Anies: Karakter Anak Tumbuh lewat Proses Pembiasaan Bukan Lamanya Sekolah - Kompas.com
Sabtu, 6 Juli 2024

Kaleidoskop 2016

Kaleidoskop 2016

Simak rangkuman peristiwa, informasi, dan ulasan topik hangat yang terjadi selama tahun 2016..

Anies: Karakter Anak Tumbuh lewat Proses Pembiasaan Bukan Lamanya Sekolah

Kamis, 25 Agustus 2016 | 18:34 WIB
KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan berbincang dengan salah satu murid saat mengantar putranya, Kaisar Hakam Baswedan, pada hari pertama masuk sekolah di Cinere, Depok, Jawa Barat, Senin (1/8/2016). Saat menjabat menteri, Anies mengampanyekan Gerakan Antar Anak Ke Sekolah pada hari pertama masuk sekolah.

MAGELANG, KOMPAS.com - Lamanya jam sekolah tidak menjamin keberhasilan pendidikan karakter pada anak. Karakter anak terbentuk dari proses pembiasaan yang ditanamkan sejak dini dan konsisten di sekolah, keluarga maupun lingkungan masyarakat.

Hal tersebut disampaikan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan usai menjadi pembicara pada Seminar Nasional "Pendidikan Karakter dalam Perspektif Tokoh-Tokoh Pendiri Lembaga Pendidikan untuk Menyiapkan Indonesia 2035" di SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Kamis (25/8/2016).

"Karakter itu bahasa sederhana kebiasaan, karakter jujur artinya kebiasaan jujur, karakter disiplin artinya kebiasaan disiplin. Menumbuhkan (karakter) itu lewat proses pembiasaan bukan lamanya sekolah tapi proses pembiasaan itu sendiri," ujar Anies.

Dia menjelaskan, proses pembiasaan dilakukan oleh guru maupun orangtua dengan dimulai dari kegiatan-kegiatan yang dibiasakan, dilatih konsisten, maka akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan itu lalu akan tumbuh karakter yang kemudian menjadi budaya.

Adapun keberhasilan pendidikan karakter anak dapat dilihat dari potret kehidupannya di tengah masyarakat, bukan pada angka atau nilai akademik semata.

"Keberhasilan pendidikan karakter terpancar saat anak mulai berkarya di tengah masyarakat. Jika di masyarakat terjadi banyak ketidakteraturan, lampu merah masih dilanggar, berati pendidikannya belum menumbuhkan karakter," ujar Anies.

Begitu pula sebaliknya, lanjut Anies, jika anak atau seseorang dengan kesadaran sendiri sudah memiliki kepatuhan akan peraturan sehingga muncul ketertiban masyarakat berarti pendidikan karakternya sudah baik.

"Kalau jam 10 malam di perempatan sepi ada lampu merah dan dia berhenti, itu artinya pendidikan karakternya berhasil, karena dia sudah memiliki kesadaran menaati peraturan, jam berapa pun, kapan pun. Jadi nilai itu hanya prediktor akademik," tutur Anies.

Gagasan pendidikan karakter itu sendiri, kata lanjut telah diatur dalam Permendikbud no 23 tahun 2013. Pendidikan karakter disebut sebagai proses pembiasaan yang diterapkan baik di sekolah, keluarga maupun lingkungan masyarakat.

Dalam regulasi tersebut, disebutkan pula adanya penumbuhan budi pekerti lewat intra-kurikuler, ekstra-kurikuler, dan non-kurikuler. Hal tersebut menjadi regulasi dengan tujuan agar wajib dilaksanakan di semua lembaga pendidikan.

"Penumbuhan budi pekerti bukan slogan tapi kewajiban untuk dijalankan. Setiap lembaga memiliki cara yang berbeda-beda untuk menjalankannya akan tetapi prinsip-prinsipnya ada disitu," papar penggagas Kelas Inspirasi (KI) itu.

Anies menyatakan, keberhasilan pendidikan karakter dibutuhkan peran dari berbagai pihak, tidak hanya sekolah akan tetapi juga orangtua. Itulah sebabnya pemerintah mendirikan Direktorat Pendidikan Keluarga, yang menyiapkan bahan-bahan bacaan orang tua untuk kemudian disalurkan kepada wali kelas.

"Bagaimana supaya orang tua bisa ketemu wali kelas? maka ada gerakan mengantar anak sekolah di hari pertama sekolah. Jadi ada interaksi antara orang tua dengan wali kelas," tutur Anies.

Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:

Penulis: Kontributor Magelang, Ika Fitriana
Editor : Caroline Damanik