ISTIMEWA Hidayat Nur Wahid

Sejarah Gedung Parlemen yang Jarang Terungkap

Kamis, 2 April 2015 | 13:18 WIB


Pada 73 tahun silam, sebuah madrasah sederhana didirikan di daerah Petunduhan, Jakarta Pusat. Madrasah Islamiyah, nama madrasah tersebut, berdiri di atas lahan seluas 500 meter. Madrasah yang didirikan KH Abdul Manaf ini merupakan cikal bakal lahirnya Pondok Pesantren Darunnajah yang kini berlokasi di Pesanggrahan, Jakarta Selatan, yang mengasuh lebih dari 8 ribu santri.

Siapa sangka, setelah hijrah dari Petunduhan ke Pesanggarahan, sepetak tanah itu kemudian bertransformasi menjadi sebuah gedung megah pada 1959. Gedung tersebut kita kenal sebagai Gedung Kura-kura alias Gedung Parlemen RI. Ya, ternyata Gedung Parlemen di Senayan berdiri di atas lahan wakaf bekas lembaga pendidikan Islam.

Tidak banyak orang yang mengatahui sejarah ini, termasuk Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid. Mendengar cerita yang disampaikan Wakil Pimpinan Ponpes Darunnajah K.H. Mustofa Hadi pada Selasa (1/4/2015) itu, Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid tak bisa menyembunyikan keterkejutan sekaligus kekagumannya.

"Semoga semangat madrasah itu tetap terjaga di gedung ini," kata Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menanggapi kisah tersebut saat menjamu Pimpinan Ponpes Darunnajah di ruang kerja pribadinya.

Terlebih, lanjut Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, kini isu radikalisme santer terdengar. Berbagai lembaga Islam dituduh menyebar kebencian dan mendukung gerakan ISIS. Hal ini kemudian diperparah dengan diblokirnya 19 media Islam oleh Kemenkominfo baru-baru ini.

Padahal, Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan, kita tidak dapat memungkiri peran umat Islam, khususnya dari kalangan pondok pesantren, dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

"Pesantren seseungguhnya dihadirkan untuk membela bangsa, memperjuangkan kemerdekaan, dan melawan penjajahan," ungkap Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid yang memang berasal dari lingkungan pondok pesantren.

Apalagi, dalam audiensi tersebut dijelaskan, Ponpes Darunnajah telah mengembangkan program Santri Bela Negara sejak 2008 silam. Program ini, kata Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid sejalan dengan program Sosialisasi Empat Pilar RI yang diusung MPR.

"Dua program ini bisa kita kolaborasikan. Sehingga tuduhan pesantren itu radikal dan mendukung ISIS bisa terkoreksi dengan baik," jelas Wakil Ketua MPR RI Hidayat Wahid yang dibenarkan para Pimpinan Ponpes Darunnajah.

Saat ini, kata Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, Indonesia membutuhkan lembaga pendidikan Islam yang besar dan berkualitas yang nantinya bisa mengikis isu-isu radikalisme seperti itu. Menurut Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, Turki bisa menjadi model percontohan lembaga pendidikan Islam yang berkualitas.

"Mereka itu pendidikan agamanya kuat, namun kajian ilmunya juga bagus. Mereka bisa berbaur dalam masyarakat dunia tapi keislamannya tetap terjaga," tutup Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid siang itu.


FOKUS MPR
+
Dihadapan delegasi Pondok Pesantren Modern Baitussalam Prambanan, Jawa Tengah, Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan, para santri memiliki jasa yang sangat besar bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia
Masyarakat Desa Sumoroto, Kecamatan Kauman, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, yang biasanya menonton pertunjukan reog, kali ini pada 28 Oktober 2018, mendapat suguhan pagelaran wayang kulit
Sembilan anggota baru MPR dilantik Ketua MPR
Sistem demokrasi liberal yang berlaku di Indonesia, membuat kesempatan para calon yang memiliki modal finansial lebih besar.
Anggota MPR dari Fraksi PKB, Mohammad Toha,  mengatakan, sebelum UUD Tahun 1945 diamandemen,
Selengkapnya di www.mpr.go.id