ISTIMEWA Diskusi Muhammadiyah

Amalkan Pancasila Walau Sederhana

Jumat, 27 Maret 2015 | 08:53 WIB


Banyak di antara kita yang paham bahasa asing, entah itu Bahasa Inggris, Bahasa Jerman, hingga Bahasa Jepang sekalipun. Tapi jangan lupa jika kita hidup di Indonesia, gunakan bahasa persatuan Bahasa Indonesia.

Sayangnya, kefasihan tersebut tidak diamalkan dalam poin-poin Pancasila. Dalam seminar Indonesia Harmoni yang diadakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menjelaskan, banyak masyarakat Indonesia yang tidak memahami sila-sila dalam Pancasila meski telah disusun dalam Bahasa Indonesia yang sederhana dan mudah dimengerti.

"Pancasila disusun tidak menggunakan bahasa-bahasa yang hanya dimengerti kalangan tertentu saja. Tapi menggunakan Bahasa Indonesia yang sederhana, yang mudah dimengerti orang-orang dari Sabang sampai Merauke," ungkap Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid dalam seminar yang bertempat di Kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta tersebut.

Dalam seminar yang berfokus pada Sosialisasi Empat Pilar Republika Indonesia (Pancasila sebagai Ideologi Negara, UUD RI Tahun 1945 sebagai Konstitusi Negara dan Ketetapan MPR, NKRI sebagai Bentuk Negara, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai Semboyan Negara), Wakil Ketua MPR RI HIdayat Nur Wahid sangat menyanyangkan kealpaan kita dalam Pancasila.

Ia mencontohkan sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa. Pengertian sila ini sebenarnya sangat sederhana. Namun, banyak masyarakat yang tidak mampu mengamalkannnya dalam kehidupan sehari-hari.

"Coba pikirkan, Tuhan mana yang memperbolehkan korupsi? Tuhan mana yang membolehkan begal, atau illegal mining, dan lainnya?" tanya Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid kepada 150 peserta seminar.

Padahal, kata Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, Pancasila adalah sebuah bentuk keharmonisasian yang menggabungkan sisi religius dan nasionalisme. Siang itu, Rabu (25/3/2015), Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menjelaskan, harmonisasi dua sisi tersebut tercermin dalam proses perumusan Pancasila.

"Jadi enggak ada tuh yang mengatakan kalau percaya Pancasila artinya tidak religius. Atau sebaliknya, kalau religius artinya tidak bisa mengamalkan Pancasila. Itu keliru. Justru Pancasila memberikan harmonisasi dua hal itu," jelas Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid.

Bersama pembicara seminar lainnya, Bachtiar Aly dan Akbar Tandjung, Wakil Ketua MPR RI HIdyat Nur Wahid berharap masyarakat Indonesia bisa terus mengamalkan Pancasila dan pilar-pilar kebangsaan lainnya demi membangun bangsa. Terlebih, kata Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, menjelang hadirnya Masyarakat Ekonomi ASEAN akhir tahun nanti.

"Jangan sampai negara kita terjajah karena melupakan Empat Pilar ini. Ini tantangan besar. Sebagai negara besar, kita seharusnya bisa jadi negara dominan di ASEAN, bahkan Asia," tutup Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid.


FOKUS MPR
+
Dihadapan delegasi Pondok Pesantren Modern Baitussalam Prambanan, Jawa Tengah, Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan, para santri memiliki jasa yang sangat besar bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia
Masyarakat Desa Sumoroto, Kecamatan Kauman, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, yang biasanya menonton pertunjukan reog, kali ini pada 28 Oktober 2018, mendapat suguhan pagelaran wayang kulit
Sembilan anggota baru MPR dilantik Ketua MPR
Sistem demokrasi liberal yang berlaku di Indonesia, membuat kesempatan para calon yang memiliki modal finansial lebih besar.
Anggota MPR dari Fraksi PKB, Mohammad Toha,  mengatakan, sebelum UUD Tahun 1945 diamandemen,
Selengkapnya di www.mpr.go.id