Tiga Poin Ini Penyebab Alotnya Pembahasan Raperda Reklamasi - Kompas.com
Rabu, 3 Juli 2024

Kaleidoskop 2016

Kaleidoskop 2016

Simak rangkuman peristiwa, informasi, dan ulasan topik hangat yang terjadi selama tahun 2016..

Tiga Poin Ini Penyebab Alotnya Pembahasan Raperda Reklamasi

Kamis, 30 Juni 2016 | 19:41 WIB
KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN Pejabat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberikan keterangan sebagai saksi di persidangan bagi terdakwa Ariesman Widjaja dan Trinanda Prihantoro di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (30/6/2016).

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembahasan Rancangan Perda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP) antara legislatif dan eksekutif berlangsung alot sejak dibahas pada November 2015.

Setidaknya, terdapat tiga poin pembahasan yang selalu sulit untuk disepakati.

Hal itu dikatakan oleh beberapa pejabat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam persidangan bagi terdakwa Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan asistennya, Trinanda Prihantoro, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (30/6/2016).

Usulan tambahan kontribusi 15 persen.

Poin utama yang paling sulit disepakati adalah usulan tambahan kontribusi sebesar 15 persen bagi perusahaan pengembang yang ikut dalam proyek reklamasi.

Hal itu diusulkan oleh Pemprov DKI Jakarta. Dalam usulan tersebut, pengembang pemilik izin prinsip dan izin pelaksana reklamasi diwajibkan membayar tambahan kontribusi dalam bentuk infrastruktur.

Besarannya yakni, 15 persen luas lahan yang dapat dijual, dikali NJOP.

Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi DKI Jakarta Saefullah mengatakan, tambahan kontribusi tersebut diusulkan karena memperhitungkan keuntungan bagi Pemprov DKI atas pengembang dan manfaat bagi masyarakat.

"Dengan pemikiran selama ini Pemprov dengan asetnya kalau di berikan ke swasta, kami selalu tidak diuntungkan, makanya kami defence. Bahkan, ada yang bilang dari hitungan bisnis, 15 persen ini masih rendah," ujar Saefullah, di Pengadilan Tipikor.

Hal serupa juga dikatakan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta, Tuty Kusumawati.

Menurut dia, tambahan kontribusi guna merevitalisasi daratan di wilayah Jakarta.

Meski demikian, usulan tersebut ternyata tidak disetujui Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI.

Sejak November 2015 hingga Maret 2016, Balegda terus meminta agar pasal tentang tambahan kontribusi 15 persen dihapus.

Usulan jalan arteri di pulau reklamasi. Poin lainnya yang menjadi perdebatan yaitu, usulan eksekutif untuk membuat tiga jalan arteri di pulau reklamasi.

Balegda tetap berkeras meminta agar jalan arteri di luar pulau dihilangkan.

"Cukup alot ketika jalan arteri ingin dihilangkan," kata Tuty.

Menurut Tuty, Pemprov DKI dalam membuat usulan selalu bergantung pada pendapat dan analisa ahli.

Salah satunya, ahli transportasi mengenai lalu lintas antara kawasan Jakarta Utara dengan pulau-pulau reklamasi.

"Tim ahli melakukan simulasi tiga jalan arteri. Kalau ada yang kurang, dikhawatirkan akan menimbulkan kemacetan Jakarta. Maka, dukungan transportasi ini penting," kata Tuty.

Meski demikian, menurut Tuty, pada akhirnya pihak eksekutif mengalah pada legislatif.

Usulan jalan arteri di luar pulau akhirnya dihilangkan dalam rancangan perda.

Usulan Pulau M untuk tempat pemakaman dan pusat pengelolaan sampah.

Hal ketiga yang juga terjadi perbedaan pendapat yaitu, usulan Pulau M sebagai area pemakaman dan pusat pengelolaan sampah terpadu.

Kali ini, yang mengusulkan adalah DPRD DKI melalui Balegda. Awalnya Pemprov DKI tak sepakat dengan usulan itu.

Sebab, sesuai aturan, pulau-pulau reklamasi harus terbebas dari sampah. Pemprov DKI meminta agar masing-masing pulau memiliki sistem pengelolaan sampah sendiri.

"Karena sangat alot, akhirnya pengelolaan sampah ada yang masing-masing pulau, ada yang terintegrasi terpusat. Ini dengan berbagai keterpaksaan," kata Tuty.

Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:

Penulis: Abba Gabrillin
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary