Menanti Calon Penantang Ahok di DKI Jakarta - Kompas.com
Sabtu, 6 Juli 2024

Kaleidoskop 2016

Kaleidoskop 2016

Simak rangkuman peristiwa, informasi, dan ulasan topik hangat yang terjadi selama tahun 2016..

Menanti Calon Penantang Ahok di DKI Jakarta

Rabu, 11 Mei 2016 | 07:15 WIB
TRIBUN NEWS / HERUDIN Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tiba di kantor KPK, Jakarta, untuk diperiksa penyidik, Selasa (10/5/2016). Ahok akan diperiksa sebagai saksi terkait dugaan suap anggota DPRD DKI Jakarta terkait proyek reklamasi di Pantai Utara Jakarta.

JAKARTA, KOMPAS.com - Kurang dari delapan bulan lagi, Jakarta akan menggelar hajatan politik terbesarnya. Sekitar 7 juta warga akan memilih gubernurnya, petahana atau nama baru.

Hingga Mei 2016, baru Gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang memastikan akan maju. Tujuh partai yang punya kursi di DPRD DKI Jakarta hingga saat ini belum memutuskan calon yang akan diusungnya. Baru Nasdem dan Hanura yang buru-buru menetapkan pilihan untuk mendukung Ahok yang maju lewat jalur perseorangan.

Pengamat politik Boni Hargens mengatakan, langkah parpol yang terkesan lambat dapat dimengerti karena mereka sedang mencari figur yang mampu berkompetisi dengan Ahok.

"Dalam konteks ini semua partai ingin realistis mengukur kondisi. Semua partai tentu menginginkan ada figur yang lebih baik dari Ahok," kata Boni di Jakarta, Selasa (10/5/2016).

Tak mudah mencari penantang Ahok. Survei dari Lembaga Survei Charta Politika menunjukkan elektabilitas Ahok mencapai 51,8 persen. Sementara untuk nama-nama lainnya seperti Yusril Ihza Mahendra, Tri Rismaharini, Sandiaga Uno, dan sebagainya, tak sampai 10 persen.

Boni menjelaskan, semua partai tentunya akan bersikap realistis. Partai tidak akan mengajukan nama yang sekedar populer ataupun kader internal kebanggan mereka. Parpol tentunya juga akan mengukur elektabilitas dan tingkat kesukaan dari tiap-tiap nama itu.

Langkah hati-hati tersebut tentunya menimbulkan tantangan lain bagi mereka. Parpol akan kesulitan jika membiarkan sekian bulan yang tersisa tanpa upaya mengenalkan calon.

"Waktu terus bergulir dan ini akan semakin membatasi waktu untuk berkampanye, bersosialisasi, dan sebagainya," ujar Boni.

Ia menilai, untuk menandingi popularitas dan elektabilitas Ahok, dibutuhkan kerja dua kali lipat. Tanpa waktu yang cukup, tentunya partai akan kesulitan dan berpotensi hanya akan menjadikan calonnya sebagai catatan kaki dalam pilkada.

Memberi waktu publik

Sementara itu, bagi Nasdem yang telah mendeklarasikan keputusannya untuk mendukung Ahok pada Februari lalu, waktu adalah faktor penting dalam pertarungan politik. Ketua Fraksi Nasdem DPRD DKI Jakarta, Bestari Barus, mengatakan masyarakat perlu tahu lebih cepat agar kelak ketika pilihannya menjadi gubernur, masyarakat tidak menyesal karena mempunyai waktu banyak untuk mengenal calon terbaik.

"Saya tidak bicara partai lain, tapi apa yang penting buat kami, masyarakat penting, dan perlu diberi tahu lebih awal tentang calon," ujarnya.

Bestari merasa tak aneh jika partainya atau partai lain justru mendukung calon perseorangan alih-alih berkoalisi untuk mengajukan nama dari kalangan internal.

"Orang memperdebatkan apakah ini kemunduran atau kemajuan. Menurut saya, ini suatu terobosan yang luar biasa," ujar Bestari.

Proses penjaringan di partai Gerindra, PDI-P, PKB, Demokrat sedang berlangsung. Partai lain juga masih bermanuver untuk membentuk koalisi. Hanya PDI-P yang mempunyai cukup kursi untuk mengajukan calon sendiri.

Meski sedang mempertimbangkan dengan cermat, partai-partai sepertinya harus gerak cepat. Soalnya, untuk menandingi elektabilitas dan popularitas Ahok yang cukup tinggi, mustahil dilakukan dalam hitungan bulan. Publik pun menanti-nanti, siapa sosok yang mampu bersaing dengan Ahok.

Penulis: Nibras Nada Nailufar
Editor : Egidius Patnistik