MPR Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat (kiri) dan Ketua Badan Sosialisasi MPR Ahmad Basarah berjabat tangan di acara diskusi

Istilah Empat Pilar Kembali Digunakan untuk Sosialisasikan Pancasila

Rabu, 4 Maret 2015 | 15:39 WIB


Istilah "Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara" yang sebelumnya digunakan MPR untuk merujuk Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta Bhinneka Tunggal Ika, sempat menjadi polemik. Namun, atas kesepakatan MPR dan Mahkamah Konstitusi (MK), istilah 'empat pilar' tetap dapat digunakan untuk program sosialisasi yang dilakukan MPR. Bagaimana istilah tersebut akhirnya tetap dapat digunakan?

Jawabannya ada pada diskusi Penggunaan Istilah 'Empat Pilar' yang diselenggarakan di Perpustakaan MPR, Senin (2/3/2015). Pada diskusi ini, Ketua Badan Sosialisasi MPR RI Ahmad Basarah beserta Ketua MK Arief Hidayat berbagi mengenai bagaimana akhirnya istilah empat pilar bisa digunakan kembali untuk mensosialisasikan Pancasila sebagai Dasar dan Ideologi Negara, UUD NRI Tahun 1945 sebagai Konstitusi Negara dan Ketetapan MRR RI, NKRI sebagai bentuk negara, serta Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara.

Sebelumnya, frasa 'empat pilar' dipermasalahkan. Beragam persepsi muncul untuk frasa tersebut. Pilar sering diartikan sebagai tiang pancar yang sejajar. Dengan istilah tersebut, Pancasila dipersepsikan sejajar dengan tiga pilar lainnya.

"Pilar diasosiasikan sebagai yang sejajar dengan nilai-nilai yang lain. Padahal Pancasila sifatnya fundamental," tutur Basarah.

Istilah Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara juga pernah dibatalkan MK pada awal April 2014. Saat itu MK memutuskan frasa "empat pilar berbangsa dan bernegara yaitu" tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Frasa tersebut tidak dapat digunakan untuk menyebut Pancasila.

Pada diskusi, Basarah kemudian menekankan, penggunaan istilah pilar bukan dimaksudkan untuk menyejajarkan Pancasila dengan pilar yang lain.

"Istilah pilar menurut KBBI bukan hanya tiang pancang yang sejajar, tapi juga berarti sesuatu yang induk, yang pokok," ungkapnya.

Pimpinan MPR pada pertengahan Februari lalu telah melakukan konsultasi dengan pimpinan MK untuk menegaskan kembali aspek legalitas kegiatan sosialisasi empat pilar yang diselenggarakan oleh MPR. Kemudian, MPR menempuh jalan tengah. MPR tetap menghormati putusan MK mengenai pelarangan penggunaan istilah "Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara". Meski begitu, Basarah menyatakan, MPR tidak dapat meninggalkan warisan dari pimpinan MPR sebelumnya, Taufik Kiemas, mengenai penggunaan 'empat pilar'. Ia mengatakan, frasa tersebut sudah cukup menjadi merek dalam rangka sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Dengan demikian, jalan tengah yang ditempuh ialah Badan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI tidak lagi mempergunakan istilah "Sosialisasi Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara", dan menggantinya dengan istilah "Sosialisasi Empat Pilar MPR RI".

Ketua MK Arief Hidayat menyatakan, program sosialisasi seperti yang dilakukan MPR RI ini merupakan kegiatan yang positif. "Sebetulnya kegiatan itu tidak ada yang bertentangan. Saya kira kegiatan itu sangat patut diapresiasi," ungkap Arif.


FOKUS MPR
+
Dihadapan delegasi Pondok Pesantren Modern Baitussalam Prambanan, Jawa Tengah, Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan, para santri memiliki jasa yang sangat besar bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia
Masyarakat Desa Sumoroto, Kecamatan Kauman, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, yang biasanya menonton pertunjukan reog, kali ini pada 28 Oktober 2018, mendapat suguhan pagelaran wayang kulit
Sembilan anggota baru MPR dilantik Ketua MPR
Sistem demokrasi liberal yang berlaku di Indonesia, membuat kesempatan para calon yang memiliki modal finansial lebih besar.
Anggota MPR dari Fraksi PKB, Mohammad Toha,  mengatakan, sebelum UUD Tahun 1945 diamandemen,
Selengkapnya di www.mpr.go.id