Simak rangkuman peristiwa, informasi, dan ulasan topik hangat yang terjadi selama tahun 2016..
JAKARTA, KOMPAS.com - Tingkat kehadiran hakim konstitusi menjadi salah satu poin yang disoroti sepanjang 2016.
Saat melansir catatan akhir tahun MK, Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif mencatat, empat pleno putusan hanya dihadiri oleh 7 hakim.
Sementara itu, dari 30 pleno pembacaan putusan, hanya hadir 8 hakim, serta 73 pleno pembacaan putusan sisanya dihadiri lengkap oleh 9 hakim.
Adapun untuk Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH), enam RPH dihadiri tujuh hakim, sepuluh RPH dihadiri 10 hakim, dan 91 rapat dihadiri lengkap 9 hakim.
"Dapat diasumsikan hakim konstitusi hanya memprioritaskan RPH saja dibanding pemutusan pleno. Padahal ini adalah kewajiban," kata Peneliti Kode Inisiatif Adam Mulya, di bilangan Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (27/12/2016).
Adam memaparkan, dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi disebutkan bahwa MK dalam memeriksa, mengadili, dan memutus dalam sidang pleno MK dengan 9 orang hakim konstitusi, kecuali dalam keadaan luar biasa dengan 7 orang hakim konstitusi yang dipimpin oleh Ketua MK.
"Artinya, kehadiran hakim merupakan kewajiban," kata dia.
Sementara itu, Peneliti Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari menambahkan, dalam UU yang sama disebutkan bahwa hakim MK hanya boleh "bolos" karena tiga hal, yaitu karena sakit fisik yang menghalangi hadir, sakit jiwa atau gila dan meninggal dunia.
Ia menganggap, agak aneh jika tanpa alasan yang jelas, hakim MK tidak menghadiri persidangan.
"Padahal bolos menurut UUD dan UU MK hanya boleh karena tiga hal. Kalau enggak, ada konsekuensinya. Putusan itu bisa batal," kata Feri.
Penulis | : Nabilla Tashandra |
Editor | : Inggried Dwi Wedhaswary |