Emil Salim: Reklamasi Harus Kedepankan Kepentingan Publik - Kompas.com
Jumat, 17 Mei 2024

Kaleidoskop 2016

Kaleidoskop 2016

Simak rangkuman peristiwa, informasi, dan ulasan topik hangat yang terjadi selama tahun 2016..

Emil Salim: Reklamasi Harus Kedepankan Kepentingan Publik

Selasa, 4 Oktober 2016 | 20:43 WIB
KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN Mantan Dewan Pertimbangan Presiden, Emil Salim, mantan Pimpinan KPK, Bambang Widjojanto, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, menjadi narasumber dalam diskusi soal reklamasi di Gedung KPK Jakarta, Selasa (4/10/2016).

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Dewan Pertimbangan Presiden, Emil Salim mengatakan bahwa reklamasi teluk Jakarta harus mengedepankan kepentingan publik.

Asumsi itu, kata dia, menjadi landasan bagi wantimpres di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memilih konsep reklamasi yang ditawarkan oleh kelompok insinyur asal Indonesia dibanding konsep yang dipresentasikan konsultan Belanda pada 2013.

"Dewan Pertimbangan Presiden cenderung berpihak kepada para ahli Indonesia. Karena, hasil studi Belanda mengutamakan sektor privat," kata mantan Menteri Negara Urusan Kependudukan dan lingkungan hidup ini dalam diskusi di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (4/10/2016).

Hadir dalam diskusi tersebut mantan Ketua KPK Bambang Widjojanto, Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Menteri lingkungan hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar

Emil menuturkan, teluk Jakarta perlu menjadi tempat penimbunan air tawar. Menurut Emil, hal itu untuk mencegah kelangkaan air tawar yang diprediksi akan langka pada tahun 2045.

Emil menyebutkan hasil reklamasi dari tim ahli Indonesia dapat menjadi lahan untuk perluasan ruang bagi penduduk dan pemerintahan Jakarta.

(Baca: Susi Pudjiastuti: Reklamasi Jakarta Bisa Sebabkan Banjir)

Hasil reklamasi juga dapat digunakan untuk perluasan pelabuhan Tanjung Priok. Selain itu, memberikan akses ke laut bagi para nelayan.

reklamasi nantinya pun bisa menjadi sumber air minum dan irigasi bagi pertanian di pulau Jawa.

"Dengan pertimbangan itu maka konsep ahli Indonesia lebih disukai," ucap Emil.

Emil menjelaskan, Pantai Utara Pulau Jawa merupakan hasil sedimentasi dari sungai yang mengalir ke laut.

Naiknya permukaan air laut, lanjut Emil, mengakibatkan sungai tidak lancar mengalir ke laut sehingga terjadi banjir rob.

Untuk mengatasi hak itu, tim ahli Indonesia mengusulkan membuat Giant Sea Wall. Dengan demikian, permukaan air laut dapat tertahan dan aliran air sungai menjadi terkendali.

"Kalau konsultan Belanda menghendaki waduk di pinggir pantai Jakarta. Itu tidak dianggap benar. Oleh karena itu justru menambahkan proses banjir ke Jakarta karena aliran air itu tidak mengalir tajam," papar Emil.

Emil menjelaskan, Wantimpres saat itu menolak pembangunan pulau berbentuk garuda yang berasal dari pengerukan tanah di luar sedimentasi. 

Dari analisis, Wantimpres melihat reklamasi merusak lingkungan di luar Jakarta.  

"Atas pertimbangan itu Wantimpres mengusulkan kepada SBY (Susilo Bambang Yudhoyono, presiden saat itu) agar konsep ahli Indonesia yang dipilih. Gagasan ini kembali kami usulkan kepada Presiden Jokowi beberapa waktu lalu, setelah memperhatikan di lapangan masih ada permasalahan," kata Emil. 

Kompas TV Sidang Suap Reklamasi Hadirkan Istri Sanusi



Penulis: Lutfy Mairizal Putra
Editor : Krisiandi