Di Balikpapan, Sri Mulyani Geram Penambang Tak Sukseskan "Tax Amnesty" - Kompas.com
Sabtu, 20 April 2024

Kaleidoskop 2016

Kaleidoskop 2016

Simak rangkuman peristiwa, informasi, dan ulasan topik hangat yang terjadi selama tahun 2016..

Di Balikpapan, Sri Mulyani Geram Penambang Tak Sukseskan "Tax Amnesty"

Selasa, 6 Desember 2016 | 14:58 WIB
Kontributor Balikpapan, Dani Julius Zebua Presiden Joko Widodo bersaam Sri Mulyani usai sosialisasi Tax Amnesty di Balipapan, Kaltim (5/12/2016).

BALIKPAPAN, KOMPAS.com - Pemilik izin dan pengurus kegiatan tambang mineral, batu bara, minyak, gas dan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan minim melaporkan harta dan membayar tebusan pajak meski periode kedua masa amnesti pajak di November-Desember 2016 akan berakhir.

Hanya 1,8 persen dari 1,3 juta wajib pajak yang wajib mengisi SPT di Kalimantan, atau 23.000 WP saja, yang ikut program tax amnesty (TA) dengan tebusan Rp 2,2 triliun.

Mereka menggenapi 447.000 WP dari 20 juta WP wajib SPT di seluruh Indonesia, yang telah melaporkan kekayaannya dengan total tebusan Rp 95 triliun.

“Kalimantan salah satu yang kepatuhannya rendah, meski bukan yang paling rendah,” kata Sri Mulyani di acara Sosialisasi Tax Amnesty di Hotel Platinum di Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin (5/12/2016).

Hadir membuka sosialisasi itu Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) bersama sejumlah menteri Kabinet Kerja, seperti Menteri Perdagangan Rini M Soemarno.

Sri Mulyani membedah WP Kalimantan dan kepesertaannya di pengampunan pajak ini. Menurut dia, baru 8.400 WP di Kalimantan Barat ikut TA dan membayar tebusan Rp 486 miliar.

Sejumlah 2.000 dari 133.000 di Kalimantan Tengah membayar tebusan Rp 164 miliar. Sebanyak 1.000 WP dari 44.000 wajib SPT membayar tebusan Rp 182 miliar di Kalimantan Utara.

Sejumlah 7.500 dari 426.000 wajib SPT di Kaltim, membayar Rp 833 miliar. Sedangkan dari Kalsel, 3.800 membayar tebusan Rp 543 miliar.

Angka itu membuat Sri Mulyani mengambil kesimpulan bahwa kepatuhan wajib pajak di Kalimantan terbilang rendah dibanding Sumatera (2,1 persen) dan Jakarta (7,1 persen).

“Warga seperti tidak sadar kalau nilai Rp 1 triliun itu sangat berguna untuk pembangunan negara dan daerah,” kata Sri Mulyani.

Ia membedah semakin tajam dan kepatuhan pemegang izin usaha terlihat semakin rendah. Terdapat 6.041 izin usaha tambang baik IUP, kontrak karya, dan PKP2B di Indonesia. Sebarannya di Kalimantan ada 2.662 WP pemegang IUP, 46 KK, dan 86 PKP2B.

Bagaimana kepatuhan pelaporan kekayaannya? Ternyata hanya 417 dari 2.794 WP di Kalimantan yang ikut TA dan membayar tebusan Rp 147,1 miliar. Jumlah ini menggenapi 1.041 WP peserta TA di seluruh Indonesia dari sektor minerba dengan tebusan sangat kecil, yakni Rp 228 miliar atau setara Rp 217 juta per pemegang izin.

Menilik dari sudut pemilik dan pengurus kegiatan pertambangan, dari 1.114 direksi dan komisaris yang ada hanya 78 direksi atau komisaris yang memanfaatkan program pengampunan pajak ini dan membayar tebusan total Rp 40,8 miliar atau rata-rata Rp 523 juta per WP.

Temuan ini menunjukkan pengusaha merasa seolah tak tersentuh oleh negara. Sri Mulyani menegaskan bahwa sikap pengusaha seperti ini tidak akan bertahan lama. Sanksi dari perpajakan bakal dirasakannya setelah masa pengampunan pajak usai.

“Menurut saya pengusaha merasa aman-aman saja. Itu perasaan yang salah. Saya minta ESDM tidak memberikan izin pertambangan,” kata Sri Mulyani.

Pelaporan dan tebusan jajaran direksi dan komisaris begitu miris. Ada pembayaran tebusan dengan nilai terkecil hanya Rp 5.000 hingga tertinggi Rp 98 miliar. Sri Mulyani pun menjadi kesal atas laporan ini.

“Saya yakin banyak sekali (harta yang ada). Yakin saya. Saya makin geram. Tapi karena presiden saya baik, pemaaf. Saya hanya bisa menahan kegeraman ini,” kata Sri Mulyani.

Rendahnya kepatuhan mengikuti program TA juga terjadi di bisnis minyak dan gas. Terdapat 86 blok migas tersebar di seluruh pulau di Indonesia dengan 212 WP di dalamnya.

Sejumlah 16 blok di antaranya tersebar di Kalimantan dengan 41 WP. Dari 212 WP itu, hanya 10 WP yang ikut program TA, tetapi tak satupun WP dari blok Kalimantan.

“Tebusan di Kalimantan nol Rupiah,” kata Sri Mulyani disambut sorakan ‘huuuu’ peserta sosialisasi.

Para pengurus dan pemilik usaha migas dinilai juga tak serius. Terdapat 1.720 WP komisaris di dunia migas, 2.732 WP direksi, dan 2.972 WP pemegang saham. Rata-rata 49 sampai 60 persen memilih tidak melapor dan ikut TA.

Perkebunan

Kepatuhan di sektor perkebunan jauh lebih rendah dari minerba dan migas. Terdapat 124.603 pemegang izin perkebunan di tanah air. Sejumlah 14.393 WP ada di Kalimantan. Dari jumlah di Kalimantan itu, hanya 134 WP yang ikut TA dengan dengan tebusan Rp 21,1 miliar.

Kepesertaan pemegang izin perkebunan di Kalimantan ini menggenapi total tebusan Rp 141 miliar dari 935 WP untuk perkebunan kelapa sawit, Rp 30,7 miliar dari 148 WP kebun karet, dan perkebunan lain Rp 15,5 miliar.

Bagaimana dengan para pengurus usaha dan pemilik perkebunan? Terdapat 2.940 komisaris, 4.212 direktur, dan 2.911 pemegang saham di bisnis ini.

Terungkap, hanya 20 persen-50 persen wajib pajak yang turut dalam pengampunan pajak. Rata-rata komisaris perkebunan membayar tebusan dari nilai terendah Rp 118.000 dan paling tinggi Rp 148 miliar, dengan total Rp 2,4 triliun.

Sementara direktur perkebunan mulai Rp 46.000 hingga Rp 86 miliar, dengan total Rp 1,5 triliun.

Pemegang saham sektor perkebunan pun memprihatinkan. Tebusan terendah yang dibayarkannya ada yang Rp 30.000 hingga Rp 180 miliar, dengan total Rp 2,9 triliun.

Sanksi Tegas

Pemerintah memang tampak begitu lunak soal pemberian TA. Dibanding dengan negara lain, Irlandia dan Italia juga melakukan TA, tapi tak pernah memberi tarif yang lebih rendah dari 20 persen-30 persen dari pendapatannya.

Mereka hanya memberi keringanan pada sanksi administrasi dan kriminalnya. Sementara di Indonesia, selain diberi keringanan sanksi administrasi dan kriminal, justru diberi diskon sehingga pajak terasa ringan dan tebusan jadi sangat kecil.

Sanksi tegas menanti mereka yang tidak ikut pengampunan pajak ini. Direktorat Perpajakan terus melakukan upaya menemukan kekayaan mereka yang wajib SPT, namun menyembunyikan kekayaannya. Mereka bakal ditagih dengan tarif tinggi hingga 25 persen.

“Dalam tiga tahun, direktorat pajak kami bisa tracking di mana uang disimpan. Bila kami menemukan harta dan uang yang tak ikut TA, maka temuan itu akan dianggap sebagai tambahan penghasilan,” kata Sri Mulyani.

“Maka harus membayar 25 persen. Rate itu jauh lebih tinggi dari sekarang 2 persen-3 persen,” kata Sri Mulyani.

“Kalau punya rumah Rp 100 juta, sekarang menebus Rp 3 juta. Kalau tidak diikutkan tax amnesty maka temuan ini akan dianggap sebagai sebagai tambahan penghasilan. Tidak sanggup dibayar. Kira-kira rumahnya disita negara,” katanya.

Negara Pemaaf

Presiden RI Joko Widodo yang juga membuka acara itu mengingatkan para pengusaha kayu, tambang batu bara, migas, hingga kelapa sawit di Kalimantan mau melaporkan harta bergerak dan tidak bergeraknya lantas ditebus.

Banyaknya pengusaha tak sebanding dengan semangat mengikuti program pengampunan pajak yang digelontor pemerintah. Jokowi pun kembali mengingatkan kesempatan di tahap 2 dan ke-3 nanti benar-benar bisa dimanfaatkan.

“Hati-hati, akhir Maret 2017, denda sangat tinggi sekali. Itulah aturan perpajakan. Mumpung uang tebusannya murah sangat. Mumpung kita pemaaf,” kata Jokowi.

“Setelah 31 Maret, tiada maaf. Bayar apa adanya,” katanya. Ia menegaskan, ada banyak yang harus dibangun untuk meningkatkan kesejahteraan warga.

Negara memerlukan 4.900 triliun untuk pembangunan infrastruktur dari 2014 - 2019. Kekuatan anggaran negara hanya 2.000 triliun dan memerlukan sumbangan dari pelaku usaha.

Karenanya, ia sekali lagi menghimbau warga Kalimantan khususnya Kaltim untuk ikut serta dalam tax amnesty ini.

“Saya mengajak yang 98 persen (1,3 juta WP di Kalimantan) tadi ikut TA. Akhir Desember 2016 ini akan saya cek. Naik 90 persen bagus. Kalau naiknya juga kecil ya tak tahu lagi. Akan menjadi pekerjaan mereka (perpajakan),” kata Jokowi.

Penulis: Kontributor Balikpapan, Dani Julius Zebua
Editor : Aprillia Ika