"Tax Amnesty" untuk Koruptor atau Perekonomian? - Kompas.com
Sabtu, 29 Juni 2024

Kaleidoskop 2016

Kaleidoskop 2016

Simak rangkuman peristiwa, informasi, dan ulasan topik hangat yang terjadi selama tahun 2016..

"Tax Amnesty" untuk Koruptor atau Perekonomian?

Senin, 4 Juli 2016 | 17:34 WIB
THINKSTOCK Ilustrasi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah telah mencanangkan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty. Kebijakan ini nantinya diharapkan bisa menambah penerimaan negara dari pajak yang ditargetkan sebesar Rp 165 triliun.

Kebijakan ini juga nantinya bisa diharapkan menumbuhkan perekonomian negara yang selama ini sedang mengalami perlambatan.

Namun, masih ada pihak yang memandang kebijakan tax amnesty ini hanya untuk melindungi para koruptor yang menyimpan dana hasil korupsinya di luar negeri.

Seperti diberitakan, para peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menilai bahwa kebijakan tax amnesty ini hanya untuk melindungi kejahatan ekonomi trans-nasional saja.

Pandangan tersebut langsung dibantah oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Presiden dalam pidatonya saat acara pencanangan kebijakan tax amnesty mengatakan, Undang-Undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty yang baru disetujui DPR RI bukan berarti pengampunan bagi koruptor.

"Tax Amnesty bukan upaya pengampunan bagi koruptor atau pemutihan terhadap pencucian uang. Tidak," ujar Jokowi Jumat lalu.

Jokowi juga menuturkan dalam pidatonya, dana yang didapat dari kebijakan tax amnesty juga digunakan untuk kepentingan rakyat.

Seperti halnya pembangunan infrastruktur yang bisa menumbuhkan perekonomian negara.

Memang kenyataannya dalam pelaksanaan tidak hanya orang yang mempunyai dana banyak saja yang bisa mengikuti kebijakan tax amnesty.

Namun, semua wajib pajak (WP) juga bisa memanfaatkan kebijakan tax amnesty dengan mendaftarkan hartanya yang belum dikenakan pajak.

Bahkan, para Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang selama ini lolos dari pembayaran pajak pun bisa mengajukan hartanya lewat kebijakan tax amnesty.

Para pengamat juga mengatakan kebijakan tax amnesty ini masih sesuai dengan konstitusi negara, yakni Undang-undang Dasar 1945.

Para pengamat menilai, kebijakan tax amnesty ini masih sejalan dengan UUD 1945 Pasal 23 A yang berbunyi "Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang".

Dalam UUD 1945 tersebut sudah jelas bahwa pajak itu diatur oleh Undang-undang (UU). Sehingga kebijakan tax amnesty masih berjalan lurus yang bisa digunakan membangun perekonomian negara.

Pengamat juga menilai, kebijakan tax amnesty ini sebagai jalan keluar dari kemandekan ekonomi Indonesia dari sisi pajak.

Kita ketahui bahwa penerimaan pajak dari tahun ke tahun belum mencapai target. Menurut data penerimaan pajak, pada tahun lalu hanya Rp 1.055 triliun atau 81,5 persen dari target sebesar Rp 1.294,25 triliun.

Pada Mei 2016, angkanya telah mencapai Rp 364,1 triliun atau 26,8 persen dari target dalam APBN 2016 sebesar Rp 1.360,1 triliun.

Sehingga dengan adanya kebijakan tax amnesty ini diharapkan mampu menambal penerimaan pajak.

Hingga kini masyarakat masih menunggu hal konkret dari pemerintah tentang kebijakan tax amnesty.

Saat ini, pemerintah sedang merumuskan aturan-aturan turunan yang mendukung pelaksanaan kebijakan tax amnesty.

Masyarakat hanya bisa berharap kebijakan tax amnesty ini bisa berjalan efektif dan bisa menumbuhkan perekonomian negara.

Dan tentunya kebijakan tax amnesty diharapkan bisa menciptakan banyak lapangan kerja dan peluang pembangunan infrastruktur.

Kompas TV Inilah Konsekuensi Pengaju Pengampunan Pajak



Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:

Penulis: Achmad Fauzi
Editor : Sandro Gatra