Kaleidoskop 2016: Uji Materi yang Menyita Perhatian Sepanjang Tahun Ini - Kompas.com
Kamis, 25 April 2024

Kaleidoskop 2016

Kaleidoskop 2016

Simak rangkuman peristiwa, informasi, dan ulasan topik hangat yang terjadi selama tahun 2016..

Kaleidoskop 2016: Uji Materi yang Menyita Perhatian Sepanjang Tahun Ini

Kamis, 22 Desember 2016 | 07:36 WIB
KOMPAS.com/NABILLA TASHANDRA Gedung Mahkamah Konstitusi

KOMPAS.com – Mahkamah Konstitusi menjadi tempat bagi warga Negara untuk memperjuangkan hak konstitusinya.

Sepanjang 2016 ini, gedung yang terletak di Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 6, Jakarta Pusat, ini menjadi saksi kehadiran para buruh, kepala daerah, hingga menteri untuk beradu argumen atas pasal-pasal yang diuji.

Kompas.com merangkum, sedikitnya ada lima uji materi yang diajukan ke MK dan menuai polemik hingga menyita perhatian publik.

Ahok dan uji materi soal cuti saat kampanye

Pada 22 Agustus 2016. MK menggelar sidang perdana uji materi terkait cuti bagi petahana yang diajukan Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Sidang ini menyedot perhatian publik.

Uji materi ini diajukan menjelang dimulainya rangakaian Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta.

Ada yang beranggapan, gugatan ini diajukan Ahok agar dia bisa memanfaatkan jabatannya selama proses pilkada.

Ahok beralasan, ingin tetap bekerja dan mengawasi pembahasan Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD) pada masa kampanye meskipun maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta.

Ketentuan Pasal 70 ayat 3 UU Pilkada yang menyebutkan bahwa petahana wajib cuti selama masa kampanye atau sekitar empat bulan, yakni sejak 28 Oktober 2016 hingga 11 Februari 2017, dinilai Ahok merugikan hak konstitusionalnya.

Ia membandingkan Pasal 70 ayat 3 UU Pilkada dengan UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden.

Disebutkan bahwa presiden yang kembali mengikuti pemilu tidak diharuskan cuti selama masa kampanye sehingga masa jabatannya tidak berkurang.

"Padahal prinsipnya, jabatan gubernur dan jabatan presiden adalah memerintah demi memajukan kesejahteraan umum sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945," kata Ahok dalam sidang uji materi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada di Gedung MK pada Rabu (31/8/2016).

Ahok juga menekankan bahwa kepala daerah adalah kepanjangan tangan dari presiden di DKI Jakarta.

Oleh karena itu, sudah selayaknya kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat melaksanakan tugasnya secara penuh di dalam masa lima tahun sejak dilantik.

 Sidang uji materi ini terakhir kali digelar pada Rabu (19/10/2016), namun hingga saat ini MK belum menjadwalkan sidang pembacaan putusan.

Juru bicara MK, Fajar Laksono mengatakan, saat ini masih dalam tahap pembahasan hakim di Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH),” ujar Fajar.

Gugatan Pasal Perzinaan, Perkosaan, dan Homoseksual

Uji materi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP tentang perzinaan, perkosaan, dan homoseksual yang diajukan Guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Euis Sunarti bersama 11 orang akademisi lainnya tidak hanya menjadi perhatian publik dalam negeri, tetapi juga internasional.

Dalam permohonannya, Euis meminta agar makna perzinaan yang tertuang dalam Pasal 284 ayat 1 sampai 5 diperluas.

Ia menilai, kata “zina” dalam konstruksi pasal tersebut hanya terbatas bila salah satu pasangan atau kedua-duanya terikat dalam hubungan pernikahan.

Sedangkan hubungan badan yang dilakukan oleh pasangan yang tidak terikat pernikahan tidak diatur dalam pasal tersebut.

Kemudian terkait pasal 285, pemohon menilai, frasa “seorang wanita” menjadikan perkosaan diartikan hanya terjadi terhadap wanita.

Padahal, perkosaan bisa saja terjadi pula pada laki-laki.

Bahkan, perkosaan bisa diartikan terjadi juga atas sesama jenis.

Sementara, pasal 292 tentang homoseksual dinilai pemohon membatasi pelaku homoseksual yang dapat dipidana selama lima tahun adalah mereka yang cukup umur melakukan cabul terhadap orang yang belum cukup umur.

Sedangkan pelaku dengan kriteria orang belum dewasa terhadap orang yang belum dewasa lainnya ataupun sesama orang dewasa belum diakomodir dipasal ini.

Secara tidak langsung, uji materi ini menjerat pidana kaum lesbian, gay, biseksual, dan trnsgender (LGBT).  

Terhadap uji materi ini, MK telah menggelar sidang sebanyak 17 kali.  

Hingga saat ini uji materi yang tregistrasi dengan nomor perkara 46/PUU-XIV/2016 belum diputuskan oleh MK. Persidangan akan dilanjutkan pada 2017.

 

 

 

Setya Novanto uji materi pasal pemufakatan jahat

 

Pada Februari 2016, Setya Novanto mengajukan uji materi pasal mengenai makna pemufakatan jahat yang tertuang dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

 

Ia juga mepersoalkan kebsahan alat bukti rekaman oleh seseorang yang bukan penegak hukum.Aturan tersebut tertuang dalam pasal Pasal 5 ayat 1 dan 2, Pasal 44 huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), serta Pasal 26A UU Tipikor.

 

Kedua pasal inilah yang menjerat Novanto dalam kasus “papa minta saham” pada kisaran November 2015, hingga ia mundur dari jabatan Ketua DPR.

 

Upaya yang dilakukan Novanto membuahkan hasil. Hakim mengabulkan gugatannya.

Dalam sidang putusan yang digelar pada Selasa (7/9/2016), MK menyatakan frasa “pemufakatan jahat” dalam pasal yang diuji bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai, “Pemufakatan jahat adalah bila dua orang atau lebih yang mempunyai kualitas yang sama saling bersepakat melakukan tindak pidana”.

Sedangkan terkait alat bukti rekaman, MK memutuskan bahwa Informasi Elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagai alat  yang sah bila dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.

Polemik terkait putusan MK ini kemudian bergulir hingga ke DPR.

 

Novanto menjadikan putusan MK ini sebagai “senjata” agar bisa kembali “melenggang” sebagai Ketua DPR.

Gugatan UU Tax Amnesty  

Uji materi terkait pengampunan pajak atau tax amnesty juga menjadi salah satu uji materi yang menuai polemik dan menyita perhatian publik.

Uji materi ini diajukan setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan kebijakan tersebut.

Ada empat pemohon yang secara berangsur mengajukan uji materi terkait hal ini, yaitu Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia, Yayasan Satu Keadilan, tiga organisasi serikat buruh Indonesia, dan seorang warga negara Leni Indrawati.

Seluruh pemohon menilai aturan amnesty pajak ini diskriminatif bagi sejumlah warga negara karena seolah-olah melindungi para pengemplang pajak dari kewajibannya membayar pajak.

Perjalanan uji materi tax amnesty ini tidak seperti uji materi lainnya.

Sebab, menteri Keuangan Sri Mulyani menyempatkan diri menghadiri sidang lanjutan yang digelar pada Selasa (20/9/2016).

Kehadiran perempuan yang kerap disapa Ani itu dalam rangka mewakili Presiden Joko Widodo memberikan pandangan terkait UU Pengampunan Pajak atau tax amnesty.

Di hadapan majelis hakim MK, ia menyampaikan bahwa program tax amnesty ini membawa dampak postif terhadap pasar keuangan Indonesia.

"Secara nyata terlihat pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada 20 Juni 2016 yakni sebelum UU Pengampunan Pajak disahkan," ujar Menkeu.

Pada 20 Juni 2016, indeks harga saham tercatat pada 4.836,02. Namun setelah ada UU Pengampunan Pajak, indeks menguat ke 5.242,83, atau naik 406,71 poin.

Bahkan nilai tukar yang menguat juga diklaim berkat adanya UU Pengampunan Pajak. Nilai tukar masih berada di kisaran Rp 13.335 per dollar AS sebelum aturan baru itu disahkan.

Sri Mulyani juga hadir dalam sidang putusan digelar Rabu (14/12/2016). MK dalam putusannya, menolak permohonan para pemohon.  

Uji materi masa jabatan hakim MK

Peraturan mengenai masa perpanjangan jabatan hakim MK menjadi salah satu uji materi yang juga menuai polemik, khususnya di kalangan pegiat kajian hukum.

Ada dua pihak yang mengajukan uji materi terkait hal ini.

Pertama, uji materi diajukan oleh Hakim Binsar Gultom dan Lilik Mulyadi.

 Uji materi ini teregistrasi dengan nomor perkara 53/PUU-XIV/2016 dan sidang perdana digelar pada Rabu (13/7/2016).

Kedua, uji materi diajukan oleh  Centre of Strategic Studies University of Indonesia (CSS UI).

Teregistrasi dengan nomor perkara 73/PUU-XIV/2016 dan sidang perdana digelar pada Kamis (15/9/2016).

Salah satu permohonan para pemohon adalah meminta agar ketentuan masa jabatan hakim MK yang hanya lima tahun dan dapat dipilih kembali selama satu periode berikutnya, dibatalkan.

Ketentuan itu dinilai diskriminatif.

Para pemohon meminta agar masa jabatan hakim MK disetarakan dengan hakim Mahakamah Agung (MA), yakni hingga berusia 70 tahun.

Menanggapi uji materi ini, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil menilai permohonan uji materi terkait perpanjangan masa jabatan hakim MK tidak relevan.

Sebab, ada asas umum di dunia hukum yang menyebutkan bahwa seorang hakim tidak boleh mengadili persoalan atas dirinya sendiri.

Dalam bahasa latin disebut "nemo judex in causa sua".

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD pun angkat bicara menanggapi hal ini.

Mahfud mengingatkan bahwa hakim MK dilarang mengadili sesuatu yang berkaitan dengan lembaganya. Sebab, hal itu bertentangan dengan etika peradilan.

Sementara itu, juru bicara hakim MK menyayangkan sikap sejumlah pihak yang justru mempersoalkan hal ini disaat uji materi telah memasuki tahap Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).

Semestinya, kata Fajar, jika ada pihak yang merasa keberatan maka sedianya mengajukan diri menjadi pihak terkait.

Hingga saat ini, MK belum menentukan kapan jadwal sidang putusan akan digelar.

Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:

Penulis: Fachri Fachrudin
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary