Alasan Kenapa Sasis Bus Besar Jarang Beredar di Indonesia - Kompas.com
Jumat, 5 Juli 2024

Kaleidoskop 2016

Kaleidoskop 2016

Simak rangkuman peristiwa, informasi, dan ulasan topik hangat yang terjadi selama tahun 2016..

Alasan Kenapa Sasis Bus Besar Jarang Beredar di Indonesia

Sabtu, 22 Agustus 2020 | 17:02 WIB
Bus IsuzuPicasa 3.0 Bus Isuzu

JAKARTA, KOMPAS.com – Sasis bus besar kelas menengah tidak hanya diramaikan oleh Hino RK8 R260 dan Mercedes Benz OH 1526, ada juga milik rajanya diesel, Isuzu LT 134. Namun sayangnya sasis ini tidak begitu banyak digunakan.

Memiliki mesin diesel 7.790 cc enam silinder segaris dengan water cooled turbo beserta intercooler. Menghasilkan tenaga 230 PS di 2.500 rpm dan torsi maksimum 704 Nm di 1.500 rpm, tidak berbeda jauh dengan lawan-lawannya.

Tenaga dari sasis Isuzu ini memang sedikit lebih kecil, namun bisa dikatakan lebih ekonomis daripada pesaingnya. Kemudian hal yang diunggulkan pada bus ini, yaitu kenyamanan dari per daunnya yang tidak kalah dengan milik Hino RK8 R260.

Baca juga: Mengapa Tameng Kaca Bus Hanya Terpasang di Depan?

Sasis bus Isuzuawansan.com Sasis bus Isuzu

Sasis bus ini memang pernah dipamerkan pada ajang Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2017. Waktu itu dibalut dengan bodi Jetbus 2+ HDD buatan karoseri Adiputro, namun peminat dari sasis ini memang kurang banyak.

Anggota Forum Bismania Indonesia Dimas Raditya mengatakan, nampaknya APM kurang serius dalam menggarap sasis bus besar di tanah air. Berbeda dengan kelas mikrobusnya yang laku, menjadi andalan kendaraan niaga.

Baca juga: Valentino Rossi Tegaskan Tetap Berlaga di MotoGP 2021

“Sebenarnya banyak, cuma tak kelihatan karena mayoritas yang memakai sasis ini di luar pulau Jawa, seperti PO Samarinda Lestari di Kalimantan,” ucap Dimas kepada Kompas.com, Sabtu (22/8/2020).

PO Samarinda Lestari nampaknya masih menggunakan armada Isuzu LT 134 sebagai angkutan regulernya. Sedangkan untuk PO di Jawa, sasis ini pernah dipakai PO Sumber Alam, PO Gunung Mulia, dan PO Fajar Timur.

Penulis: Muhammad Fathan Radityasani
Editor : Aditya Maulana