Kepada MK, Refly Minta Aturan Cuti Kampanye Petahana Dikembalikan ke UU Lama - Kompas.com
Selasa, 18 Juni 2024

Kaleidoskop 2016

Kaleidoskop 2016

Simak rangkuman peristiwa, informasi, dan ulasan topik hangat yang terjadi selama tahun 2016..

Kepada MK, Refly Minta Aturan Cuti Kampanye Petahana Dikembalikan ke UU Lama

Senin, 26 September 2016 | 15:30 WIB
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO Aktivitas di Mahkamah Konstitusi - Pekerja meyirami rumput taman di halaman gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (31/7/2014). MK akan menggelar sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden-Wakil Presiden 2014 pada 6 Agsutus mendatang.

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Refly Harun meminta majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menerima gugatan uji materi yang diajukan oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, yakni Pasal 70 ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang aturan cuti selama masa kampanye bagi petahana.

Refly juga meminta Pasal tersebut dibatalkan dan dikembalikan kepada Pasal 70 ayat 3 UU Nomor 8 Tahun 2015.

"Norma Pasal 70 Ayat 3 perubahan kedua Undang Nomor 10/2016 tersebut sebaiknya dibatalkan, sehingga normanya kembali pada ketentuan Pasal 70 Ayat 3 UU Nomor 8/2015," ujar refly saat memberikan keterangan sebagai saksi Ahli pemohon, Ahok, di persidangan di MK, Jakarta, Senin (26/9/2016).

Ia mengatakan, kepala daerah mengemban tugas selama lima tahun setelah dilantik. Aturan cuti selama masa kampanye jelas memotong masa bakti kepala daerah tersebut.

"Cuti selama 3,5 bulan sama artinya akan memotong masa jabatan pemohon yang harusnya lima tahun. Dalam konteks ini, Ahli setuju ada kerugian baik moriil maupun materiil, bahkan kerugian konstitusional, antara lain hak untuk mendapatkan kepastian hukum untuk menjalani masa jabatan selama lima tahun," kata dia.

Belum lagi, jika nantinya ada putaran kedua dalam penyelenggaraan pilkada. Petahana harus kembali cuti, sehingga kembali memotong masa tugasnya.

"Dalam konteks DKI bisa bertambah, karena ada putaran kedua dan ini sangat dimungkinkan karena ada tiga pasang calon saat ini," kata dia.

Meski demikian, Refly tak memungkiri adanya kekhawatiran penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh petahana selama masa kampanye jika tidak cuti.

Namun, permasalahan itu masuk dalam lingkup pengawasan yang menjadi tanggung jawab penyelenggara pemilu.

"Kalau itu persoalannya, kita bicara mengenai pengawasan bahwa penengakan hukum, KPU dan KPUD dan Bawaslu harus memastikan bahwa pengawasan penengakan hukum pilkada berlangsung efektif," kata dia.

Menurut dia, sanksi yang tegas patut diberikan kepada petahana yang menyalahgunakan jabatan untuk memenangkan dirinya sendiri.

"Bahkan kalau perlu hingga diskualifikasi," kata dia.

Refly berharap majelis hakim bisa mempertimbangkan keterangan yang disampaikan tersebut dengan membatalkan UU yang digugat pemohon dan mengembalikan kepada UU sebelumnya.

"Jadi tidak complicated dan tidak membuat norma baru, dibatalkan dan kemudian kembali kepada norma sebelumnya, yakni pasal 70 ayat 3 uu 8/2015," kata dia.

Ahok mengajukan gugatan uji materi terhadap Pasal 70 ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

UU tersebut menyoal cuti selama masa kampanye bagi petahana.

Ahok menilai UU tersebut melanggar hak konstitusional. Sebab, petahana jadi tidak dapat menjalankan tugas jabatannya selama lima tahun penuh sesuai sumpah jabatan.

Adapun aturan cuti kampanye dalam UU Nomor 8/2015, yakni:

Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, pejabat  negara lainnya, serta pejabat daerah dapat ikut dalam kampanye dengan mengajukan izin cuti kampanye sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, dalam melaksanakan kampanye harus memenuhi ketentuan:
a. tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya;
b. menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan
c. pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Cuti Pejabat Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), bagi Gubernur dan Wakil Gubernur
diberikan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden dan bagi Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota diberikan oleh Gubernur atas nama Menteri.

Izin cuti yang telah diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib diberitahukan oleh Gubernur, Bupati, dan Walikota kepada KPU Provinsi, KPU Kabupaten, dan KPU Kota.

Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:

Penulis: Fachri Fachrudin
Editor : Sandro Gatra