Mahfud: Cuti Saat Kampanye Itu Wajib bagi Petahana - Kompas.com
Sabtu, 6 Juli 2024

Kaleidoskop 2016

Kaleidoskop 2016

Simak rangkuman peristiwa, informasi, dan ulasan topik hangat yang terjadi selama tahun 2016..

Mahfud: Cuti Saat Kampanye Itu Wajib bagi Petahana

Senin, 22 Agustus 2016 | 17:59 WIB
Kompas.com / Dani Prabowo Sekjen PP APTHN-HAN Himawan Estu Bagijo (kedua dari kiri), Ketua Umum PP APTHN-HAN Mahfud MD, dan anggota PP APTHN-HAN Bivitri Susanti saat memberikan keterangan di Kantor MMD Initiative, Senin (22/8/2016).

JAKARTA, KOMPAS.com – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menegaskan, cuti bagi calon petahana saat kampanye Pilkada wajib dilakukan.

Aturan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah itu tak bisa ditawar.

“Saya ingin katakan, cuti itu bukan hak, tapi cuti kewajiban,” kata Mahfud, di Kantor MMD Initiative, Jakarta, Senin (22/8/2016).

Hal itu dikatakan Mahfud menanggapi sidang perdana gugatan pasal cuti petahana yang diajukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ke Mahkamah Konstitusi.

Ahok menggugat Pasal 70 ayat (3) UU tersebut.

Dalam pasal itu disebutkan bahwa calon petahana harus mengajukan cuti saat kampanye apabila maju kembali dalam Pemilihan Kepala Daerah.

Mahfud mengatakan, gugatan serupa pernah diajukan Gubernur Lampung Sjachroedin ZP.

Saat itu, Sjachroedin keberatan jika calon petahana harus mundur enam bulan sebelum pencalonan.

MK mengabulkan gugatan tersebut dan mengganti kewajiban mundur menjadi cuti.

“Seorang gubernur kan masa jabatannya 5 tahun, masa baru 4,5 tahun sudah harus mundur berarti dirampas tuh hak konstitusionalnya,” ujar Mahfud.

Namun, ketika itu, Sjahcroedin yang mencalonkan diri kembali terlanjur mengundurkan diri. Sebab, putusan itu diambil setelah batas waktu mundur itu berlaku.

Lebih jauh, Mahfud mengkategorisasi cuti menjadi tiga kelompok, yaitu hak, kewajiban, dan larangan.

Cuti masuk kategori hak yaitu bagi karyawan yang setiap tahun mendapat jatah 12 hari cuti. Hak itu dapat ditagih apabila perusahaan tidak memberikannya.

Sementara, untuk cuti yang dilarang, misalnya, jika ada bencana di suatu daerah, maka kepala daerah tak boleh mengajukan cuti.

Cuti itu baru bisa diajukan setelah persoalan yang terjadi selesai.

Untuk cuti yang masuk kewajiban, ia mencontohkan, cuti di luar tanggungan negara. Misalnya, ia ingin bepergian ke luar negeri bersama istrinya.

Jika istrinya merupakan seorang PNS, maka ada kewajiban untuk cuti di luar tanggungan.

Kompas TV Amien Rais: Ahok Pemimpin yang Beringas



Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:

Penulis: Dani Prabowo
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary