Keris Lombok, Pusaka Kerajaan Tanpa Empu - Kompas.com
Minggu, 19 Mei 2024

Kaleidoskop 2016

Kaleidoskop 2016

Simak rangkuman peristiwa, informasi, dan ulasan topik hangat yang terjadi selama tahun 2016..

Keris Lombok, Pusaka Kerajaan Tanpa Empu

Minggu, 23 Oktober 2016 | 19:14 WIB
KOMPAS/KHAERUL ANWAR Anggota Selaparang-Mandalika, komunitas pencinta keris di Mataram, Nusa Tenggara Barat, aktif menggelar pameran di sejumlah daerah, termasuk di Mataram. Pada 15-17 September lalu, mereka memamerkan koleksi keris mereka di Museum Negeri NTB.

KERIS di Pulau Lombok dan Sumbawa jumlahnya banyak. Mau bentuk dan gaya apa saja bisa ditemukan di sini,” ujar Syafari Habibi, penasihat Selaparang-Mandalika Keris, komunitas pencinta keris di Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Contohnya, anggota paguyuban yang berjumlah 50 orang rata-rata memiliki 50-100 keris, malah ada di antaranya yang memiliki 300 keris. "Jumlah itu baru sebagian dari total keris yang masih disimpan masyarakat. Belum terhitung keris yang berpindah tangan dari pemiliknya di Lombok ke kolektor dalam dan luar negeri,” ujar Habibi.

Namun, bagaimana sejarah dan asal-usul keris, apakah datang dari daerah lain, adakah empu si pembuat keris di NTB, belum ada dokumentasi tertulis sebagai rujukan. Apakah keriskeris itu pusaka tanpa empu?

Dalam buku Bentuk dan Gaya Keris Nusa Tenggara Barat terbitan Museum Negeri NTB dikatakan, gaya keris Lombok mirip gaya keris Bali. Gaya keris Samawa (etnis Samawa di Kabupaten Sumbawa) dan etnis Mbojo (Dompu dan Bima) mirip gaya keris Bugis Makassar, Sulawesi Selatan.

Gaya keris yang berbeda itu dinilai sebagai dua lintasan yang dilalui budaya keris masuk ke NTB. Dari utara melalui Bugis Makassar ke Pulau Sumbawa, sementara dari barat masuk melalui Bali ke Lombok. Itu kemungkinan berlangsung setelah era keruntuhan Majapahit (abad XV) sehingga Lombok dan Sumbawa menjadi ajang perebutan kekuasaan kerajaan.

Banyaknya keris yang ditemukan di Lombok mungkin peninggalan prajurit zaman rebutan pengaruh kekuasaan lalu disimpan dan dirawat pemiliknya.

Keris-keris yang semula menjadi alat peperangan itu berakulturasi dengan budaya lokal, seperti pelengkap busana adat perkawinan dan lainnya.

Istilah selep/nyelep dan sikep/nyikep (bahasa Sasak) atau menyelipkan keris pada pinggang adalah bukti bahwa keris tidak asing bagi seluruh lapisan masyarakat.

Satu petunjuk, keris yang ditemukan di Lombok panjangnya 58-71 sentimeter (cm), sementara keris yang ditemukan di Sumbawa panjangnya 34-51 cm.

Berbeda dengan keris Jawa yang panjangnya 49-51 cm. Istilah ganja, pesi, pejetan, pamor, dan dhapur pada keris Jawa sama dengan keris Lombok meski sebutannya menggunakan bahasa lokal, Sasak.

Pamor (motif pada bilah keris) beras tumpah (Sasak), misalnya, sinonim dari wos wutah (Jawa), pamor aik ngelek atau banyu mili.

Habibi mengatakan, tidak ada empu keris di Lombok karena penguasa saat itu mungkin mendatangkan empu dari luar Lombok. Ketika empu meninggal, belum sempat menurunkan ilmunya. ”Yang jelas keris di Lombok menunjuk pakem (bilah) Bali-Lombok atau Lombok-Bali,” katanya.

Page:

Editor : I Made Asdhiana