Potensi yang Belum Tergarap...

Senin, 4 Mei 2015 | 16:47 WIB
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA Warga memanfaatkan layanan gratis perpustakaan umum Kota Solok, Sumatera Barat, Selasa (28/4/2015). Pendidikan menjadi perhatian serius Pemerintah Kota Solok, salah satunya dengan membebaskan biaya pendidikan bagi siswa dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah atas.

Kota Solok di Sumatera Barat terkenal dengan sebutan kota beras. Sebagian besar penduduknya memang berprofesi sebagai petani yang memproduksi beras dengan kualitas paling baik di Sumbar. Karena letaknya yang strategis, kota ini juga ingin menjadi kota perdagangan dan jasa.

Beras Solok memiliki rasa yang khas, yakni gurih dan wangi. "Dimakan pakai lado sajo cukuik, lah lamak (dimakan dengan cabai saja cukup, sudah enak)," tutur Anggi Yulizatra (22), pengemudi yang mengantar kami ke beberapa kota di Sumbar.

Betul, ketika tiba di Kota Solok dan kami makan malam di sebuah rumah makan, nasi yang disajikan rasanya mirip seperti nasi uduk. Padahal, beras itu dimasak tanpa santan atau bumbu lainnya, seperti halnya nasi uduk.

Beras Solok memang tidak hanya berasal dari Kota Solok, tetapi juga Kabupaten Solok yang mengelilinginya. Kota yang hanya memiliki dua kecamatan dengan 13 kelurahan itu memproduksi gabah rata-rata 15.000 ton per tahun.

Lokasi strategis

Kota Solok terletak di lokasi yang sangat strategis. Ia dilintasi jalan raya lintas barat dan tengah Sumatera yang menghubungkan kota-kota dari Sumatera Utara, Sumbar, Jambi, Sumatera Selatan, hingga Bengkulu. Selain kerap dilewati wisatawan, jalur itu juga dilewati oleh pedagang dari atau menuju Bukittinggi, Sumbar, serta dari atau menuju Medan, Sumut.

Kota Solok adalah kota transit karena selalu dilintasi dari berbagai arah dan tujuan. Sayangnya, potensi ini belum sepenuhnya dioptimalkan. Tak ada yang benar-benar ditonjolkan. Wajar jika bagi warga di luar Sumbar yang baru pertama kali ke kota ini akan sulit untuk langsung mengetahui arah pengembangan kota ini.

Untuk mencari beras Solok, misalnya, letak pedagang masih tersebar di Pasar Raya Solok yang sudah beberapa kali terbakar. Emi (55), seorang pedagang beras di Pasar Raya Solok, mengatakan, sebagian besar beras Solok sudah dijual ke tengkulak untuk langsung didistribusikan ke beberapa daerah. Oleh karena itu, yang tersisa di Solok hanya sebagian kecil.

Potensi pedagang

Selain petani, tentu sebagian lain dari warga kota ini, seperti daerah lain di Sumbar, juga berprofesi sebagai pedagang. Pedagang ini sebagian besar terkonsentrasi di Pasar Raya Solok dengan berdagang skala eceran. Pedagang sayur dan buah mulai menghidupi kawasan di sekitar Terminal Bareh, Solok, setiap hari Selasa. Ke depan, kawasan itu akan diarahkan menjadi pasar induk komoditas.

Seorang pedagang pakaian, Eva (39), mengatakan, pedagang pakaian biasanya berbelanja di Bukittinggi. "Di sini tidak ada yang jual pakaian dalam partai besar. Semuanya eceran. Kebanyakan yang membeli, ya warga sini," ujarnya.

Pasar itu dijadikan pasar tertib ukur. Telah didirikan pos ukur di dalam kawasan pasar yang dapat digunakan oleh warga yang berbelanja untuk memastikan apakah berat barang yang dibelinya telah sesuai. Namun, pos ukur ini belum berfungsi karena belum tersedia timbangan.

Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Kota Solok Eva Meuthia mengatakan, tertib ukur dilakukan guna memperkuat Kota Solok sebagai kota perdagangan dan jasa. Prinsipnya, tidak boleh ada penipuan dalam proses jual-beli.

Selain itu, didirikan pula Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) untuk menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat sebagai konsumen. Banyak warga dari sekitar Kota Solok juga kerap berkonsultasi di lembaga ini untuk mendapatkan jalan keluar, yang sebagian besar adalah persoalan kredit pembelian barang atau kendaraan.

Kepala Bidang Perdagangan dan Industri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Solok Dalius berpendapat, arah pembangunan Kota Solok sebagai kota perdagangan dan jasa masih belum terlihat. Ia mencontohkan, Kota Solok tidak memiliki pusat perdagangan seperti yang ada di Kota Bukittinggi.

"Kota Solok ini tidak memiliki sumber daya alam. Satu-satunya cara untuk meningkatkan kesejahteraan warga adalah dengan mengoptimalkan potensi perdagangan. Solok sudah diuntungkan dengan lokasi yang sangat strategis, apalagi di sini juga relatif aman dari bencana alam gempa dan tsunami," kata Dalius lagi.

Jika Solok dikenal dengan berasnya, misalnya, sejauh ini tak ada gudang beras di Solok. Beras Solok sebagian besar langsung dijual ke sejumlah wilayah oleh tengkulak yang sudah membeli padi sejak sebelum panen.

"Keterkenalan beras Solok seharusnya dapat dimanfaatkan untuk mempromosikan daerah. Pemerintah perlu menyediakan tempat untuk menarik orang berdatangan. Setelah ramai, dengan sendirinya investor akan datang," ujar Dalius.

Kerja sama bisa dilakukan dengan daerah lain di sekitar Kota Solok, terutama Kabupaten Solok, yang memiliki luasan wilayah jauh lebih besar, yang juga memiliki potensi produksi beras dan buah markisa. Dengan strategi yang tepat, produksi di Kabupaten Solok dapat dipasarkan dan dipromosikan melalui Kota Solok. Semua pihak akan diuntungkan.

Belum tertuang

Guru Besar Ekonomi Universitas Andalas Elfindri mengatakan, posisi strategis Kota Solok seharusnya bisa dikelola dengan baik oleh pemerintah setempat, khususnya gagasan untuk kota perdagangan dan jasa. Namun, ia menilai hal itu belum juga tampak.

"Saya menduga, gagasan itu belum begitu tertuang secara detail pada konsep operasional. Pada hal apa yang mau dipilih, tak ada keberanian. Kalau mau menjadi kota dagang, visinya harus jelas. Wali Kota seharusnya kuat membuat master plan ke arah sana," katanya.

Selain potensi perdagangan, Kota Solok juga menyimpan potensi sebagai kota pendidikan, dengan sudah adanya empat perguruan tinggi yang ada. Pertimbangannya, terutama adalah karena letaknya yang strategis. Calon mahasiswa dari Kota Bukittinggi, Payakumbuh, atau Sawahlunto tak perlu lagi jauh-jauh berkuliah di Kota Padang, ibu kota Sumbar. (ZAK/UTI)

Comments: