Kasus Medis 2016 di Indonesia: Dari Chiropractic hingga Vaksin Palsu - Kompas.com
Kamis, 25 April 2024

Kaleidoskop 2016

Kaleidoskop 2016

Simak rangkuman peristiwa, informasi, dan ulasan topik hangat yang terjadi selama tahun 2016..

Kasus Medis 2016 di Indonesia: Dari Chiropractic hingga Vaksin Palsu

Rabu, 14 Desember 2016 | 08:33 WIB
THINKSTOCKPHOTOS.COM -

JAKARTA, KOMPAS.com - Sepanjang tahun 2016, ada beberapa masalah kesehatan yang juga menjadi persoalan hukum di Indonesia.

Awal bulan Januari, terdapat kasus meninggalnya wanita muda setelah menjalani terapi chiropractic. Tak lama kemudian, muncul kasus jual beli organ ginjal.

Lalu, pada pertengahan tahun ini, publik digegerkan dengan terbongkarnya peredaran vaksin palsu. Berikut rinciannya, seperti yang pernah diulas di Kompas Health.

1. Chiropractic

Chiropractic merupakan terapi untuk membantu masalah persendian, otot, dan saraf tanpa operasi dan obat. Terapi ini semakin dikenal saat adanya kasus wanita muda bernama Allya Siska Nadya yang meninggal dunia setelah menjalani terapi chiropractic.

Keluarga Siska pun menempuh jalur hukum dengan melaporkan seorang terapis asing bernama Randall Caferty yang menangani Siska saat itu.

Laporan keluarga Siska kemudian mencuat ke publik sejak diberitakan sejumlah media pada awal tahun ini.

Randall sudah beberapa kali dipanggil oleh Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan. Namun, ia tak pernah memenuhi panggilan polisi.

Dokter asing itu pun ternyata tak memiliki izin praktik di Indonesia. Sejak kasus itu, Randall juga diiketahui telah kembali ke negara asalnya di Amerika Serikat.

Akhirnya, sejumlah klinik Chiropractic yang tersebar di Jakarta juga ditutup atau dilarang beroperasi karena tidak berizin.

2. Donor ginjal

Pertengahan bulan Januari, kepolisian menangkap tiga orang di Bandung yang kemudian ditetapkan menjadi tersangka penjualan organ tubuh manusia secera ilegal.

Penjualan organ tubuh yang dimaksud adalah ginjal. Memang banyak orang membutuhkan cangkok ginjal.

Pelaku pun mencari orang yang mau jadi pendonor ginjal dengan mengiming-imingi uang sekitar Rp 70 juta-Rp 90 juta. Mengenai adanya kasus ini, pihak rumah sakit pun membantah terlibat dalam perdagangan donor ginjal.

Pelarangan jual beli organ diatur dalam Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Chairul Radjab Nasution menjelaskan, prosedur transplantasi ginjal di rumah sakit pun sangat ketat untuk mencegah terjadinya jual beli organ. Ada tim advokasi yang khusus menyelidiki asal usul pendonor ginjal.

"Donor bisa didapat dari keluarga, sahabat, artinya yang punya hubungan dekat dan yang memang mau dengan tulus memberikan," terang Chairul kepada Kompas.com.

Menurut Chairul, Kementerian Kesehatan juga selalu melakukan pengawasan berlapis terhadap rumah sakit yang bisa menangani transplantasi ginjal.

3. Vaksin palsu

Terungkapnya kasus vaksin palsu oleh kepolisian juga menjadi sorotan publik. Kasus ini membuat banyak orangtua resah. Sejumlah rumah sakit hingga klinik tercatat menggunakan vaksin palsu yang didapat dari produsen vaksin ilegal.

Kementerian Kesehatan pun akhirnya menjadwalkan ulang vaksinasi pada anak-anak yang dicurigai mendapat vaksin palsu.

Anak-anak tersebut kembali mendapat vaksin pentavalen yang mampu memberikan kekebalan untuk 5 jenis penyakit. Pentavalen berisi vaksin DPT (Difteri, Pertusis, dan Anti Tetanus), HB (Hepatitis B) dan HiB (Haemophilus Influenza tipe B).

Kedua, mereka juga diberikan ulang vaksin oral polio vaccine (OPV) yang mampu memberikan kekebalan terhadap penyakit polio.

Sejumlah anak-anak korban vaksin palsu tersebut sebelumnya terdata pernah mendapat vaksin impor yang dipalsukan, seperti pediacel dan tripacel.

Pediacel seharusnya berisi vaksin untuk menangkal penyakit

difteri, pertusis, tetanus, polio dan Hib (haemophilus influenza tipe b). Sedangkan tripacel adalah vaksin impor berisi DPT.

Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:

Penulis: Dian Maharani
Editor : Bestari Kumala Dewi