Kenyamanan Masih di Angan

Kamis, 7 Mei 2015 | 15:07 WIB
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA Suasana Kota Padang Sidimpuan, Sumatera Utara, Jumat (17/4), yang mulai menyediakan ruang terbuka untuk menambah kenyamanan.

Oleh Agnes Swetta Pandia

Kota Padang Sidimpuan sebagai perlintasan di pantai barat Sumatera Utara nyaris tak pernah tidur. Geliat aktivitas kota terjadi 24 jam sehari. Tingginya volume kendaraan dari sejumlah daerah menuju Sumut mendorong pertumbuhan kota ini secara pesat, terutama pusat kuliner dan penginapan.

Hanya saja, geliat kota ini belum sepenuhnya bisa direspons oleh Pemerintah Kota Padang Sidimpuan melalui perbaikan dan peningkatan infrastruktur. Padahal, citra yang melekat pada kota ini adalah sebagai kota jasa dan perdagangan serta pendidikan. Memang mulai ada upaya menata wajah kota, termasuk menyediakan ruang terbuka seperti taman, tetapi fasilitasnya masih terbatas.

Taman, misalnya, sekadar dibangun tanpa sarana pendukung, seperti tempat duduk, fasilitas olahraga, atau mainan anak-anak. Beberapa taman yang dibangun justru dimanfaatkan pedagang makanan, minuman hingga penyedia mainan anak-anak.

Ruang terbuka itu antara lain Alaman Bolak, seperti alun-alun di Pulau Jawa, serta Tugu Salak, cukup mampu mengubah wajah kota salak itu lebih berseri. Meski taman masih gersang tanpa pohon, ruang terbuka itu sudah menjadi titik kumpul warga selepas bekerja atau pulang sekolah. Tugu Salak kini menjadi tempat favorit bagi warga Padang Sidimpuan, terutama pada sore hari.

Secara geografis, Padang Sidimpuan dikelilingi wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan dan merupakan persimpangan jalur darat menuju Kota Medan, Sibolga, dan Padang (Sumatera Barat) di jalur lintas barat Sumatera. Topografi wilayahnya berupa lembah dikelilingi Bukit Barisan sehingga tampak seperti cekungan menyerupai danau.

"Kota ini tak punya tempat wisata, jadi kehadiran taman sekecil ini pun lumayan melegakan hati. Paling tidak sudah ada tempat melepas lelah sambil ngobrol dengan kerabat atau teman sehabis bekerja meski areal tak seberapa luas," kata Riyani Daulay (45), warga Kota Padang Sidimpuan yang ditemui di Tugu Salak, akhir April lalu.

Kehadiran Tugu Salak agaknya membuat kota tampak lebih bergairah dan nyaman meski penataan belum maksimal. Puluhan lampu pun sudah menerangi jalan dan beberapa pasar sudah disiapkan lokasi sesuai komoditasnya.

Kendati demikian, lokasi Padang Sidimpuan yang berjarak sekitar 402 kilometer dari Medan sangat rawan karena menjadi perlintasan sekaligus pintu utama dari Sumut ke Riau, Sumatera Barat, hingga Pulau Jawa. Sebagai pintu gerbang dari sejumlah kota di daerah lain ke Sumut, pemerintah kota agaknya masih lalai memagari warganya, terutama generasi muda dengan kebijakan, terutama bagi pelajar, agar terhindar dari berbagai perilaku negatif. Pergerakan manusia melalui Padang Sidimpuan luar biasa tinggi dan sangat beragam dan sangat bebas meski sekadar lewat.

"Kota ini sangat terbuka dan lalu lintas antarprovinsi nyaris tak kenal berhenti. Jadi, perlu pengaman, terutama bagi generasi muda seperti menangkal peredaran narkoba, yang dengan kondisi sekarang sangat mudah menyusup ke sekolah," katanya.

Sekarang saja, kata Riyani, pelajar sering bolos atau ke sekolah, tetapi tak ikut belajar dan hanya nongkrong di sekitar sekolah. "Saya melihat pengawasan terhadap pelajar sangat kendur," kata ibu tiga anak ini.

Belum signifikan

Bagi Abduh Siregar (40), yang gencar menggelar berbagai kegiatan melibatkan remaja dan pemuda, "Kota Salak" ini terus menggeliat. Berbagai pusat kuliner muncul, terutama di jalur perlintasan, baik masuk maupun keluar Padang Sidimpuan.

Memang, kata warga Kampung Slamat ini, pemkot mulai berusaha memperbaiki infrastruktur jalan dan jembatan, termasuk lingkungan perkantoran hingga permukiman. Kawasan sepanjang Sungai Batang Ayumi beserta anak Sungai Aek Sipogas dan Aek Sibontar mulai dibersihkan dan ditata.

Penertiban pun digalakkan agar warga yang tinggal di bantaran sungai tak lagi membuang sampah dan limbah rumah tangga ke sungai. Lokasi yang dinilai cocok dijadikan taman atau tempat bermain dilengkapi pusat kuliner segera dibangun sehingga kenyamanan meningkat.

Hanya saja, menurut Ratna Dewi (58), pemilik tiga rumah makan di Padang Sidimpuan, penataan kota terkait bangunan dan lalu lintas tidak berubah signifikan. Omzet dari tiga restorannya yang buka 24 jam makin merosot karena daya beli masyarakat rendah. Kendaraan yang melintas di kota ini terus bertambah ramai, tetapi mereka tak lagi mampir.

Bahkan peningkatan kualitas jalan, termasuk pelebaran jalan, belum mampu mengimbangi maraknya kehadiran sentra kuliner, pusat perdagangan, serta hotel. Seperti dikatakan Hendrikus Pangaribuan, pengamat sosial, bahwa perkembangan infrastruktur, khususnya di bidang prasarana jalan, di Kota Padang Sidimpuan sangat minim.

Penambahan panjang jalan sedikit dan warga makin tidak nyaman karena masih banyak jalan rusak, antara lain di Jalan Sudirman, By Pass, Jalan Sutan Muhammad Arif, dan Jalan Sutombo. "Program pemkot belum berdampak terhadap masyarakat, padahal posisinya sangat strategis dan perdagangan menjadi kekuatannya," kata Hendrikus.

Kota yang awalnya berupa dusun kecil lazim disebut "Padang Na Dimpu" dan baru 2001 berstatus Kota Padang Sidimpuan ini juga masih terbuka untuk dikembangkan sebagai pusat pendidikan dan kesehatan kawasan barat Sumut yang bersebelahan dengan Sumbar. Jarak merupakan kendala utama bagi warga Padang Sidimpuan untuk menyekolahkan anak dan berobat ke Medan.

Jadi, kata Hendrikus, perlu gebrakan agar infrastruktur memadai, membangun sekolah unggulan, universitas yang bagus, perpustakaan, rumah sakit, transportasi, serta meningkatkan teknologi informasi.

Perbaikan tak melulu di pusat kota, tetapi hingga kelurahan bahkan kampung dengan memperluas jaringan internet. Sebab, kata Hendrikus, kebutuhan masyarakat akan internet semakin tinggi dan jika fasilitas ini tersedia hingga kampung, minat pemilik modal untuk melirik kota ini pasti makin banyak.

Untuk itu, dibutuhkan kerja sama pemerintah, swasta, dan warga. Jadi, pemerintah jangan merasa bisa berjalan sendiri tanpa kontribusi warga karena cerdas tidaknya kota terwujud dengan keterlibatan warganya.

Comments: