DPR dan Gaduhnya Pembahasan Rancangan Undang-Undang... - Kompas.com
Sabtu, 20 April 2024

Kaleidoskop 2016

Kaleidoskop 2016

Simak rangkuman peristiwa, informasi, dan ulasan topik hangat yang terjadi selama tahun 2016..

DPR dan Gaduhnya Pembahasan Rancangan Undang-Undang...

Selasa, 20 Desember 2016 | 07:25 WIB

 RUU Pertembakauan

Usulan Rancangan Undang-Undang Pertembakauan digagas oleh Politisi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun dan Politisi Partai Nasdem Taufiqulhadi.

Industri pertembakauan yang terus berkembang di Indonesia menjadi salah satu mengapa hal ini perlu diatur ketat dalam UU.

"Sebagian besar petani masih hidup dalam kemiskinan. Meningkatnya kebutuhan indutri nasional terhadap tembakau justru lebih dinikmati oleh pihak asing. Hal tersebut terlihat dengan membanjirnya tembakau-tembakau impor dari luar negeri mengisi pangsa pasar tembakau nasional," ujar Misbakhun.

Pembahasan RUU ini menimbulkan pro dan kontra. Aturan dalam RUU Pertembakauan dianggap ada campur tangan industri rokok dan sarat kepentingan.

Bahkan, pada akhir Agustus lalu sebanyak 30 organisasi masyarakat mengirim surat penolakan ke DPR. Salah satu di antaranya adalah Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI).

Ketua Umum PB IDI Oetama Marsis menuturkan, tembakau membahayakan kesehatan dan masa depan generasi muda. Ada

Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Pertembakauan Firman Soebagyo mengatakan, petani tembakau justru mendukung agar RUU itu segera disahkan.

 "Ternyata tidak ada petani tembakau yang sengsara seperti yang disampaikan Komnas Anti Tembakau. Yang diinginkan adalah agar UU segera disahkan supaya petani dilindungi agar impor dibatasi," tutur Firman.

Akhirnya, RUU Pertembakauan dibawa ke sidang paripurna dan telah disepakati masuk dalam daftar Prolegnas 2017.

RUU Tax Amnesty

Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak (RUU Pengampunan Pajak) atau yang lebih sering disebut RUU Tax Amnesty menjadi salah satu RUU yang mengundang perhatian besar.

 Bahkan, pro dan kontra tajam juga muncul dari internal parlemen.

Saat sidang paripurna pengesahan RUU Tax Amnesty pada 28 Juni 2016, ada catatan dari beberapa anggota DPR, yang menimbulkan perdebatan alot.

Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka, misalnya, menyoroti pembahasan UU tersebut yang berlangsung singkat dan tertutup.

 Ia juga menyinggung target penerimaan Tax Amnesty yang berjumlah Rp 165 triliun sedangkan harta kekayaan Warga Negara Indonesia di luar negeri mencapai lebih dari Rp 11.000 triliun

Meski berjalan cukup alot, Ketua DPR RI saat itu, Ade Komarudin tetap ketok palu dan mengesahkan RUU Itu menjadi UU.

Tak lama setelah disahkan, UU Tax Amnesty digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Para penggugat adalah Yayasan Satu Keadilan, Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) dan empat warga negara.

Ada 21 alasan yang mereka siapkan untuk menggugat UU tersebut. Beberapa di antaranya adalah anggapan bahwa UU Tax Amnesty akan mengizinkan praktik legal pencucian uang dan menjadi karpet merah bagi para pengemplang pajak.

Pada 14 Desember 2016, MK memutuskan untuk menolak seluruh permohonan uji materi atas UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Tax Amnesty itu.

 Meski sempat menuai pro dan kontra sebelum disahkan menjadi UU, pemberlakuan tax amnesty pun perlahan menuai pujian. Bahkan, pelaksanaannya disebut sebagai salah satu yang tersukses di dunia.

Capaian periode I tax amnesty, penerimaan uang tebusan mencapai Rp 97,2 triliun.

Sementara deklarasi harta mencapai Rp 4.500 triliun dan repatriasi Rp 137 triliun.

 Jelang penutupan periode kedua (Oktober-Desember), pelaporan harta tax amnesty sudah menembus angka Rp 4.000 triliun, deklarasi harta dalam negeri mencapai Rp 2.896 triliun, dan sisanya terdiri dari harta yang dideklarasikan di luar negeri, yaitu Rp 988 triliun dan repatriasi sebesar Rp 144 triliun.

Page:

Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:

Penulis: Nabilla Tashandra
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary