkan. Kami hanya ingin kalau konsumen mau mendapatkan MBtech, mereka harus mendapatkan yang benar,” ujar Dana Iswanto, Brand Manager MBtech, kepada KompasOtomotif, Rabu (5/3/2014).

Namun kini geliat pemalsu semakin ramai. Tidak hanya untuk mobil, bahkan sudah terasa di kelas motor, segmen yang baru saja dijajaki MBtech sejak Desember lalu. Metodenya pun beragam, tapi yang paling sering dijumpai, toko nekat mencampur bahan asli dengan merek lain agar mendapatkan keuntungan lebih besar.  “Kalau di lapangan, kejadian seperti ini memang tidak bisa dihindari. Motor pasarnya masih dinamis, penyerapan pesat, dan desainnya banyak. Malah ada juga yang menggunakan bahan lain tapi pakai emblem kita,” ungkapnya.

“Rentang harga MBtech 90-170 ribu per meter, untuk sedan sekiranya butuh 7 meter. Ide 'kreatif' penjahit, menggabungkan bahan seharga 40 ribu per meter ukuran 4 meter, sementara sisanya MBtech,” beber Dana.

Beda
Agar tidak tertipu, Dana mengatakan jurus jitu membedakan produk MBtech asli dan tiruan, diperhatikan dari bagian belakang kulit. “Ada logo MBtech backing cloth, itu satu-satunya yang membedakan dengan merek lain. Kalau warna masih bisa diikutin. Bahan sintetis seperti adonan kue, formula yang terbaik, sulit ditiru,” jelas Dana.

Cara lain, minta pengakuan dari pedagang, lewat kuitansi hasil transaksi yang seharusnya menandakan keaslian. Hal ini semacam garansi psikologi buat konsumen, sebab bila terjadi penurunan kualitas setelah 6 bulan, komplain bisa lebih kuat dengan bukti tersebut.

“Kami hanya produsen, tidak bisa intervensi masuk ke sana (transaksi). Kampanye seperti ini coba terus kami berikan kepada masyarakat, demi menjaga kredibilitas kami juga yang telah dijaga 11 tahun di Indonesia. Jangan terlalu percaya dengan harga murah, konsumen justru harus lebih kritis,” tutup Dana.

Penulis : Febri Ardani Saragih
Editor : Aris F. Harvenda